Beberapa waktu sebelumnya, saya menulis mengenaigenerasi Millenialsdi Kompasiana. Yang paling mencolok dari generasi ini adalah soal suka mencari tahu dan jauh dari gaptek (gagap teknologi). Mereka suka mencoba hal baru dan aktif kreatif.
Lalu, kita tengok soal BPJS Kesehatan.Yang terbayang tentunya antrian orang-orang tua yang menunggu giliran diperiksa. Anak muda? Ada. Namun biasanya tak lama. Gen mereka menyarankan untuk segera ciaow dari lokasi dan mencari alternatif lain yang lebih cepat dan tuntas. Bisa ke dokter dengan biaya pribadi, bisa juga "entar-entar" aja deh.
Bersama Kompasiana, BPJS mengenalkan Mobile JKN (Jaringan Kesehatan Nasional) KIS (Kartu Indonesia Sehat). Dua singkatan yang saya sendiri tidak terlalu paham dan cenderung menafikkan (mungkin saya millenials ya hehe). Yang populer, orang taunya ya BPJS Kesehatan.
- Upaya BPJS ini saya rasa berarti mengulik generasi millenials untuk menggunakannya. Jelas, karena orang-orang tua itu tak paham soal "beginian". Diharapkan oleh BPJS, anak-nya lah yang mengenalkan ke orangtua, kalau tidak untuk diri si anak muda millenials itu sendiri yang tak akan suka ngantri "geje".
- Segmen anak muda yang menggunakan app ini tentu dapat dimonitor. Juga secara geografis dapat dimonitor dan memunculkan statistik data dan angka untuk pelayanan lebih baik. Di Jakarta, mudah ditebak, aplikasi ini populer diunduh. Untuk apa data ini? Untuk decision making, decision support system bagi manajemen BPJS. Secara positif. Sebab, bisa saja, menurut beberapa rekan Kompasianers, ini pasti akan berdampak kepada PHK karyawan. Hmm. Menurut saya. Bisa jadi sekali. Mungkin bisa dipindahkan ke divisi lain karyawannya, tapi tak akan seratus persen. Sebab, filosofi pembuatan sistem informasi adalah efisiensi. Jelas.
- Sosialisasi aplikasi ini membutuhkan banyak keterlibatan pihak-pihak, termasuk pengawasan dan sistem pelaporan untuk layanan lebih baik. Jika dilihat, aplikasi Mobile JKN ini masih timpang, karena dalam layanan aduan 24 Jam, masih manual dengan telepon 24 Jam yang bagi Millenials, "out dated". Bagi mereka yang orang-orang  generasi sebelumnya, memang masih bermanfaat dengan menelepon. Walau mungkin, soal layanan 24 jam merupakan layanan wajib karena pengguna BPJS tentu bukan di kota-kota besar saja dan mereka masih menggunakan pola "tradisional" menelepon, walau mungkin dari telepon genggam.
- Saya kurang tau soal nama "mobile JKN" mengapa tidak Mobile BPJS, dan sejenisnya karena ketika kita ke google play, banyak sekali aplikasi "BPJS" tidak resmi dan bahkan rentan disalahgunakan dengan mengambil data konsumen. Ini perlu perhatian serius bagaimana BPJS menurut saya, lebih populer dari "JKN KIS" terutama kalau app ini untik si millenials. Dampaknya perlu dipikirkan, dan kalau memang mesti Mobile JKN, sosialisasinya mesti dipikirkan jangan sampai salah unduh.
Dengan demikian aplikasi Mobile JKN ini merupakan terobosan yang baik dari pemerintah (BPJS Kesehatan) dengan perlunya kolaborasi millenials. Tepat kiranya BPJS bekerjasama dengan Kompasiana karena pengalaman menggunakannya menjadi salah satu masukan penting, dan sebagian kompasianers memang in between generasi Y dan generasi Z yang dua-duanya masuk golongan millenials (dewasa/besar di era milenium baru 2000an).
Semoga BPJS Kesehatan dengan Aplikasi Mobile JKN ini makin disempurnakan, karena tentu akan berdampak jangka panjang untuk layanan kesehatan. Mau tidak mau, semua akan berbasis aplikasi karena itu kebutuhan jangka panjang. Apalagi, BPJS sudah bisa sumringah dengan pencapaian "hatrick" wajar tanpa pengecualian (WTP) dalam hal keuangannya. Artinya, biaya untuk mengembangkan aplikasi mobile JKN ini termasuk dan akan dinantikan pula bagaimana implementasinya, apakah bermanfaat. Sebesar apa manfaatnya? Siapa yang dapat mengambil manfaat.
Sekarang, memang saatnya, dan millenials (dan kompasianers) menjadi salah satu kolaborator untuk sosialisasinya. Kritik saran untuk perbaikan, tentu menjadi energi positif buat BPJS Kesehatan menyempurnakan aplikasi ini.
Bagaimana pendapat Anda?