Lagi-lagi masalah Sekwilda. Sekitar wilayah dada. Begitulah tulisan-tulisan yang merebut perhatian (baca : page views dan komentar). Apakah hal yang sama terjadi di dunia kompasiana? Dunia dimana intelektualitas lekat dengan hasil karya? Kita lihat saja tulisan yang ada. Isinya sekian persen masih ada yang mengupas selangkangan. Surprisingly, masih ada (banyak) tanggapan, komentar dan (maaf) dukungan (melalui komentar) terhadap yang menulis masalah ini. No offence tapi ini fakta. (dan nanti dibuktikan kalau ada yang komentar di tulisan saya kontra, mungkin penikmat tulisan-tulisan tersebut, atau bahkan salah satu penulis rutinnya hehe..)
Kompasioner, entah kenapa, kadang, kalau humor tanpa membawa-bawa seks sepertinya di negeri ini jadi kurang lucu. Kadang pula, manusia negeri ini terlalu lama terbenam diselangkangan sehingga tidak jauh dari Piktor (pikiran kotor) jika membaca sentilan dari sebuah judul yang provokatif (baca : berjudul nge-seks dan seputar paha) padahal kita sama-sama tahu hal tersebut hanya taktik si empunya tulisan mengundang “read more”.
Tidak percaya? Bahkan di negeri intelek macam Kompasiana, kompasioner lebih tertarik mengenai masalah seputar selangkangan untuk dikomentari. Mau komentar lucu atau serius, yang penting baca dulu dan komen. Top 5 Terfavorit, Terbanyak, Tertinggi salah satunya PASTI masalah betis, paha dan selangkangan.
Bahkan terfavorit mingguan, sudah hampir pasti, salah satunya tulisan yang berurusan dengan kegiatan syur syur..
Padahal, diatasnya ada box penulis tamu dan jurnalis yang isi nya sangat sangat bergizi untuk dinikmati sebagai bentuk ulasan yang penuh inspirasi, pengetahuan dan sesuai dengan perspektif kompasiana. Cerdas menggelitik tanpa ngomongin pantat, paha dan kawan-kawannya.
Sudah cukup kasus Ariel Luna Maya Cut Tari menjadi trending topic (topik yang paling banyak dibicarakan) di twitter sehingga mengundang tanda tanya masyarakat internasional. Sudah cukup, Indonesia terkenal dengan masalah yang cemen dan ecek-ecek, apalagi masalah selangkangan.
Sudah cukuplah, Cowboy in Paradise menjadi dokumentasi gigolo di Bali. Banyak berita-berita yang positif, jauh dari masalah demikian yang perlu diapresiasi, ditonton-baca, dan disebarluaskan dengan bangga, seraya berkata, “Inilah Indonesia”.
Jadi, kompasioner, majukan Indonesia dan berikan apresiasi untuk tulisan yang cerdas, bermakna dan membangun bangsa! Sanggup?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H