Mohon tunggu...
Uniek Kaswarganti
Uniek Kaswarganti Mohon Tunggu... Freelancer - Momblogger dari Semarang

Momblogger | Book & Music Lover | Matt Damon huge fan | also blogging via uniekkaswarganti.com in random theme

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

[FFA] Peri Bunga yang Gemar Mengeluh

20 Oktober 2013   06:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:17 1655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

oleh : Uniek Kaswarganti - 288

“Huh, kenapa sih semua peri suka bermain dengannya?” tanyaku kesal pada diriku sendiri. Saat kubuka jendela kamar, aku melihat banyak peri bunga sedang bercanda ria dan berkumpul di kediaman Peri Melati. Mereka semua sedang tertawa bergembira, tampaknya asyik bercanda dengan Peri Melati yang sedang duduk di ranting pohon.

Dia memang sangat cantik. Wajahnya berseri-seri dan rambutnya tampak halus mengkilat. Aku sering merasa iri padanya. Kami berdua kan sama-sama cantik, lalu kenapa hanya dia saja yang punya banyak teman ?

Kupandang cermin berbingkai bunga anyelir milikku. Ya, akulah Peri Anyelir, peri bunga yang bertugas untuk merawat semua bunga anyelir agar selalu segar dan cantik. Di cermin tampak gaun periku yang berwarna campuran hijau, ungu dan pink, sangat cantik. Tidak seperti gaun Peri Melati yang hanya putih pucat itu. Mestinya aku jauh lebih cantik dari dia, tapi mengapa hanya sedikit yang mau berteman denganku?

*****

Peri Matahari tampak terbungkuk-bungkuk. Dia sedang bertugas menyebarkan bibit bunga matahari agar nanti bila waktunya tiba, akan tumbuh bunga berwarna kuning cerah yang tegak menghadap sinar matahari untuk menunjukkan kecantikannya. Di musim tumbuh bunga kali ini, Peri Matahari rupanya mendapatkan tugas yang luar biasa dari Ratu Peri Bunga. Dia harus menumbuhkan bunga sebanyak-banyaknya.

Keranjang bibit bunga yang dibawanya sepertinya berat sekali. Peri Matahari tampak kepayahan saat berpapasan denganku. Dia menatapku sebentar, seakan-akan hendak minta tolong. Tapi aku tak perduli, tugasku sendiri sudah banyak. Bunga-bunga anyelir yang akan segera mengembang membutuhkan perawatanku.

Aku berlalu begitu saja tanpa menghiraukannya.

Braaakkk… Tiba-tiba keranjang bibit tadi jatuh. Sungguh menggelikan saat kulihat Peri Matahari jatuh terduduk dan bibit bunga tumpah semua, bahkan sebagian besar menimbun badannya.

“Hahahaaaa… kau tampak lucu sekali,” gelakku melihat tubuh mungil Peri Matahari yang bergerak-gerak di balik timbunan bibit itu. Dia sangat kepayahan. Saat aku sedang menikmati pemandangan yang lucu ini, dari balik pohon muncullah Peri Melati. Dia terbang secepatnya dengan sayapnya yang putih bersih itu, menuju ke tumpahan bibit bunga matahari. Sekuat tenaga dia menyingkirkan tumpukan bibit yang menimbun tubuh Peri Matahari dan menariknya sekuat tenaga.

“Ah, terima kasih banyak Peri Melati. Hampir saja aku kehabisan nafas. Untung kau segera datang menolongku,” ucap Peri Matahari lega.

“Untunglah aku kebetulan lewat dan melihatmu sedang dalam masalah. Ayo kubantu untuk membereskan keranjang bungamu ini,” Peri Melati menawarkan diri.

“Apa kau sedang tak ada tugas dari Ratu Peri? Sudah sana jalankan tugasmu, nanti ini semua bisa kubereskan sendiri kok.”Peri Matahari tampak tak enak hati karena merepotkan Peri Melati.

“Tidak masalah, Teman. Tugasku memang masih banyak. Tapi saat sedang ada teman yang kesusahan, alangkah baiknya ditolong. Setuju kan Peri Anyelir?” sahut Peri Melati sembari menengok ke arahku.

Aku hanya bisa melongo karena kaget. Kok tiba-tiba Peri Melati menyindirku. Huh, menyebalkan sekali. Peri Melati sok pahlawan deh.

“Jangan sok deh kamu, kita kan masing-masing punya tugas yang berat. Urusi saja urusanmu sendiri. Tak perlu sok jadi pahlawan seperti itu,” tukasku kesal. Cepat-cepat kutinggalkan mereka berdua.

***

Saat makan malam bersama, para peri bunga yang seharian telah bekerja keras tampak bersemangat menghabiskan hidangan yang telah disediakan oleh Ratu Peri sembari bercakap-cakap satu sama lain. Kulihat di sudut barat Peri Mawar, Peri Cempaka, dan Peri Kemuning bersenda gurau dengan ceria. Di bagian yang lain tampak Peri Rafflesia, Peri Anggrek dan Peri Edelweiss saling bertukar lauk. Semuanya tampak bahagia.

Aku duduk menyendiri di sudut selatan. Tak nampak peri lain yang bersedia menemaniku makan. Aku makin jengkel saja. Kumakan hidangan cepat-cepat, berharap Ratu Peri segera membubarkan acara ini agar aku bisa kembali ke kamarku. Menyendiri seperti biasanya.

Kutarik-tarik rambutku dengan sebal, terasa kusut semua. Huh, sudah makanannya tidak enak, tak ada peri lain yang menemaniku, mana rambutku ikut-ikutan berulah. Kulirik peri-peri yang lain, mereka semua tampak memiliki rambut yang terjurai indah. Ada yang rambutnya berwarna jingga, biru, kuning keemasan, bahkan ada pula si Peri Edelweiss yang rambutnya berwarna putih cemerlang. Lalu kenapa hanya rambutku yang jelek sendiri? Ratu Peri sungguh tidak adil. Mengapa aku tidak diberikan rambut seindah peri lainnya?

“Ada apa Peri Anyelir, tampaknya hari ini engkau sedang mengalami masalah yang sangat berat?”

Ah, kaget sekali aku. Tiba-tiba Ratu Peri sudah ada di sampingku. Berada dekat sang ratu sungguh membuat jantungku berdegup kencang. Aku tak mampu berkata apapun. Kupandangi gaun Ratu Peri yang luar biasa indah, wajahnya yang sangat cantik, kulitnya yang halus, dan rambutnya berwarna coklat keemasan tampak tergerai sempurna di bawah mahkota bunga yang dikenakannya.

“Ayolah Peri Anyelir, coba ceritakan masalahmu. Mungkin aku bisa membantumu,” bujuk Ratu Peri dengan lemah lembut.

“Aku… aku… aku sedih sekali, Ratu. Kenapa peri yang lain tak ada yang mau berteman denganku. Apakah karena aku kurang cantik? Bantulah aku wahai Ratu Peri agar wajahku secantik mereka dan rambutku juga halus tergerai sempurna seperti mereka. Lihatlah ini, rambutku kusut sekali. Sungguh menjengkelkan,” ucapku sambil menahan air mata.

Ratu Peri mendekatiku dan duduk di sampingku. Ditepuknya bahuku perlahan-lahan sembari mengusap rambutku dengan lembut sebelum melontarkan pertanyaan ini, “Peri Anyelir, aku sudah melihat apa yang terjadi padamu hari ini. Tadi saat Peri Matahari sedang mengalami kesusahan, apakah engkau menolongnya? Coba jawab dulu pertanyaanku ini, nanti aku akan membantumu untuk mendapatkan teman-temanmu kembali.”

“Aku tak punya waktu untuk membantunya, Ratu. Pekerjaanku kan juga banyak. Lebih baik aku memikirkan tugasku sendiri. Benar begitu kan? Ratu selalu mengajarkan untuk disiplin pada tugas yang diberikan,” jawabku dengan cepat.

“Benar sekali, Peri Anyelir, setiap peri bunga di sini memang memiliki tugas masing-masing, tapi itu bukan berarti saat ada yang sedang mengalami kesusahan dibiarkan begitu saja. Lihatlah sekarang yang terjadi padamu. Engkau pasti sedih dan susah sekali saat tak ada peri lain yang mau berteman denganmu. Peri mana yang mau berteman denganmu yang justru mentertawakan peri lain yang sedang kesusahan. Kau seharusnya menolong Peri Matahari, bukan malah mentertawakan dirinya seperti tadi. Itu perbuatan yang kurang terpuji.”

Aku menunduk malu. Ucapan Ratu Peri tadi terasa pedas sekali di telingaku. Rasanya malu sekali saat dinilai melakukan hal yang buruk oleh ratu para peri bunga ini. Sang ratu yang baik dan lemah lembut itu tidak pernah marah dan melontarkan kata-kata pedas. Bila beliau sudah berkata seperti itu, berarti memang aku yang keterlaluan.

Tak terasa mukaku terasa panas dan air mata sudah mulai membanjiri mataku. Sekuat tenaga kucoba menahan tangis. Tentu akan tambah memalukan jika aku menangis di hadapan Ratu Peri.

“Juga tentang rambut indah yang kausebutkan tadi. Cobalah kauingat betul-betul, apakah setiap kali kau rajin menyisir rambutmu? Peri-peri yang lain setiap bangun tidur, saat istirahat maupun sebelum tidur selalu menyisir rambut mereka dengan sisir kencana yang telah kubagikan satu persatu. Nah, bagaimana denganmu, Peri Anyelir?” tanya Ratu Peri masih melanjutkan pembicaraan.

Ups, aku jadi tersadar bila selama ini memang jarang menyisir rambut. Aku selalu malas melakukannya. Pekerjaan yang membuang-buang waktu. Ternyata itu ya penyebab kusutnya rambutku.

Sang ratu masih memandangku, menunggu jawaban. Aku makin malu.

“Iya, Ratu, selama ini aku memang malas bersisir,” jawabku tersipu-sipu.

“Nah, bila kauanggap dirimu tidak cantik gara-gara rambut yang kusut, mengapa tidak mulai nanti sebelum tidur kausisir secara perlahan-lahan rambut keemasanmu itu. Pasti akan menjadi indah dan secantik peri bunga lainnya. Jadi jelas kan, Peri Anyelir, tidak sepantasnya kau mengeluh terus sepanjang hari. Bila wajahmu terus menerus murung dan cemberut, tentu peri lainnya akan takut mendekatimu. Cobalah bersikap baik dan ceria, tentu mereka dengan senang hati akan berteman denganmu,” nasihat Ratu Peri padaku.

***

Benar juga ucapan Ratu Peri semalam. Setelah perlahan-lahan menyisir rambut menggunakan sisir kencana pemberian beliau, rambutku kini halus, lembut dan indah. Paginya saat menjalankan tugas dengan riang gembira, para peri mulai mau berteman denganku. Kuubah sikapku sesuai petunjuk Ratu Peri. Aku tidak lagi mengeluh dan mencoba untuk ceria. Saat kulihat Peri Edelweis kepayahan mengumpulkan bulu-bulu rambut putih bunga edelweis yang tertiup angin, aku pun membantunya berlarian kesana kemari mengejar bulu itu. Kami menangkapi bulu rambut putih itu bersama-sama sambil tertawa gembira.

Perlahan-lahan peri yang lainnya pun mau berteman denganku, tak terkecuali Peri Melati dan Peri Matahari yang waktu itu kutertawai. Mereka berdua bahkan menemaniku minum sari tumbuhan dingin yang disiapkan petugas dari istana Ratu Peri bagi seluruh peri bunga di waktu istirahat siang. Udara siang yang panas tak lagi membuatku cemberut dan mengeluh karena kini aku telah mendapatkan kembali teman-temanku yang baik hati.

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community : Inilah Perhelatan & Hasil Karya Peserta Event Festival Fiksi Anak

Silahkan bergabung di FB Fiksiana Community.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun