Mohon tunggu...
Unai Djuwangsih
Unai Djuwangsih Mohon Tunggu... -

pekerja sosial

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Jadilah Bagian Terkecil untuk Melawan Tubercolusis

8 April 2013   03:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:33 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dimasa teknologi informasi yang sudah sangat maju seperti ini masih juga informasi yang benar dan mudah diketahui mengenai penyakit Tubercolusis tidak sampai ke masyarakat dengan baik.

Beruntung bagi M di J (Kompas Hal 18, 10 Maret 2013) karena kondisi ekonomi memungkinkan, jadi berani berobat, lain M di J lain lagi kondisi C di J yang berprofesi sebagai buruh bangunan spesialisasi membuat sumur, berbekal kartu JAMKESMAS terbaru yang belum berlaku di PUSKESMAS N di J pada pertengahan bulan Januari 2013, saya antar berobat ke rumah sakit swasta terpandang dikota J dengan keluhan dada kirinya sakit,postur tubuh pak C di J semakin lama semakin condong ke kiri dan tubuhnya semakin lama semakin kurus kata istri dan anak laki-laki sulungnya. Dua kali berobat di rumah sakit swasta tersebut akhirnya dokter spesialis penyakit dalam menyetujui usulan opname dari saya. Al hasil Pak C di J dinyatakan harus disedot paru-paru kirinya karena hasil rontngen terbaru dinyatakan ada cairannya, opname di rumah sakit swasta selama satu minggu GRATIS dengan jaminan kartu JAMKESMAS terbaru, seminggu dirumah dengan pengobatan rutin, obat pembasmi TB tidak mampu mengurangi rasa sakit di dada kirinya. Tiba jadwal yang kedua untuk control paska opname, kata dokter spesialis paru rumah sakit swasta di kota J paru kiri pak C di J harus di kerok karena mengalami penebalan, “Rendahnya prosentase pasien yang membutuhkan rumah sakit tidak menyediakan alatnya, karena secara hitungan bisnis rugi”, pak C di J disarankan ke rumah sakit negeri. Lewat pintu gawat darurat di rumah sakit negeri di kota Jpak C di J banyak mendapat perhatian, dokter jaga yang ikut mendengar cerita dibawanya pak C di J kerumah sakit tersebut berkomentar “ yah disini memang rumah sakit buangan, belum ada alat untuk mengerok paru, paru kok dikerok”.

Membaca KOMPAS, Rabu, 27 Maret 2013 tulisan Agnes Aristiarini ternyata tanggal 24 Maret adalah hari Tuberculosis sedunia, kaget lagi Indonesia adalah Negara ke 5 dengan beban Tubercolosistertinggi didunia. Mungkin karen terbiasa, pihak terkait ketika mendapat laporanada warga yang positif TB kelihatan biasa saja, tidak proaktif atau kebakaran jenggot atau shok seperti harapan saya, jangankan menukar 5 kilo beras setiap pasien yang dengan kesadaran sendiri datang mengambil obat seperti ide jempolwilayah Serang dan Pandeglang Banten, ketika saya menanyakan siapa yang berwenang mendampingi pasien, keluarga dan lingkungan terdekatnya, malah tidak ada jawaban yang memuaskan. Penderita TB dan keluarganya perlu sekali mendapat pendampingan yang intensif, karena selain rasa sakit yang berkepanjangan, penderita TB dan keluarganya juga mengalami perasaan malu dan ketakutan akan sangsi sosial berupa pengucilan. Orang sadar penyakit Tuberkolosis mudah sekali menular, kesadaran ini kadang akan berdampak pada resistensi bagi penderita terhadap upaya pencegahan penularan contohnya sisakit mengatakan tidak sedang menderita Tuberkolosis seperti yang dilakukan pak C di J.

Agar beban pekerjaanpihak terkait menjadi ringan, bisa bekerja sama dengan ketua PKK strata RT atau ketua Dasa Wisma dilingkungan penderita yang sudah diberikan bekal pengetahuan penyakit TB dan cara mengantisipasinya agar tidak tertular tanpa harus menjaga jarak dengan penderita. Saran dokter pak C di J ruangan penderita TB harus bagus ventilasinya, cahaya matahari juga harus leluasa masuk kedalam ruangan, ini bagian upaya agar penyakit tidak berdiam diri di ruangan, dengan sirkulasi ruangan baik maka penyakit akan diterbangkan ke luar sehingga dapat dilemahkan oleh sinar matahari. Alam sudah menyediakan segalanya bagi mahkluk yang ada didalamnya tinggal manusia mengasah akalnya agar tetap survive. Bagi masyarakat, contoh kecil yang perlu kita lakukan misalnya, jika kita berbincang-bincang dengan penderita TB selain jaraknya lebih dari 1 meter ambil posisi dengan melihat arah angin, mencuci tangan dengan sabun setelah bersentuhan dengan penderita. Sipenderita juga penting sekali disuport atau didampingi dengan “hati”, agar dapat menerima keadaan dirinya, tentu supaya penderita membantu secara aktif melakukan pencegahan penularan penyakit TB kelingkungannya, contoh kecil yang perlu dilakukan penderita seperti dengan sadar hati selalu memakai masker, tidak meludah disembarang tempat, jika ingin batuk atau bersin mulut dan hidung ditutup atau selalu mencuci tangan dengan sabun setelah beraktifitas dan jika akan makan. Sebenarnya upaya kecil penularan penyakit tersebut diatas dapat kita ajarkan kepada anak-anak kita sejak dia mulai mampu beraktifitas sendiri atau masa BATITA karena, selain sehat dirinya dan menjaga kesehatan lingkungan nilai plusnya anak-anak kita juga memahami nilai-nilai budi pekerti, dan perlu diingat semua upaya pengurangan resiko penularan penyakit ini bukan hanya menjadi tanggung jawab perempuan atau ibu karena memberikan contoh berperilaku yang baik itu menjadi bagian tanggung jawab laki-laki dan perempuan, masalah perilaku atau moral adalah tanggung jawab bersama tidak termasuk dalam pembagian peran antara laki-laki dan perempuan, selain peran serta LSM, penyuluhan, penyebaran liflet, penulisan dan penyiaran dengan perangkat media yang berulang juga sangat penting dilakukan. Dana bantuan global untuk kasus ini tersedia, yang penting dilakukan management yang baik dengan semangat anti korupsi yakin saja walau penyakit ini lahir bersamaan dengan peradaban manusia, Tuberkolosis ini tidak akan memusnahkan manusia di bumi ini, karena, manusia mempunyai akal dan budi pekerti yang dapat digunakan untuk menyeimbangkan siklus kehidupan dialam semesta ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun