Mohon tunggu...
Unggul Sagena
Unggul Sagena Mohon Tunggu... Konsultan - blogger | educator | traveler | reviewer |

Asia Pacific Region Internet Governance Forum Fellow 2021. Pengulas Produk Berdasarkan Pengalaman. Pegiat Literasi Digital dan Penyuka Jalan-Jalan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Di Malam itu, Cerita Sederhana di Balik Kopi

19 Mei 2015   23:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:48 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1432052618692838266

Seperti biasa, malam itu saya duduk di bangku kayu panjang di kedai Warkop (Warung Kopi) di dekat rumah.Pak Edi, pemilik Warkop, seperti biasa pula, tau yang saya mau. Kopi hitam. Instant saja, bukan seduh gula dan kopi. Merk yang saya suka, huruf awalnya N.Kopi ini beda, dia lebih sedikit dengan sachet lebih kecil.

Yup, benar, sedikit. Ini yang membuatnya istimewa. Quality over Quantity. Bulir kopinya lebih firm, tidak pecah. Saya terus terang nggak tau dan bukan pengamat berat masalah kopi. Cuma penikmat. Jadi logika kualitas saja yang saya pikirkan, baru kemudian saya rasakan. Ya diminum. Itu satu-satunya cara.

Sama, malam itu, angin malam membawa tukang ojek masuk dan menghangatkan diri. Juga dua mahasiswa di sebuah kampus yang kebetulan dekat. Selain ngopi, mie instant jadi menu mereka. Pak Edi, melayani ketiganya.

Adakah cerita di balik kopi?

Bagi saya, cerita saya seperti diawal, punya-tidak-punya cerita, saya minum kopi merk itu.Sedangkan si ojek, yang saya tak kenal namanya tapi sering jumpa di jam-jam yang sama, ceritanya cerita melepas penat. Semangat diantara himpitan keluhan. Sambil ngopi, kita bisa ngobrol, me-recharge energi.

Bagi si ojek, dia memberikan Tuhan kesempatan untuk mengumpulkan rejekinya, saat dia ngopi, akibat terlalu lama menunggu penumpang tak kunjung datang.Untuk kemudian diantar melalui pelanggan, setelah ngopi tentunya. Harapannya, ada rapelan.

Dua mahasiswa obrolannya ngga jauh dari urusan kampus. Dan organisasi. Mie instant yang satu, Kopi susu yang satu lagi. Satu belum makan, satu belum ngopi. Cerita di balik kopi susu adalah pahit dan manis. Mereka saya ajak ngobrol dunia kampus, nyambung.

Kopi, menurut mereka dapat menahan kelopak mata untuk tetap berkarya malam itu. Ya, apalagi kalau bukan tugas-tugas perkuliahan. Ternyata, kopi adalah penyelamat mereka di suatu waktu.Mahasiswa kedua, akur dengan pendapat itu, sembari memesan kopi hitam dan mencomot gorengan.

Dan secangkir kopi malam itu, sudah melalui ribuan kilometer jarak menuju kerongkongan. Diolah oleh tangan-tangan pekerja di kebun kopi, diolah dipabrik, dijadikan produk dan disebarkan. Ke Warkop, Rumahan, Pasar, Restoran, hingga Hotel mewah. Wajib hukumnya punya sachet kopi untuk tamu. Dan harus yang kelas premium.

[caption id="attachment_366613" align="aligncenter" width="504" caption="Kopi favorit ini memang masuk list premium. Hampir selalu ada di hotel berbintang. Logika dan Perasaan saya memang tepat."][/caption]

Mungkin dengan ditemukannya kopi di Ethiopia sana, --yang kemudian dilakoni sebagai minuman oleh dunia arab, diperdagangkan dan diadopsi gaya hidup dan ditambah bumbu varian kopi susu oleh dunia barat, khususnya Italia, Tuhan ingin menunjukkan bahwa Kopi, merupakan obat mujarab untuk pikiran.Tuhan ciptakan kopi apa adanya. Diproses dan diolah oleh manusia dengan berbagai rasa dunia. Pahit manis, seperti kehidupan.

Mengolah kopi dengan kualitas biji terbaik, pabrik terbaik, produk terbaik merupakan hal yang menuntut totalitas. Sebab, kopi menjanjikan khasiat untuk penikmatnya. Khasiat kopi tak perlu nama-nama ilmiah pun bisa kita tebak. Kopi menstimulasi otak untuk fokus, memberikan rasa waspada dan secara psikis memberikan energi baru untuk peminumnya.

Bisa saja Anda bilang sugesti, tapi ini adalah yang terjadi. Kopi memiliki makna banyak. Cerita yang tak tuntas dalam ribuan halaman. Di buat oleh setiap orang berbeda. Kopi manis, pahit, asam kecut dan semua beragam. Miliki banyak ragam dan banyak pula rasa yang setiap orang beda pula preferensi minumnya. Juga punya cerita yang berbeda pula.

Malam itu, saya melihat kopi sebagai sebuah penyemangat, bagi seorang tukang ojek. Sebuah penyelamat, bagi dua orang mahasiswa. Dan sebuah konsistensi, untuk ngopi merk tertentu, bagi saya. Yang pada malam itu, kebetulan tak punya cerita yang dibagi bersama kopi yang kami nikmati. Inilah cerita di balik kopi. Malam itu, sesederhana itu, di tempat yang sederhana itu.

ps : saya ke warkop biasanya sengaja untuk bersosialisasi dan ngopi, nonton bola. jadi mohon maaf kali ini tak ada kamera handphone untuk memotret sudut warungnya Pak Edi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun