Hai, bagaimana kau menyulam kelam?
Apakah penamu masih tersisa tinta tuk sapa sang malam?
Kemarilah, aku masih terlarut dalam dekap penuh kenang
Sisa sinar dari balik pepohonan, seolah memberi ruang
Sekedar singgah, menemani mimpi yang hendak dituang
Dimanakah cawan rindumu?
Kukira malam kan membasuh pilu
Pun merenda titik semu
Hingga terurai ikatan sendu
Aku hanya mencoba memungut kata
Rembulanlah yang kan mengurai rasa
Hingga mimpi kau semai di selembar masa
Tetiba cahaya melampau batas senja
Seuntai asa menggamit usia
Pada helai daun pun setetes embun
Coba pahami getaran ilusi
Betapa semesta begitu lihai mencatat mimpi
Hingga detik berdetak
Denting pun terpelanting beranjak
Bertahap tinggalkan jejak
Tersandar pada ranting nan rapuh
Beradu abu pun peluh
Di antara riak sunyi
Tertulis romansa menuai janji pasti
Seketika rinai air mengalir
Mengiring hulu ke hilir
Terbesit benak mengintai khawatir
Betapa masa begitu cepat bergulir
Belum sempat kubaca
Semesta tlah bercerita
Hembus angin bercanda
Pada gunung dia berkata
Di sepenggal masa, terdiam menatap cita
Sapa cahaya itu pun kembali
Ucapkan seuntai mimpi sunyi
Saat semesta mencatat asa
Aku terhenyak membaca masa
Hingga tersadar, tinggallah usia yang tersisa
Dan sepenggal masa tak lagi bisa kubaca
Niek~
Jogjakarta, 24 Desember 2019