Hidangan pesta pernikahan tersaji apik. Dekorasi arena pesta tak kalah menarik. Membuat mata para tamu tak bosan melirik. Sayup-sayup tawa renyah memenuhi ruangan nan eksotik.Â
Tampak calon pengantin wanita duduk dengan anggun. Didampingi oleh keluarga yang selama ini telah merawat dan mendidiknya dengan tekun. Polesan make up tipis pada wajahnya tetap membuatnya tampil menawan.Â
Senyuman terus mengembang dari bibirnya. Binar-binar kebahagiaan berpendar memenuhi tiap sudut matanya.Â
Detik demi detik berjalan terasa begitu lambat. Bias kekhawatiran mulai hadir. Calon pengantin pria tak kunjung terlihat. Pak penghulu mulai bolak balik menatap arloji di tangannya dengan cermat.Â
Menurutnya jadwal kedatangan calon pengantin pria sudah sangat terlambat. Atau barangkali jarum jamnya yang mulai sekarat. Yang tak bisa lagi menunjukkan waktu akurat.
Akhirnya yang dinanti datang juga. Kedatangannya disambut dengan mata terbelalak dan mulut menganga
Harusnya kedatangan calon pengantin pria menghadirkan hawa ketenangan di pihak perempuan. Namun ini terjadi sebaliknya.Â
Pihak perempuan dan tamu undangan yang sudah menanti kedatangannya tak mampu menyembunyikan keterkejutan. Menyaksikan calon pengantin laki-laki datang sendiridengan menggunakan pakaian sangat biasa.
Ia tak mengenakan kostum yang harusnya ia pakai pada momentum sakral itu. Belum selesai keterkejutan orang-orang yang menyaksikan kedatangannya, lisannya meluncurkan sebuah kalimat tak sehat.
"Aku membatalkan pernikahan ini."Â
Dengan tenang itu ia ucapkan dan berlalu pergi. Suasana hening seketika. Atmosfer yang awalnya dipenuhi kebahagiaan mendadak mencekam.