Mohon tunggu...
Undipa Akbar
Undipa Akbar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa di Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL UGM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Segitiga SPK sebagai Alat Bantu Analisis Konflik

26 Mei 2022   02:17 Diperbarui: 26 Mei 2022   02:28 5367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Manusia sebagai makhluk sosial sudah sewajarnya memiliki interaksi sosial dengan sesama manusia lain. Sayangnya, manusia satu dengan manusia lainnya tidaklah sama. Karenanya gesekan dalam keseharian aktivitas manusia merupakan hal yang terelakkan lagi. Gesekan-gesekan yang ada itulah yang biasa dikenal sebagai “konflik”. Konflik sendiri tidaklah selalu bermakna negatif sehingga harus dijauhi, melainkan konflik merupakan sebuah aktivitas positif dengan catatan apabila dapat dikelola dengan baik. Sebab, dalam banyak kondisi, kita dituntut untuk memperjuangkan hak kita sebagai sebuah individu ataupun kelompok yang terkadang mendapat halangan dari pihak lainnya. Kondisi seperti inilah yang membuat kita harus berani untuk berkonflik. Oleh karena itu, untuk dapat berkonflik dengan baik dan menghasilkan hasil sesuai keinginan serta tanpa kekerasan, maka perlu kita mempelajari tata kelola konflik yang benar. Salah satu buku yang dapat dibaca untuk memahami lebih dalam mengenai manajemen konflik adalah buku karya Simon Fisher yang berjudul “Working with Conflict: Skills & Strategies for Action”. Buku ini sendiri sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, salah satunya bahasa Indonesia dengan judul “Mengelola Konflik: Ketrampilan & Strategi untuk Bertindak”. Buku ini membahas banyak hal mengenai konflik, salah satunya ialah mengenai alat bantu analisis konflik. Terdapat beberapa alat bantu analisis konflik yang ditulis dalam buku ini yang dapat kita gunakan, misalnya segitiga SPK.

Segitiga SPK merupakan alat bantu analisis konflik yang memiliki tiga komponen utama: konteks atau situasi, perilaku aktor yang terlibat, dan sikap dari para aktor. Konteks merupakan hal yang melatar belakangi dan menjadi “wadah” bagi konflik bertumbuh. Sikap merupakan respon dari aktor terhadap konteks yang ada, namun tidak tampak secara eksplisit.  Adapun perilaku merupakan tanggapan lanjutan dari sikap para aktor terhadap konteks yang ada dan perilaku ini tampak secara eksplisit. Ketiga komponen ini memiliki relasi yang saling memengaruhi satu sama lain yang digambarkan dengan dua arah tanda panah. Tujuan dari segitiga SPK sendiri ialah mengidentifikasi ketiga faktor tersebut pada setiap aktor. Melalui identifikasi inilah, faktor-faktor yang ada dicoba untuk dihubungkan dengan berbagai kebutuhan guna melakukan intervensi pada situasi konflik sehingga konflik dapat terkelola dengan baik. Meskipun demikian, sebenarnya tujuan dari segitiga SPK ini sangat bergantung pada waktu penggunaannya. Apabila analisis dilakukan di awal konflik, maka analisisnya bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai motivasi dari para aktor. Apabila dilakukan selama konflik berlangsung, maka tujuannya adalah mengamati perubahan dan hubungan dari berbagai aspek yang terlibat. Apabila dilakukan pada akhir konflik, maka tujuannya adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat diatasi pada konflik melalui intervensi pada faktor terkait.

Lalu, bagaimana cara menggunakan segitga SPK? Setidaknya, terdapat empat langkah dalam penggunaan alat bantu analisis ini. Pertama menggambar sebuah segitiga dengan tiga variabel, yakni S (sikap), P (perilaku), dan K (konflik) untuk berbagai aktor yang terlibat sehingga jumlah segitiga yang ada adalah sebanyak jumlah aktor yang terlibat. Kedua membuat daftar isu-isu pokok yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan konteks dari sudut pandang para aktor yang berpartisipasi. Ketiga menuliskan kebutuhan dan/atau kekhawatiran dari para aktor berdasarkan persepsi kita. Keempat membandingkan segitiga-segitiga yang ada dan mecoba mencari persamaan dan perbedaan di antara para aktor.

Untuk lebih memahami mengenai segitiga SPK ini, saya akan memberikan contoh dari komponen sikap, perilaku, dan konteks dari salah satu aktor yang terlibat dalam konflik berupa demonstrasi penolakan pengadaan tambang di Wadas, yakni mahasiswa. Konteks dari konflik ini ialah adanya rencana pengadaan lahan tambang di Desa Wadas. Padahal, tambang dianggap akan merusak lingkungan hidup dan ekosistem di Desa Wadas. Selain itu, pertambangan berpotensi mencabut sumber ekonomi warga setempat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani. Alhasil, sikap yang muncul adalah menganggap bahwa pemerintah mendukung perusakan lingkungan hidup, mementingkan kepentingan pengusaha dan investor daripada masyarakat kebanyakan, yang karenanya perlawanan terhadap kebijakan pemerintah di Desa Wadas harus dimulai. Perilaku yang timbul sebagai kelanjutan dari sikap dan konteks mahasiswa ini akhirnya adalah berbagai rangkaian demonstrasi sebagai bentuk perlawanan terhadap pemerintah.

Sekali lagi, konflik merupakan sebuah aktivitas yang tidak bisa kita pisahkan dari kehidupan kita sebagai makhluk sosial. Selain itu, konflik merupakan suatu hal positif selama berhasil untuk dikelola dengan baik. Karenanya penting bagi kita mempelajari tata kelola konflik dengan salah satunya mengenal dan memahami alat bantu analisis konflik berupa segitiga SPK. Semoga bermanfaat dan selamat berkonflik!

               

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun