Lebih apes lagi, di beberapa daerah, muncul Peraturan Daerah (perda) yang melarang berdirinya minimarket. Pembatasan pendirian ini salah satunya di Kota Depok, Jawa Barat. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Depok sejak Mei sudah tidak menerbitkan lagi surat rekomendasi untuk untuk pendirian minimarket Alfamart dan Indomaret. Pemerintah beralasan keberadaan dua minimarket tersebut memicu iklim persaingan yang tidak sehat. Sebuah alasan yang sama dengan masyarakat, bahwa, minimarket berjarak kurang dari 1 km dari pasar tradisional dan mematikan pasar tradisional dan pedagang kecil (warung-warung rokok dan sejenisnya).
Apa benar?
Faktanya, penulis melihat, seringkali keberadaan pasar modern tidak mengganggu pasar tradisional, bahkan kerap menjadi pelengkap. Ambil contoh Ramayana dan Robinson. Sudah menjadi pemandangan umum kedua pasar modern ini selalu berdampingan bahkan ditengah-tengah pasar tradisional. Ini terjadi sejak lama. Ditempat tinggal penulis, di daerah Bogor, tercatat Ramayana di pasar Anyar dan Yogya Dept Store (Jogja Lama) di depan Kebun Raya yang langsung berhubungan dengan pasar tradisional di belakangnya.
Bagaimana dengan Pemerintah? Menurut penulis, tidak bijak dalam rangka “mengambil hati masyarakat” maka pemerintah kabupaten atau kota bersangkutan langsung menolak setiap keberadaan minimarket. Sebab, dalam banyak hal, minimarket menunjang kebutuhan dan memajukan perekonomian. Hanya saja, pengaturan dan peraturannya yang harus jelas. Perda yang dibuat seyogyanya bukan Perda yang melakukan restriksi ekspansi, namun lebih ke Perda ritel yang mengatur hak jarak, peruntukan dan pendirian. Dan yang paling penting, dari sudut pandang administrasi negara, tidak bertentangan dengan peraturan diatasnya, dan mengkaji terlebih dahulu baik dampaknya maupun analisa kondisi yang ada.
Perda-perda mengenai zonasi pasar tradisional dan modern dengan adanya klausul pelarangan/penolakan adanya ritel modern khususnya minimarket sebenarnya jelas bertentangan dengan Perpres No. 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Tentu dalam pelaksanaannya akan terjadi konflik sehingga diperlukan kajian terlebih dahulu dan duduk bersama antara tokoh masyarakat, asosiasi bisnis terkait, dan pemerintah.
Mengenai alasan kebangkrutan UKM (pengusaha kecil), penulis ingat pernyataan Syarif Hasan, Menteri Koperasi dan UKM bahwa minimarket bukanlah penyebabnya. Pada tataran praksis, inti dari merebaknya minimarket adalah kebutuhan akan barang-barang konsumsi yang bersih, modern, supply terjaga dan harga yang tidak fluktuatif terlalu sering. Untuk itu, ketika Pasar Tradisional direvitalisasi, sehingga dari sisi tertentu “modern” maka keberadaan pasar tradisional tetap menjadi rujukan utama masyarakat. Apalagi, pasar tradisional dapat menjadi pusat barang-barang konsumsi sebelum bergerak ke toko-toko distribusi. Toko-toko tradisional pun, berpotensi menjadi ritel modern. Tidak perlu menjadi Alfamart, Indomaret, Yomart dan seterusnya. Bisa dengan merk sendiri, asal manajemen dan perlakuan pelanggan secara modern. Penerapannya mulai dari model swalayan, dan tentu, tidak boleh ada “kasbon” seperti yang seringkali terjadi.