Mohon tunggu...
UMU NISARISTIANA
UMU NISARISTIANA Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

umunisaristiana26@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Fenomena Thrifting: Sembilan Tahun Lalu dan Sekarang

13 Oktober 2022   14:30 Diperbarui: 13 Oktober 2022   14:33 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Kehadiran toko pakaian bekas sangat menolong para anak rantau dengan dompet tipis untuk terus eksis di tahun 2013, salah satunya saya. Toko Pujha adalah salah satu toko pakaian bekas cukup populer khususnya di Yogyakarta. Toko inilah yang pertama kali membuat saya kenal dengan dunia thrifting. Pada awalnya saya hanya iseng saja datang ke toko Pujha yang mana pada saat itu, toko ini ada di depan persis kampus saya di Jl. Adisucipto.

Kondisi toko Pujha pada saat itu sangat berbeda dengan sekarang, dahulu baju-baju benar-benar ditumpuk dalam wadah pakaian tidak banyak yang digantung. Sehingga memerlukan waktu yang lama untuk memilah-milih pakaian. Inilah mengapa, pada pada saat itu toko pujha atau toko pakaian bekas lainnya sering dikenal sebagai toko awul-awul. Kalau sudah masuk di Toko Pujha saya bisa menghabiskan waktu lebih dari tiga jam untuk memilah milih pakaian. Meskipun penuh dengan usaha, tapi pakaian yang saya dapat di toko Pujha benar-benar worth it dari segi harga sampai dengan bahan.

Saat ini untuk membeli pakaian bekas sudah sangat mudah, sebab beberapa bulan terakhir peminat pakaian bekas meningkat drastis apalagi dikalangan pelajar. Bahkan di Yogyakarta setiap bulan ada festival thrifting, biasanya diselenggarakan di Joga Expo Center atau mall besar lainnya. Meskipun demikian, aktivitas thrifting saat ini dan dahulu sangat jauh berbeda. Adapun beberapa perbedaannya;

1. Harga

Harga pakaian bekas saat ini benar-benar mahal, bahkan berani membandrol harga >1 juta per item pakaian dengan embel-embel "pakaian ber-merk". Bagi saya, perlu membedakan pakaian ber-merk dengan pakaian langka/ "rare". Kalau hanya karena merk pakaian tersebut sehingga harganya sangat mahal, saya pikir hal ini membuat aktivitas thrifting tidak lagi mampu menolong dompet-dompet yang tipis. Tapi hanya sebatas ajang gaya-gaya-an saja. Sembilan tahun lalu, saya bisa mendapatkan pakaian bermerk seperti Uniqlo, GU, H&M hanya dengan harga Rp 5.000-Rp 10.000 bahkan pakaian itu masih saya gunakan sampai saat ini.

2. Kualitas

Entah ada yang menyadari atau tidak, pakaian-pakaian thrifting jaman sekarang kualitasnya tidak sebaik jaman dahulu. Missal saja, blouse bahan sifon yang saya beli secara thrifting jaman dahulu sangat berbeda dengan blouse sifon yang saya beli saat ini. Bahan sifon pakaian thrifting saat ini mirip dengan bahan pakaian yang beredar di toko-toko produk baru yaitu bahan yang mampu menyerap bau matahari dan keringat.

Dua hal itu yang membuat saya akhir-akhir ini kapok untuk melakukan thrifting lagi. Aktivitas thrtifing saat ini tidak lagi semenyenangkan dahulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun