Mohon tunggu...
Nurhasanah Munir
Nurhasanah Munir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

I'm a dreamer and wisdom seeker// Ailurophile// write to contemplate

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

[Unlimited Dream] Menjadi Penulis Kreatif adalah Impian Saya

3 Mei 2016   13:51 Diperbarui: 10 Mei 2016   14:51 458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. pri || Saat menyampaikan makalah dalam Second International Conference of Human Thoughts and Islamic Studies, diselenggarakan oleh IC-Thusi, Sadra International Institute, Jakarta, 2015.

Salah satu impian saya sudah terpenuhi, yaitu menjadi guru atau pengajar, saya telah menjalankan profesi tersebut bahkan sebelum saya lulus sekolah dasar, saya teringat kembali masa itu dimana saya sangat senang mengumpulkan anak-anak kecil selepas shalat maghrib. Saya mengajarkan kepada mereka tentang pelajaran yang diajarkan di sekolah madrasah, khususnya mengaji dan bahasa Arab dasar. Selebihnya, saya merasa ada panggilan hati yang kemudian menjadikan diri saya sebagai pengajar dadakan. Orangtua saya tahu dan membiarkan saya berkembang seperti itu, mungkin karena diri saya yang terobsesi untuk menjadi seorang guru. Berbekal papan tulis kayu berwarna hitam dan beberapa kapur tulis, kami menjalani waktu petang kami dengan belajar bersama. Para orang tua yang anak-anaknya saya kumpulkan sangat mendukung kegiatan ini, saya bersyukur bahwa mereka memberi saya kepercayaan meskipun usia saya masih sangat kecil untuk mengajar anak-anaknya.

Mungkin karena saya juga suka sekali menulis dan corat-coret di papan tulis, saya merasa memiliki bakat menulis sejak saat itu, dan saya mencari media yang dapat menunjang hobi saya itu, tidak lama saya terpikat pada kertas warna-warni dan bergambar kartun serta buku diary, jadilah keduanya menjadi teman saya yang setiap hari selalu menjadi tempat curahan hati. Melalui coretan-coretan di buku diary tersebut, saya menceritakan kejadian yang saya alami baik yang menyenangkan, menyedihkan, atau menyebalkan.

Disamping itu, saya juga acapkali mengisi mading, yang ketepatan mading tersebut adalah milik remaja masjid yang beranggotakan abang saya dan para sahabatnya, tapi karena mading yang dipasang di halaman depan rumah kami tersebut selalu kosong, saya selalu menghiasnya dengan berbagai kreatifitas, dalam sekejap mading telah berisi dengan gambar-gambar yang telah diwarnai crayon atau pensil warna, kartu ucapan, puisi, cerita bergambar, dan lain sebagainya.

Beranjak remaja kebiasaan menulis belum juga sirna, saya selalu mencurahkan perasaan dalam buku diary, makanya saya selalu suka membeli buku diary dengan berbagai macam jenis, dari yang berukuran kecil, sedang, hingga besar seperti buku untuk belajar di sekolah. Pernah suatu kali saya ditanya oleh seorang kawan,”mengapa suka menulis?” – saya hanya menjawab, “karena saya suka melakukannya.” Hingga suatu masa, saya dikirim Abah saya untuk melanjutkan pendidikan setingkat SMA di sebuah pondok pesantren di Jawa Timur, saya masih menulis disela-sela waktu padat untuk belajar, padahal waktu yang saya punya tidak seperti masa-masa sebelum saya belajar di pesantren. Saya selalu rajin mengisi diary kesayangan saya, karena bagi saya, setiap pengalaman selalu bernilai pelajaran untuk ditulis dan sayang untuk dilewatkan. Biasanya saya menulis menjelang waktu tidur, saat lonceng pesantren berbunyi sepuluh kali. 

Saya lakukan itu tahun demi tahun, sampai saya terpilih menjadi guru dan mengabdi di pondok pesantren tersebut. Sahabat karib saya pernah mengatakan bahwa dirinya senang melihat saya gemar menulis, lantaran dirinya belum bisa menulis serajin saya, kami tertawa saat itu, ya.. saya mengagumi sahabat saya itu juga, tentunya karena kelebihan yang dia punya. Kami saling menyanjung, karena kami bersyukur dengan apa yang diberikan Tuhan kepada kami. Mulai dari kangen rumah, olahraga, camping, pramuka, pidato, sampai saat saya memiliki teman baru pun, saya tidak lupa untuk menceritakannya kembali di buku diary yang mungkin tidak sama dari tahun ke tahun karena sudah penuh dengan curahan hati saya.

img-20160327-wa0086-5728b5a7b67a6102095d0082.jpg
img-20160327-wa0086-5728b5a7b67a6102095d0082.jpg
Dok. E. Sri Mulyati || Bersiap untuk Camping di Bukit Bintang Bandung, 2016.

Terus terang saya merasa iri dengan mereka yang sangat produktif dalam menulis, menuangkan gagasan, pikiran, hingga motivasi. Saya juga selalu memburu aneka buku, demi mendapatkan referensi tulisan-tulisan yang indah, penuh semangat, bersahabat, dan membuat diri saya terpacu untuk terus menulis. Beberapa teman saya di pondok pesantren juga aktif menulis, menulis untuk buletin kampus, dari yang ilmiah sampai fiksi, hati dan pikiran saya dipenuhi dengan tanda tanya, kapan saya bisa produktif juga seperti mereka? Saya pengagum tulisan-tulisan mereka, sambil membaca tulisan mereka saya masih bergumam dalam hati, alangkah nikmatnya jika tulisan kita dapat dibaca orang banyak dan didiskusikan ataupun diperbincangkan.

Jika ditelusuri, ternyata saya senang dengan buku bergaya motivasi, dan saya pun juga tertarik dengan buku-buku bidang humaniora, yang didalamnya terdapat pendidikan, sosial, politik, tasawuf, filsafat, psikologi, sastra, dan seterusnya. Kesulitan yang saya alami adalah, saya tidak bisa ekspresif dalam menulis cerita, hal ini berbeda saat saya menulis tentang pengalaman pribadi yang saya rasa lebih mengalir, dan lebih mudah untuk dituliskan. Saya juga senang menulis puisi, beberapa puisi yang saya tulis hanya saya unggah di akun media sosial saya.

Namun ada kalanya, kepercayaan diri saya luntur seketika saat semangat menulis itu hampir padam, saya merasa seperti tak ada ide lagi untuk menulis, perlu pencerahan, refreshing dan lain-lain. Fakta berbicara lain, untuk menulis itu tidak membutuhkan alasan apapun, menulis ya menulis saja, menulis karena jari jemarimu ingin terus bergerak, pikiranmu ingin mencurahkan ide, membuat setiap huruf menjadi kata, dan setiap kata menjadi kalimat, dari kalimat menjadi satu rangkaian indah dan penuh makna, minimal untuk diri sendiri, dan lebih baik lagi jika bermanfaat untuk orang lain. Saat kepercayaan diri saya berangsur memudar, beberapa hal dapat menjadi faktor untuk mengembalikannya lagi, seperti saya akan mengingat kembali teman-teman saya yang sudah memiliki karya dan prestasi dalam dunia tulis-menulis, tapi lebih jauh, saya kembali percaya diri bukan untuk melahirkan karya ataupun mengukir prestasi, saya hanya ingin membuktikan pada diri saya sendiri bahwa saya mampu menulis sesuatu yang berguna, saya tidak ingin menyia-nyiakan pemberian Tuhan berupa akal dan pikiran untuk digunakan sebaik-baiknya.

Ada beberapa hobi saya yang masih berkaitan dengan dunia tulis-menulis, saya juga memiliki hobi jalan-jalan dan fotografi, dan saya ingin hobi saya tersebut dapat membawa manfaat bagi orang lain. Dalam benak saya, menjadi penulis kreatif memiliki akses tanpa batas, pun menceritakan pengalaman jalan-jalan akan sangat berguna sebagai referensi para pembaca. Memberikan informasi baru dari sudut pandang kita adalah hal yang menyenangkan, tak perlu mengharap balas apapun, karena yang sejati adalah yang memberi tanpa pamrih. Anda tentu akan sangat bahagia bila melihat hasil karya anda banyak dinikmati dan diminati oleh orang-orang yang bahkan belum mengenal anda. Namun, dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kesamaan dan kecondongan jiwa ataupun hati dapat menyatukan manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun