Mohon tunggu...
Undix Doang
Undix Doang Mohon Tunggu... -

Menulis tidak bisa diajarkan, tapi bisa dipelajari.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tiga Menit Menjelang Kiamat (The Last Three Minutes)

20 Maret 2010   17:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:18 553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari Kiamat Tanggalnya: 21 Agustus 2126. Hari Kiamat. Lokasi: Bumi. Di segenap penjuru planet ini, penduduk yang putus-asa mencoba sembunyi. Bagi milyaran orang, tak ada tempat untuk berlindung. Sejumlah orang kabur ke bawah-tanah, dengan putus-asa mencoba mencari gua dan memanfaatkan sumur galian tambang, atau menyelam ke bawah laut dengan kapal selam. Yang lain lagi mengamuk, telengas, dan kejam. Sebagian besar manusia lain hanya duduk bengong dan cemberut, menunggu datangnya akhir. Jauh di langit sana, satu tiang cahaya menggores angkasa. Pancaran cahaya samar-samar, yang semula kecil saja, telah menggembung hari demi hari, dan membentuk satu pusaran gas mendidih yang menjulang menuju kehampaan ruang angkasa. Pada puncak jejak uap itu terdapat sebongkah gumpalan yang gelap, menakutkan, membahayakan. Kepala komet yang kecil itu tak sepadan dengan daya-hancurnya yang mahadahsyat. Komet itu mendekati planet Bumi dengan kecepatan 40.000 mil per jam, 10 mil per detik--segumpal es dan karang seberat triliunan ton yang siap menghantam dengan kecepatan tujuh puluh kali kecepatan suara. Umat manusia hanya bisa mengamati dan menunggu. Para ilmuwan yang telah sekian lama mengabaikan teleskop-teleskop mereka dalam menghadapi peristiwa yang tak bisa dihindari, diam-diam mematikan komputer mereka. Simulasi bencana yang tanpa akhir masih tetap terlalu tidak pasti, dan kesimpulan mereka pun terlalu menakutkan untuk bisa mendamaikan publik. Sejumlah ilmuwan telah mempersiapkan strategi kelangsungan hidup dengan mempergunakan pengetahuan teknis mereka untuk memperoleh keuntungan atas sesama umat manusia. Orang lainnya berencana untuk mengamati bencana alam ini secermat mungkin, mempertahankan peran mereka sebagai ilmuwan sejati hingga titik darah penghabisan, mengirimkan data ke kapsul-kapsul waktu yang tertanam dalam di Bumi. Demi anak cucu... Saat terjadinya tubrukan semakin mendekat. Di seluruh penjuru dunia, berjuta-juta orang terus-menerus melongok ke arah jarum jam mereka dengan gugup. Tiga menit terakhir. Tepat di atas titik nol, langit tersingkap. Seribu mil kubik udara menyembur. Seuntai lidah api besar datang menyambar dan lima belas detik kemudian menjilat Bumi. Planet kita gemetar karena goncangan seribu gempabumi. Gelombang-kejut, akibat berpindahnya udara, pun menerjang permukaan Bumi, melantakkan semua bentuk, menerjang apa pun yang menghadang. Dataran di seputar tempat tubrukan itu menyembul dalam suatu lingkaran bukit cair setinggi beberapa mil, membongkar isi perut Bumi dalam suatu kawah yang jaraknya seratus mil. Dinding karang yang telah mencair beriak keluar, memperlihatkan suatu pemandangan yang menyerupai selimut yang dikibaskan dengan gerakan lambat. Dalam kawahnya sendiri, triliunan ton cadas menguap. Lebih banyak lagi cadas yang terpental ke atas, di antaranya ada yang terlempar ke angkasa. Dan semakin lebih banyak lagi cadas yang terbang melintasi setengah benua dan turun sebagai hujan di tempat yang jaraknya ratusan atau bahkan ribuan mil, menghancurkan semua benda yang ada di bawah. Sejumlah lelehan itu jatuh ke laut, menimbulkan tsunami besar yang semakin memperparah malapelatakanya. Sejumlah besar serpihan debu mengumpul di atmosfer, sehingga menutup cahaya matahari di segenap penjuru planet. Dengan demikian, cahaya matahari pun digantikan dengan silaunya pendar semilyar meteor, memanggang tanah di bawahnya dengan panasnya yang menyengat, ketika materi-materi itu menerjang kembali dari ruang angkasa ke atmosfer. --------------------------------- Skenario di atas didasarkan pada prediksi bahwa komet Swift-Tuttle akan menghantam Bumi pada 21 Agustus 2126. Kalau memang begitulah kejadiannya, tak pelak lagi akan diikuti oleh bencana global, menghancurkan peradaban umat manusia. Ketika komet ini mengunjungi kita pada 1993, perhitungan dini pun menyatakan bahwa tubrukan pada 2126 merupakan suatu kemungkinan yang jelas. Setelah itu muncul perhitungan ralatnya yang mengindikasikan bahwa komet itu hanya akan melintasi Bumi tanpa menubruk selama dua minggu: hampir saja, tapi kita bisa bernapas lega. Namun, bahaya tidak hilang secara keseluruhan. Cepat atau lambat, Swift-Tuttle atau suatu objek macam ini toh akan menghantam Bumi. Diperkirakan ada 10.000 objek--berdiameter setengah kilometer atau lebih--bergerak di orbit persilangan-Bumi. Para penyelundup astronomik yang berasal dari angkasa luar membeku ini menjangkau sistem matahari. Beberapa di antaranya adalah sisa-sisa komet yang terperangkap dalam medan gravitasi planet-planet, sedangkan yang lainnya berasal dari sabuk asteroid yang terletak di antara Mars dan Jupiter. Ketidakstabilan orbital menyebabkan berkesinambungannya lalu lintas benda-benda kecil tapi mematikan ini, memasuki dan keluar dari sistem matahari dalam (inner solar system), menimbulkan ancaman yang selalu ada bagi Bumi dan planet-planet lainnya. [Diterjemahkan dari pengantar bukuThe Last Three Minutes: Conjectures About The Ultimate Fate Of The Universe , Paul Davies]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun