Ketika saya kuliah dulu di jurusan Akuntansi, ada mata kuliah yang membahas tentang bond atau dalam Bahasa Indonesia berarti obligasi. Dalam mengulas masalah bond tersebut, terdapat istilah Mature Value. Mature Value disini berarti nilai jatuh tempo bond tersebut. Saya ingat dengan jelas, saat itu saya sempat nyeletuk di dalam kelas tentang mature value yang saya artikan sebagai nilai kedewasaan. Hanya celetukan, namun akhirnya membuat saya berpikir lebih jauh tentang hal itu. Dan dari situ timbul suatu pertanyaan. Adakah mature value -dalam hal ini berarti nilai kedewasaan- dalam kehidupan? Adakah cara untuk mengukur nilai kedewasaan seseorang? Pertanyaan simpel, namun cukup menohok bagi saya. Seringkali saya mendengar omongan dari teman “Kalau kamu terus begini, kapan dewasanya?’, “Si Anu dewasa banget ya”, atau yang paling sering adalah mendengar kalimat yang menjadi motto beberapa orang “Tua itu pasti, Dewasa itu pilihan”. Menurut saya, kedewasaan itu seperti cinta dan kentut. You can’t see it, but you can feel it. Ukuran perasaan seseorang terhadap nilai kedewasaan sangat bervariasi. Tidak ada ukuran pasti mengenai nilai kedewasaan. Tidak ada alat untuk mengukurnya (saya membayangkan andaikan ada alatnya, namanya pasti MatureMeter). Tidak ada rumus untuk menghitungnya. Semua tergantung individu penilainya. Dalam pandangan saya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian kedewasaan seseorang. Umur. Pengalaman Hidup. Lingkungan. Bagaikan dua sisi mata uang yang saling membelakangi namun sekaligus saling melengkapi. Saya sesungguhnya sangat benci sekali dengan orang yang suka menilai kedewasaan orang lain. In my mind, dia masih belum dewasa sama sekali. Tapi itu hanyalah teori. Ingat, yang paling susah dari suatu teori adalah prakteknya. Kedewasaan dalam dunia nyata, dalam kehidupan, tidak semudah ketika kita membahasnya. Semua kembali ke dalam diri masing-masing. Apakah kedewasaan sudah siap untuk ada dalam diri kita. Apakah kita sudah siap menerima konsekuensi atas sebuah pilihan. Mengutip sebuah kalimat yang cukup populer, “Life is just a matter of choice”. Tidak ada pilihan yang salah. Kesalahan adalah ketika kita tidak mampu menerima konsekuensi atas pilihan kita di masa lalu. Itulah yang membuat pilihan hidup menjadi susah. Dan akhirnya, saya tidak setuju dengan kalimat “Tua itu pasti, dewasa itu pilihan”. Dewasa itu bukan pilihan. Dewasa itu harus dipilih. Harus dijalani. Kalau dewasa itu pilihan, bisa saja saya memilih untuk tidak dewasa. Dewasa itu suatu keharusan. Mungkin ada beberapa orang yang heran, teman sepermainan, seumur dengan dia ternyata lebih dewasa dalam bersikap, berpikir dan bertindak. Semua ada waktunya. Semua ada prosesnya. Nikmatilah proses itu. Berproses itulah inti dari suatu hasil. *akhirnya bisa juga post selain Interview with Cuber Pangkalpinang, 31 Agustus 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H