Mohon tunggu...
Nurhasanah Munir
Nurhasanah Munir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

I'm a dreamer and wisdom seeker// Ailurophile// write to contemplate

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Tahu Gejrot Level Sedang dengan 15 Biji Cabe Rawit

3 November 2016   11:00 Diperbarui: 3 November 2016   17:43 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya bukan penggila kuliner. Hanya saja, saat lapar, apa pun yang saya anggap mampu menahan perihnya perut akan saya lahap dengan sepenuh hati.

Kemarin, saya hanya makan bakso rawit saat jam makan siang, meskipun ada lontong sebagai pelengkap yang tersedia belasan jumlahnya diatas meja. Saya piker semangkuk bakso mampu mengganjal perut saya hingga sore hari, bahkan sampai tiba di rumah.

Namun apa mau dikata, dalam perjalanan pulang dari kantor, rupanya perut saya tak tahan lagi untuk menahan lapar. Sementara perjalanan yang saya tempuh baru sekitar 6 KM jaraknya. Sudahlah, nanti saja di rumah, saya membatin dan merajuk agar si perut bertahan dengan sabar.

Tiba di wilayah kebayoran lama, mobil pick up yang menjual tahu bulat terlihat "mengepung" pasar, meskipun dalam jarak yang tidak dekat, tapi bisa terhitung dengan sekali pandang. Lagi-lagi saya hanya melaju dan melawati penjual, pick up dan pelanggan tahu bulat.

Hingga saya melewati Cidodol, 1 KM dari pasar Kebayoran Lama, mata saya pun tertuju pada lapak tahu gejrot yang sudah bertahun-tahun “mangkal” di depan SPBU milik Pemerintah. Saya melaju pelan ke pinggir jalan, menepi, dan memberhantikan motor, kemudian parkir!

Seperti yang sudah-sudah dan menjadi pemandangan lazim, para pelanggan rela antri demi seporti tahu gejrot yang sudah masuk dalam radar “Go Food” (aplikasi pelayanan antar makanan oleh PT Go-Jek Indonesia).

Saya bergegas menuju si abang yang sedang mengulek cabai dan aneka bumbu, saya terpaku pada sebuah piring berbahan gerabah yang seakan tak bertuan. Benar saja, seorang pelanggan, meminta porsi yang lain kepada si abang, karena yang diberikan itu tidak sesuai pesanan.

Akhirnya, dengan niat hati dan perut keroncongan, saya tanya si abang; Bang, itu nggak ada yang punya ya? – nggak ada mba, jawabnya singkat. Ya udah buat saya aja sini, tangan kanan saya mengulur menjemput tahu gejrot yang siap santap. Piring gerabah yang eksotik pun berpindah ke tangan saya.

Saya dengar dari si abang bahwa porsi yang saya nikmati itu level sedang. Saya tanyakan juga, level sedang itu berapa jumlah cabainya? 15 biji mba, begitu jawabnya sambil tersenyum. Tapi beberapa sendok setelah saya makan, mulut dan telinga saya seperti berasap saking pedasnya.

Saya tak akan biarkan hal ini berlangsung lama, saya langsung pesan air mineral pada ibu yang ikut membantu berdagang khusus bagian minuman. Upaya menyiram tenggorokan yang “terbakar” sedikit berhasil, rasa pedas pun reda meskipun hanya sedikit.

Abang Jack, si pemilik usaha, memberikan saya beberapa keripik tempe, saya heran.. kenapa diberi keripik, bang? – supaya nggak terlalu pedas, katanya. Sambil menikmati tahu gejrot yang tinggal tersisa setengah, saya mengamati orang-orang yang datang. Dari mereka ada yang baru pertama kali, ada pula yang memang pelanggan setia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun