Modernisasi bukan musuh pasar dan toko tradisional. Itu kita sepakat. Sebab, semakin ke depan, modernisasi menjadi hal yang sangat diperlukan dan mutlak. Hanya saja, pola pengembangan UKM, Pasar, Toko Tradisional perlu didorong untuk tumbuh dengan cepat, melebihi pertumbuhan minimarket sendiri yang diartikan sebagian masyarakat sebagai jalan pintas membuka toko dan jadi pengusaha dadakan. Ini yang harus diubah.
Uniknya, dorongan tersebut ternyata juga bisa berasal dari jaringan ritel besar. Seperti Carrefour asal Perancis, setelah mayoritas sahamnya di Indonesia dikuasai Bos Para Group, Chaerul Tanjung (CT) menargetkan Pojok UKM dan Bazaar UKM di setiap gerai Carrefour di seluruh Indonesia. Bahkan gedung Smesco direncanakan sebagai “gerai Carrefour” ke 27. Sebuah fakta lagi sinergisasi antara peritel besar dengan UKM.
Menurut saya, Disperindag seharusnya lebih konsen untuk merevitalisasi pasar tradisional, memberikan guidance dan mengembangkan toko tradisional untuk modern. Dapat bekerjasama dengan swasta dalam hal ini. Pasar Jakabaring, di kampung halaman saya di Palembang, saat ini menjadi pilot project model ini dan sampai saat ini berhasil. Pasar besar (induk) yang bersih, nyaman dan rapi. Dua jempol untuk Pemerintahnya. Tentu, Otonomi Daerah harusnya menghasilkan pemerintah yang lebih berbuat banyak untuk itu. Dengan perda-perda yang tidak tepat, akan menghambat perkembangan perekonomian daerah itu sendiri. Bahkan, Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementrian Perdagangan, Soebagyo, menilai banyaknya perda penghambat dikarenakan pemerintah daerah kurang memahami esensi dan isi dari Peraturan Presiden No. 112/2007 dan Permendag No. 53/2008. Bukan karena “minimarket-nya” tapi karena tidak paham aturan zonasi, jarak, dan aturan-aturan lain terkait Perpres dan permendag.
Lantas, apakah ritel modern tiada berdosa? Saya tidak merasa berhak menghakimi, namun, dari pandangan mata, keberadaan beberapa minimarket di lingkungan sekitar rumah bersamaan dengan keberadaan minimarket modern milik pribadi. Saya tidak tahu pasti mengenai pendapatan masing-masing usaha, namun dalam beberapa tahun terakhir berdampingan, saya rasa belum ada salah satu usaha yang tiba-tiba bangkrut. Mungkin sama halnya warung-warung kecil yang –juga-- kalau ngomongin jarak, berdekatan satu sama lain tapi tetap bertahan dan biasanya, dari sedikit obrolan, cukuplah membantu si empunya dalam membiayai kebutuhan sehari-hari.
Jadi, benarkah keberadaan ritel modern tidak mengganggu ritel tradisional? Anda punya pengalaman dan pendapat?