Mohon tunggu...
Undix Doang
Undix Doang Mohon Tunggu... -

Menulis tidak bisa diajarkan, tapi bisa dipelajari.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Simulasi Komputer dan Kisah Fiksi

17 Januari 2011   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:29 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1295164190174853800

Pada Februari 1994, majalah Science menerbitkan makalah, “Verifikasi, Validasi, dan Penegasan Model-Model Numerik dalam Ilmu-Ilmu Bumi,” yang membahas masalah-masalah yang diajukan oleh simulasi-simulasi komputer. Artikel itu, yang luarbiasa post-moderen sifatnya, ditulis oleh Naomi Oreskes, seorang ahli sejarah dan geofisika di Dartmouth College; Kenneth Belitz, seorang ahli geofisika juga di Dartmouth; dan Kristin Shrader Frechette, seorang filsuf pada the University of South Florida. Meski memusatkan perhatian pada pembuatan model geofisika, peringatan-peringatan mereka betul-betul berlaku bagi segala macam model numerik (sebagaimana mereka akui dalam sepucuk surat yang diterbitkan oleh Science beberapa minggu kemudian). Para penulis itu mengatakan bahwa model-model numerik itu menjadi makin berpengaruh dalam perdebatan tentang pemanasan global, menipisnya cadangan-cadangan minyak, kecocokan tempat-tempat pembuangan sampah nuklir, dan masalah-masalah lain. Artikel mereka itu dimaksudkan untuk menjadi peringatan bahwa “verifikasi dan validasi model-model numerik tentang sistem-sistem alam itu mustahil dilakukan.” Satu-satunya pernyataan yang dapat diverifikasi—artinya dibuktikan kebenarannya—adalah yang menyangkut logika murni atau matematika. Sistem-sistem semacam itu sifatnya tertutup, dalam arti bahwa semua komponennya didasarkan pada aksioma-aksioma yang benar menurut definisi. Dua tambah dua sama dengan empat menurut kesepakatan umum, bukan karena persamaan tersebut sesuai dengan suatu kenyataan eksternal. Sistem-sistem alam itu senantiasa terbuka, kata Oreskes dan rekan-rekannya; pengetahuan kita tentang sistem-sistem itu senantiasa tidak lengkap, bersifat kira-kira, paling banter, dan kita tak pernah dapat merasa yakin bahwa kita tidak melewatkan sejumlah faktor yang penting.  “Apa yang kita sebut data,” kata mereka menjelaskan, “itu penuh dengan penanda-penanda fenomena alam, untuk gejala-gejala ini kita tidak memiliki akses lengkap. Banyak kesimpulan dan pengandaian dapat dibenarkan berdasarkan pengalaman (dan sebagian ketidakpastian dapat diperkirakan), tetapi sampai tingkat mana pengandaian kita berlaku di sebuah kajian baru tak akan pernah dapat ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu pengandaian-pengandaian yang sudah tertanam tersebut membuat sistem itu terbuka.” Dengan kata lain, model-model kita senantiasa merupakan idealisasi-idealisasi, pendekatan-pendekatan, dan perkiraan-perkiraan. Para penulis itu menekankan bahwa bila sebuah simulasi secara tepat meniru atau bahkan meramalkan perilaku sebuah gejala nyata, model itu masih belum dibuktikan kebenarannya. Orang tak akan pernah dapat yakin apakah kecocokan itu berasal dari kesesuaian sejati antara model itu dengan kenyataan atau hanya kebetulan. Terlebih, senantiasa mungkin bahwa model-model lain, yang didasarkan pada pengandaian-pengandaian yang berbeda, dapat membawa hasil-hasil yang sama.  Oreskes dan rekan-rekan penulisnya mengatakan bahwa filsuf Nancy Cartwright menyebut model-model numerik itu “sebuah karya fiksi.” Sebuah model, sama dengan novel, dapat cocok dengan kondisi sesungguhnya, tetapi model itu bukan benda “nyata.” Seperti halnya novel, model itu dapat meyakinkan—model itu dapat terkesan benar, kalau setia pada pengalaman kita tentang dunia alamiah. Tetapi persis sebagaimana kita dapat bertanya-tanya sejauh mana tokoh-tokoh novel itu diambil dari kehidupan nyata dan seberapa jauh merupakan rekaan, kita boleh mengajukan pertanyaan yang sama kepada satu simulasi: - Seberapa jauh didasarkan pada pengamatan dan pengukuran fenomena yang terjangkau - Seberapa jauh didasarkan pada pertimbangan bijaksana - Seberapa jauh berupa kenyamanan seseorang? Mereka berpendapat, bahwa satu simulasi dapat meneguhkan bias-bias kita dan mendukung intuisi-intuisi yang keliru. Oleh karena itu, simulasi-simulasi itu paling bermanfaat bila digunakan untuk membantah rumusan-rumusan yang sudah ada (falsifikasi), bukan untuk membela kebenarannya (verifikasi).  ------------------- Disadur dari buku John Horgan, The End of Science: Facing the Limits of. Knowledge in the Twilight of the Scientific Age

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun