“Kamu siap ditempatin dimana aja, mbak?” Tanya pewawancara saat aku masuk di tahapan tes wawancara PLN. Diriku yang saat itu masih berusia 17 tahun tentu saja belum berpikiran ditempatkan jauh dari orang tua.
“PLN itu bukan hanya berada di dekat kampung halamanmu loh,” lanjutnya sedikit berkelakar. Membuatku menelan ludah. Bingung mau menjawab apa.
“Saya sendiri sudah puluhan tahun tinggal jauh dari kampung halaman,” bapak berkumis tipis itu melanjutkan kalimatnya. Lalu kujawab dengan anggukan kepala dan nada yang ragu; saya siap pak.
Empat tahun berlalu, aku sudah mengabaikan pertanyaan saat tes wawancara. Saat ini penempatan di Area Bontang, Wilayah Kaltim-Kaltara. Tak ada yang mengejutkan saat saya mendengar pengumuman penempatan, semuanya biasa saja. Mungkin sudah merasa siap ya? Haha. Pemikiranku saat itu yang hanya ingin ditempatkan tak jauh dari keluarga sudah kubuang jauh-jauh setelah mengetahui bahwa masih banyak unit kerja yang membutuhkan SDM.
Setelah sekitar tiga tahun bekerja di PLN, asam garam selama bekerja mulai dirasakan. Sebagai wanita yang aktif, tentu saja kegiatanku sehari-hari tak hanya melulu kuhabiskan dengan kegiatan yang berhubungan dengan korporat. Traveling menjadi salah satu kegiatan pembunuh kejenuhan karena kegiatan di kantor. Keluar dari zona nyaman, bertemu dengan orang banyak itu menyenangkan. Aku sering melakukannya sendiri. Saat ditanya kawan : Apa kamu nggak takut kemana-mana sendirian? Dengan sedikit asal saya menjawab : Kenapa harus takut kalau aku masih bertemu dengan asset milik PLN? Tinggal ikuti saja, pasti bermuara ke unit PLN. Saudaraku juga banyak tersebar di seluruh penjuru negeri, jadi apa lagi yang harus ditakutkan?
Ternyata, ke-asal-anku menjawab menjadi kenyataan. Saat bepergian ke suatu daerah dan menemukan kantor PLN, entah mengapa ada perasaan lega dihati; ‘Ah, ada kantor PLN. Berarti ada saudaraku yang bertugas disana.’
Itu kelegaan yang pertama, kelegaan yang kedua adalah ketika bertemu dengan sebuah ‘kebuntuan’ saat melakukan traveling, entah itu tidak menemukan tempat singgah atau yang lain, aku menghampiri unit PLN terdekat dengan menyodorkan ID Card PLN yang selalu kubawa kemana-mana. Lalu sedikit berbasa-basi, menanyai kondisi sistem atau yang lain dan akhirnya menceritakan kebuntuan yang dialami. Masalah tak menemukan rumah singgah pun terpecahkan dengan menumpang di kantor PLN semalam :D . Kelegaan yang kedua pun dirasakan. Ternyata PLN tak hanya bisa menerangi, tapi juga menambah teman dari unit-unit lain sambil mengenal budaya bangsa.
Kembali ke Bontang, Kalimantan Timur. Eh ternyata area pelayanan Area Bontang jauh-jauh juga, hahaha. Paling jauh terletak sekitar 8 jam perjalanan dari kantor Area. Disinilah petualanganku sambil bekerja dimulai. Mengunjungi unit-unit kerja dengan kontur jalan makadam, berlumpur, tanpa sinyal, perbukitan karst kuno dan penuh dengan perkebunan sawit sudah menjadi pemandangan lazim ketika mengunjungi unit-unit kerja di area Bontang. Cuplikan Mars PLN : Menyediakan Listrik ke seluruh pelosok tanah air serta layani kebutuhan kota dan pedesaan ternyata terbukti juga.
Tak semuanya unit kerja di Area Bontang teraliri listrik 24 jam. Ada yang masih 14 jam, bahkan 8 jam. Delapan jam? Listrik hanya menyala sepertiga dari satu hari penuh. Dari pukul 4 sore sampai 12 malam. Sistem kelistrikan masih isolated dan disuplai dari satu unit mesin PLTD saja. Di Bontang, Kantor Pelayanan (KP) atau Unit Listrik Desa (ULD) merupakan garda terdepan pelayanan masyarakat di pedesaan. Setiap karyawan yang bertugas di KP maupun ULD harus serba bisa; memahami dari sisi pembangkitan, pelayanan hingga titik transaksi ke pelanggan. Tak hanya serba bisa, mereka bahkan harus siap siaga ketika ada gangguan dari sisi pembangkitan, jaringan, atau meter setiap saat. Jangan kira ada petugas pelayanan reaksi cepat, atau pelayanan teknik disana.
“Maklum didesa mbak, kalau pagi sampai sore di kebun. Makanya bentar aja nyalanya, hehe.” ucap kepala ULD.
Benar-benar pengalaman tak biasa bagiku yang selalu tinggal di tempat yang full mendapat pasokan listrik nonstop.