Mohon tunggu...
Unggun Dwi Prasetyo
Unggun Dwi Prasetyo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keikutsertaan Indonesia di Dalam APEC (Asia-Pasific Economic Cooperation) sebagai Warisan Kebijakan Luar Negeri Era Orde Baru

27 April 2021   13:37 Diperbarui: 27 April 2021   14:03 2126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KTT APEC tahun 1994 di Istana Bogor. Sumber : https://www.apec.org/meeting-papers/leaders-declarations/1994/1994_aelm

Orde Baru adalah rezim yang dimulai sejak diterimanya Surat Perintah Sebelas Maret tahun 1966 oleh Jenderal Soeharto, dan berakhir ketika reformasi pada tahun 1998. Penamaan Orde Baru dipergunakan sebagai perbandingan dengan Orde Lama, sehingga pemerintahan ini dianggap sebagai pembaharunya. Rezim ini dipimpin oleh Soeharto sebagai presiden yang menjabat selama 32 tahun.

Selama 32 tahun Pemerintahan Orde Baru tentunya Indonesia memiliki proses politik luar negeri yang sangat dinamis. Pada awal kekuasaannya, Soeharto menegaskan bahwa untuk dapat berperan penting dan efektif dalam forum internasional, Indonesia terlebih dahulu harus memiliki ketahanan nasional yang kuat, yang bisa dilihat pada ketertiban politik-keamanan dan stabilitas ekonomi dalam negeri.

Meski demikian, Soeharto tidak sampai merubah kebijakan luar negeri Indonesia yang telah dirumuskan sejak pemerintahan Orde Lama. Kebijakan luar negeri bebas-aktif, berprinsip anti-imperialisme, dan berusaha menjadi pemain penting di kawasan Asia Tenggara tetap dilaksanakan oleh pemerintahan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto. Yang berubah adalah gaya atau bagaimana pelaksanaan dalam menjalankan kebijakan tersebut. Pemerintahan Orde Baru berusaha memurnikan arah kebijakan politik luar negeri Indonesia yang  bebas-aktif  berdasarkan UUD 1945 dan Pancasila yang selama bertahun-tahun diselewengkan oleh pemerintahan Orde Lama dengan lebih condong ke negara berhaluan kiri.

Pada 10 tahun pertama pemerintahan Orde Baru, Indonesia cenderung menjalankan kebijakan luar negeri low-profile karena masih disibukkan dengan urusan pembangunan dalam negeri. Oleh karenanya, untuk mendukung percepatan pembangunan, pemerintahan Orde Baru berusaha menjalankan “diplomasi pembangunan” dan “diplomasi bantuan”. Diplomasi pembangunan menekankan kebijakan luar negeri yang menyokong pembangunan-pembangunan di dalam negeri. Sedangkan diplomasi bantuan menekankan pada pencarian bantuan kepada negara-negara lain untuk mewujudkan diplomasi pembangunan.

Hal tersebut ditegaskan dalam Nota Pimpinan MPRS No. Nota 4/PIMP/1968 yang ditujukan kepada Presiden RI Mandataris MPRS dan DPR-GR bahwa “bantuan-bantuan luar negeri serta kerja sama ekonomi internasional harus disinkronisasikan dengan pembangunan nasional. Pinjaman-pinjaman dan bantuan asing harus mempunyai peran pembantu (complementary)”. Hasilnya, Indonesia relatif lepas dari krisis ekonomi dan meningkatkan kepercayaan warga dunia dalam waktu yang cukup singkat. PDB rata-rata Indonesia antara tahun 1971-1981 mencapai 7,7 persen. Pemerintahan Orde Baru telah membawa Indonesia ke arah kebijakan luar negeri baru. Dan sejak saat itu, Indonesia mulai meningkatkan diri dalam membangun hubungan multilateral.

Indonesia pun turut serta dalam forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) yang pertama kali mengadakan pertemuan pada 6-7 November 1989 di Canberra, Australia. Menurut Indonesia, anggota APEC dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu negara yang sangat maju dalam bidang industri (Amerika Serikat dan Jepang), yang tingkat kemajuannya sudah mantap dalam bidang industri (Kanada, Australia, Selandia Baru), yang baru mengembangkan ekonomi dengan meningkatkan industri (Korea Selatan, Taiwan, Singapura, Hongkong), dan negara berkembang (Indonesia, RRT, dan negara-negara kepulauan Pasifik).

Sama seperti negara anggota ASEAN yang lain, mulanya Indonesia terkesan hati-hati memasuki forum ini. Hal ini karena APEC berpotensi mengganggu perkembangan ASEAN yang sedang berusaha menguatkan dan memperkokoh dirinya menghadapi tantangan-tantangan global. Indonesia juga khawatir dengan kecenderungan dominasi Amerika Serikat yang ingin secara selektif memasuki pasaran Asia Timur. Namun karena kemajuan kerjasama dalam ASEAN saja dirasa kurang, padahal saat itu Indonesia ingin terus berkembang dan maju, Indonesia akhirnya ikutserta dalam APEC dengan beberapa catatan.

Dalam arah diplomasinya di APEC, Indonesia melalui Menlu Ali Alatas menegaskan prinsip Indonesia bahwa APEC sebagai “open regionalisme” dipertahankan bersifat “loose and informal forum”, tidak perlu dilembagakan dan menolak dengan tegas bila APEC menyentuh masalah keamanan di Asia Pasifik. Kepentingan Indonesia di APEC lebih kepada kepentingan ekonomi, menjadikan APEC sebagai forum kerjasama ekonomi yang handal untuk dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan, modal, dan teknologi dari negara-negara APEC yang lebih maju tanpa menjadikannya suatu blok ekonomi baru.

Di masa awal keanggotaanya, Indonesia juga turut berperan aktif dalam perkembangan APEC. Indonesia dipercaya menjadi pemimpin APEC pada periode 1994 selama setahun. Alasannya, karena kemampuan Indonesia untuk bertahan di tengah krisis ekonomi. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga merupakan yang tertinggi diantara negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

Indonesia yang menjadi pemimpin APEC terpilih menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi APEC 1994 pada tanggal 15 November 1994, yang diselenggarakan di Istana Kepresidenan Bogor. Sebanyak 18 pemimpin negara dari anggota APEC hadir pada KTT APEC 1994. Dalam KTT tersebut, Indonesia turut merumuskan  Bogor Declaration dan Bogor Goals. Bogor Declaration atau Deklarasi Bogor berisi kerjasama ekonomi dengan tiga pilar, yaitu liberalisasi perdagangan dan investasi, fasilitasi perdagangan dan investasi, serta kerjasama ekonomi dan teknik. Dua pilar pertama bisa dikategorikan sebagai kepentingan negara maju, sementara pilar terakhir lebih kepada kepentinga negara berkembang, termasuk Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun