"Potong rambut gitu doang mahal banget!"
Kalimat yang dilontarkan oleh seseorang setelah saya keluar dari salon. Kalimat itu terngiang-ngiang dalam kepala dan mematik saya mencari tau mengapa treatment atau produk yang diperuntukkan kepada wanita jauh lebih mahal daripada laki-laki. Sampailah kepada pembahasan mengenai strategi penetapan harga bernama pink tax.
Lebih jelasnya, pink tax adalah strategi penetapan harga berdasarkan gender dengan memberikan tambahan biaya untuk sebuah produk yang secara tradisional ditunjukkan untuk wanita. Yang membedakannya dari produk untuk laki-laki biasanya dari segi desain, warna, variasi dan kemasan.Â
Meskipun menggunakan label "tax" atau pajak. Pink tax bukan termasuk pajak yang sah dan diregulasi oleh pemerintah. Faktanya, pink tax hanya harga ekstra yang diberikan oleh retailer, pabrik dan brand produk perempuan supaya mereka lebih special.
Jika diperhatikan, kebanyakan produk wanita menggunakan warna pink dan produk laki-laki menggunakan warna biru. Secara singkat, hal ini bisa dijelaskan secara historis. Sejak perang dunia ke-2 warna pink diidentikkan degan sifat feminine.Â
Tren ini diperkuat setelah Mamie Elsenhower, ibu negara Amerika Serikat ke-34 sangat menyukai warna pink dan kesukaan ini secara tidak sadar turut mempopulerkan stereotip terhadap warna pink. Memasuki tahun 1980-an perusahaan di Amerika semakin familiar meggunakan warna pink untuk produk perempuan dan biru untuk laki-laki.
Beberapa contoh dari pink tax yang ada dipasaran;
- Tempat potong rambut, treatment potong rambut yaitu cuci rambut-potong dan kering di salon perempuan harganya lebih mahal daripada treatment cuci rambut-potong dan kering bagi laki-laki. Untuk kasus saya sendiri, biaya cuci rambut-potong dan keringkan menggunakan hair dryer adalah Rp 45.000, sedangkan suami saya cuci rambut-potong dan keringkan menggunakan hair dryer adalah Rp 12.000.
- Pisau cukur, pisau cukur saya yang berwarna pink dengan pisau cukur suami saya berwarna biru memiliki selisih harga sekitar Rp 3.000 bahkan ada yang lebih.
- Sabun cuci muka, sabun cuci muka saya dan suami juga memiliki selisih harga Rp 2.000. Dan lain sebagainya.
Bagi saya, jika memang ada perbedaan signifikan terkait kandungan dan fungsi bolehlah menggunakan strategi pink tax, tapi jika pemberian pink tax hanya sekedar akal-akal an bisnis saja. Saya rasa hal "kecil" ini secara tidak langsung melanggengkan adanya diskriminasi gender. Bagaimana menurut kamu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H