"Barang siapa tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan di sepanjang kehidupan." (Imam Syafii)
Takdir kerap menjadi kambing hitam saat kegagalan menghampiri manusia. Merasa pantas berada diposisi terbawah dalam hidup karena berasumsi itu sudah takdir. Puas sebagai orang suruhan karena percaya itu suratan tangan.
Enggan mengembangkan potensi diri dan terus berleha-leha dengan fondasi berpikir yang keliru. Yakninya, hidup sepenuhnya diatur oleh takdir yang sedang dijalani.
Begitu kejamnya jika seperti itu cara pandang kita. Apa dasar pemikiran yang telah membawa kita untuk melahirkan tuduhan-tuduhan seperti itu terhadap takdir? Menyalahkan takdir atas semua yang dialami adalah sebuah kekeliruan fatal yang tidak berdasar.
Pemikiran seperti ini akan mengakibatkan kemalasan dan keputusasaan bersemi di hati. Hal ini akan menghentikan mimpi-mimpi kita serta terbentuk pribadi yang tidak akan pernah maju.
Sejatinya semua insan terlahir dalam keadaan yang sama. Alih-alih membawa perhiasan, harta, segudang sertifikat tanah atau ijazah kesarjanaan, sehelai benangpun tak menempel ditubuh saat terlahir.
Tak ada manusia yang lahir dengan menyandang status sebagai bupati, walikota, presiden, gubernur, pencopet, tukang becak, si intelek, si bodoh, si kaya, si miskin dan lain sebagainya.
Semua menyandang status sebagai bayi baru lahir yang belum mempunyai kekuatan apa-apa. Tak ada tulisan kegagalan atau kesuksesan di kening-kening mungil mereka.
Lalu apa dasar kita mengklaim bahwa semua kegagalan atau keterbatasan pada diri adalah sebuah takdir mutlak yang tak dapat dirubah. Lupakah kita bahwa semua manusia diciptakan dengan segala keistimewaannya masing-masing?
Seluruh manusia dibekali potensi spektakuler yang akan menopang kehidupannya kelak. Namun potensi ini harus diasah. Ibarat sebuah pisau yang tak pernah diasah. maka matanya akan tumpul dan tidak memiliki kekuatan. Jangankan memotong daging, membelah daun tipispun ia tak akan mampu.
Begitupun dengan manusia. Manusia terlahir dalam keadaan tidak membawa apapun. Namun sejak terlahir sudah terlihat kecerdasan yang dianugrahkan Sang Pencipta padanya.