Mohon tunggu...
unangatmaja
unangatmaja Mohon Tunggu... Dosen - Mengajar di Universitas Siliwangi

Saya suka membaca apa saja terutama yang berkaitan dengan teknologi, dan ekonomi lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Menata Masa Depan dari Laut: Filosofi dan Inovasi Ekonomi Biru

17 Desember 2024   05:30 Diperbarui: 17 Desember 2024   06:00 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

           Bayangkanlah suatu masa di mana lautan, dengan segala keindahannya, tak lagi dipandang sebagai sumber daya tak terbatas yang dapat dieksploitasikan, melainkan menjadi mitra sejati dalam pembangunan berkelanjutan. Filosofi yang tidak semata-mata menekankan harmoni antara manusia dan alam, namun juga memberi inspirasi akan solusi-solusi praktis bagi tantangan global seperti perubahan iklim, polusi, dan ketimpangan ekonomi. Itulah inti dari ekonomi biru---gagasan yang sederhana namun revolusioner.

            Apakah sebenarnya ekonomi biru? Mengapa konsep ini berbeda dari pendekatan ekonomi hijau yang lebih dikenal? Filosofi ekonomi biru melangkah lebih jauh dengan mengajak kita untuk "meniru alam." Dipopulerkan oleh Gunter Pauli, seorang inovator dan penulis buku The Blue Economy: 10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs, konsep ini menantang cara lama kita memandang ekonomi. Di alam, tak ada yang terbuang sia-sia; segala sesuatu memiliki peran, nilai, dan fungsi dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Pauli menunjukkan bahwa prinsip ini bukan hanya inspirasi ekologis, tetapi juga peluang bisnis yang menguntungkan.

            Di balik konsep filosofisnya, ekonomi biru menyimpan kisah-kisah manusia yang luar biasa. Bayangkanlah sebuah desa nelayan kecil di Maluku yang dahulu bergantung pada penangkapan ikan secara berlebihan hingga ekosistem lautnya rusak. Berkat penerapan ekonomi biru, mereka kini tidak hanya memulihkan terumbu karang melainkan juga menciptakan lapangan kerja baru dari wisata alam dan pengolahan hasil laut yang berkelanjutan. Atau kisah para inovator muda di Indonesia yang mengolah limbah plastik dari laut menjadi bahan bakar alternatif, memberi harapan baru bagi masa depan lingkungan dan energi.

            Tulisan ini berupaya membawa kita menjelajahi harmoni filosofis dan inovasi praktis dari ekonomi biru. Kita akan menyelami bagaimana konsep ini berkembang di pentas global, mengapa Indonesia harus memiliki posisi strategis menjadi pemimpin dalam gerakan ini, serta apa yang dapat dilakukan oleh individu, masyarakat, hingga pemerintah untuk mewujudkan masa depan yang lebih biru---lebih sehat, lebih inklusif, dan lebih berkelanjutan.

Filosofi Ekonomi Biru: Belajar dari Siklus alam

            Alam mengajarkan kita bagaimana daya dukung bumi dapat lestari tanpa pamanfaatan yang berlebihan. Di hutan hujan, daun-daun yang gugur dapat menjadi pupuk tanah yang subur. Buah-buahan yang jatuh menjadi santapan bagi hewan-hewan liar, sedangkan kotoran hewan akan diolah kembali oleh ekosistem. Tak ada yang dibuang sia-sia, semua saling terkait dalam rantai makanan yang seimbang. Filosofi inilah inti dari ekonomi biru: mempelajari cara alam menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa menimbulkan sampah.

            Menurut Gunter Pauli, penggagas konsep ini, ekonomi tradisional cenderung hanya fokus pada keuntungan jangka pendek tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya. Berbeda dengan alam, efisiensi tidak sekadar soal untung melainkan juga tentang keberlangsungan. Alam justru mengajari kita bagaimana memanfaatkan limbah menjadi sumberdaya berharga. Setiap tantangan adalah peluang, setiap limbah berpotensi menjadi sumber baru. Terinspirasi dari alam, ekonomi biru mewujudkan inovasi tidak hanya untuk keuntungan finansial tetapi juga pelestarian lingkungan.

            Contoh nyata terlihat pada usaha mikroorganisme yang memproses kulit jeruk menjadi minyak esensial atau teknologi pengolahan ampas kopi jadi bahan bakar nabati. Kedua inovasi tersebut mewujudkan konsep zero waste secara praktis dan menguntungkan. Di tanah air, nelayan Pangandaran kini tidak hanya menjual ikan segar melainkan juga mengolah hasil tangkapannya menjadi produk bernilai tambah untuk meningkatkan pendapatan dan daya dukung sumberdaya perikanan. Dan di daratan untuk menghemat air, budidaya ikan nila menggunakan teknologi bioflok yang sekarang banyak bermunculan di Tasikmalaya.

            Ekonomi biru bukan sekadar konsep besar tetapi juga cara pandang baru tentang optimasi sumber daya sekitar. Bukan sekadar "apa yang dapat diambil" tetapi juga "apa yang dapat dikembalikan" demi kelestarian bumi untuk generasi mendatang. Dengan belajar dari alam, harmoni antara manusia dan ekosistem, ekonomi dan lingkungan, masa kini dan masa depan dapat terwujud.

Tantangan dan Peluang Berkelanjutan di Samudra

            Laut bukan hanya luasnya perairan, tetapi sumber kehidupan bagi miliaran makhluk di muka bumi, termasuk manusia. Dari oksigen yang kami hirup hingga makanan di meja makan, laut memegang peran tak tergantikan. Akan tetapi, sejalan bertambahnya populasi dan eksploitasi sumber daya, laut menghadapi ancaman semakin nyata. Sampah plastik yang menumpuk, pemanasan air laut merusak terumbu karang, serta penangkapan berlebihan menggoyahkan keseimbangan ekosistem laut menjadi tantangan utama yang harus kita hadapi bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun