Barangkali kalian tau, aku hanya seorang emak biasa yang menyukai serangkai kata. Hanya sebatas suka. Namun aku mencoba untuk bisa. Meski tak banyak karya yang aku punya. Hanya beberapa dan biasa.
Aku sadar waktuku tak sebebas itu untuk lebih banyak belajar. Pun seringan itu kuhabiskan mengais kata sembari mengayun pena. Aku harus membagi dengan tugas utama.
Namun, jika aku memiliki waktu luang, jemariku tak sadar mengalun begitu saja. Walau tak banyak kata, tak mengapa. Yang penting aku menemukan rasa menjadi sebuah karya.
Aku sempatkan juga membaca buku atau artikel sesempat mataku bicara. Jika lelah, tidur.
Begitulah ritme penaku mengurai cerita. Terkadang tanpa jeda meniti baris-baris di atas kertas atau layar kaca. Apa yang ada saja. Hingga tak terasa beberapa kata kutulis, apa adanya.
Kadang sebuah artikel panjang kubuat, atau puisi singkat. Suka-suka aku saja. Yang penting masih seputar mengolah rasa. Dan penaku sempatkan bicara, biasa. Tersebab aku bukanlah pujangga. Bukan pula ahli bahasa.
Aku tak pernah memiliki hal yang istimewa. Aku membagi apa yang aku rasa dengan biasa-biasa saja. Aku suka rangkaian kata sederhana. Yang penting tertata, tentu akan mudah dibaca siapa saja.
Menulis, menuang rasa, menjadi karya. Aku pikir ini menjadi rangkaian yang biasa dan sederhana.
Ya, sederhana itu memang biasa, meski tak semudah menuang rasa. Namun jika temukan kata menjadi serangkai makna. Hingga pesan pun terbaca dalam sebuah karya. Itu yang tak biasa.
Tulisan ini sekadar tulisan ringan biasa. Disini, aku hanya ingin menyampaikan sedikit coretan kata. Tentang rasa dan senja.
Mengapa? Karena tanpa rasa penaku tak bisa bicara. Ya, begitulah adanya. Dan tanpa kehadiran senja rasaku seakan terhenti pada satu masa. Kok bisa? Entahlah, aku hanya ingin mengatakan jikalau senja itu tak biasa.