Arie keriting melangkah santai ke atas panggung sambil ngomel dengan logat khasnya, “yang lain dipersilahkan naik, saya tidak dipersilahkan. Terpaksa naik sendiri”. Omelannya itu disambut tawa oleh sekitar 200 orang lebih peserta Perayaan 10 Tahun Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) di Hotel Clarion, Makassar, pada 23 September 2014 kemarin.
Di hari jadinya yang ke-10, BaKTI mengundang berbagai unsur pembangunan di KTI, antara lain Pemerintah Daerah, Legislatif, Rektor Unhas, Akademisi, Peneliti, Lembaga Donor, LSM serta undangan lain untuk menghadiri Perayaannya yang agenda utamanya adalah presentasi kisah inspiratif dari 10 orang inspirator. Arie Keriting salah seorang diantaranya.
Saya tidak tahu, apakah saya bisa presentasi atau tidak, karena saya biasanya hanya stand up comedy. Tapi jangan khawatir Bapak, ibu, Om, Tante, Kakak, Adek, karena saya sudah menyiapkan slide presentasi yang tidak kalah bagus dengan yang lainnya. Demikian kalimat pembuka Presenter terakhir ini, setelah mengucapkan salam. Bisa ditebak, peserta kembali tertawa.
Saya memilih mengulas presentasi Arie Keriting, karena saya yakin, undangan lain yang hadir akan menuliskan lebih baik tentang aksi hebat 9 inspirator lain, yang sudah terlebih dahulu mempresentasikan aksinya tuk Indonesia, sebelum Arie.
Selain itu, surprise saja bagi saya, menemukan Arie sedang presentasi, bukan ber-stand up comedy.
Salut pada Arie yang berhasil memukau dengan presentasinya yang hanya berisi 5 slide saja. Lawakan-lawakan yang dilemparkan oleh Arie di saat presentasi, terselip kritikan dan mengusik rasa ke Indonesiaan kita, khususnya bagi yang berada di Kawasan Timur Indonesia.
Mengapa Komedi
Dengan judul presentasi, “Komedi cara KTI”, Arie memaparkan mengapa ia memilih ber-stand up comedy dan apa kontribusi komedinya untuk pembangunan KTI.
Dengan ekspresi ala Arie, slide pertamanya dimulai dengan pernyataan lelucon bahwa jika ia demo menyuarakan aspirasi, ia tidak didengar dan tidak laku. Sudah bukan jamannya lagi bersuara dengan jalan kekerasan, makanya ia memilih jadi komedian saja, biar lebih terkenal.
Baginya, komedi merupakan cara lain memaparkan hal-hal serius, termasuk membahas pembangunan dengan cara menyenangkan. Komedi juga bisa menjadi mesin yang mengubah duka cita menjadi canda tawa.
Bayangkan jika kita membahas hal menyedihkan, dengan cara menyedihkan juga, maka semakin terpuruklah kita, demikian kata Arie sambil menyusul pernyataannya dengan memberi contoh sebuah lelucon tentang sindiran atas lemahnya prasarana kesehatan di sebuah desa.
Komedi bagi Arie merupakan jembatan untuk berkomunikasi dengan banyak pihak tentang apa saja. Pastinya, termasuk tentang hal-hal terkait kemajuan KTI.
Melawan Stigma
Tidak bisa dipungkiri bahwa ada stigma-stigma tertentu yang melekat untuk masyarakat yang berasal dari Kawasan Timur Indonesia. Stigma bahwa orang KTI cenderung kasar, bersuara keras dan malas, adalah merupakan hal yang menjadi alasan Arie untuk berada di area komedi.
Orang akan menerima kita dan mendengar kita, jika stigma negatif tentang kita sudah lenyap. Kira-kira pesan itu yang ingin disampaikan oleh Arie dalam slide keduanya tentang melawan stigma.
Stigma tentang orang KTI yang harus dilawan melalui komedi, menurut Arie, adalah stigma-stigma yang telah terbangun di masyarakat sejak dulu dan masih saja ada hingga sekarang, bahkan di lingkungan akademisi.
Pemberitaan yang tidak berimbang tentang KTI, yang terkadang cenderung memblow up kekerasan, serta iklan-iklan tertentu, turut berkontribusi pula membangun stigma-stigma yang harusnya bisa dilawan oleh kita.
Dalam presentasi bergaya komedi ini, Arie sempat pula menyatakan kekecewaannya pada segelintir anak-anak muda, generasi penerus di KTI, yang kemudian menyerap stigma-stigma yang sudah tumbuh, sehingga semakin memperkuat stigma tersebut.
Jangan! Kita harus menunjukkan ke orang-orang, bahwa apa yang mereka pikir tentang kita di Indonesia Timur hanyalah stigma belaka. Bukan malah semakin membuktikan stigma itu, Kata Arie menegaskan.
Yang menarik bagi saya, adalah dua slide terakhir yang hanya berisi foto Bill Cosby dan Barrack Obama, yang sesungguhnya mempertajam pesan yang ingin disampaikan oleh Arie kepada semua undangan yang hadir.
Sepanjang presentasi, mungkin dipenuhi tawa terbahak-bahak para undangan, tapi bagi saya, Arie berhasil menyampaikan pesan bagaimana ia mampu menggunakan potensi stand up comedy yang ia miliki, untuk berkontribusi bagi pembangunan KTI.
Tatkala ribuan orang berebut kursi legislatif, yang katanya demi memiliki kewenangan memperjuangkan masyarakat, khususnya masyarakat miskin, seorang Arie Keriting memilih menyuarakan aspirasinya sebagai masyarakat, melalui komedi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI