Beberapa bulan terakhir pembicaraan mengenai standar kecantikan senter dipublikasikan di ruang online. Baik itu oleh akademisi, praktisi, publik figur dan pengguna media sosial secara umum. Di Indonesia sendiri, perempuan dinilai cantik jika berkulit putih, tinggi semampai, berbadan langsing dan berambut lurus. Adanya standar kecantikan ini membuat para perempuan lebih fokus pada tampilan luar, menuntut diri untuk menggunakan produk pemutih bahkan melakukan suntik putih. Selain itu, kecenderungan penggunaan filter foto juga mengindikasikan adanya krisis kepercayaan diri. Dalam sebuah studi menyatakan bahwa adanya standar kecantikan membuat seseorang memiliki citra diri yang negatif sehingga menimbulkan masalah psikologis seperti; gangguan depresi, kehilangan kepercayaan diri, gangguan makan hingga Body Dysmorphic Disorder.
Berangkat dari hal ini, topik mengenai self-love atau mencintai diri sendiri juga turut booming dikalangan perempuan muda sebagai upaya secara perlahan menghilangkan keberadaan standar kecantikan. Namun, disini saya ingin memberikan sudut pandang baru yang dapat digunakan oleh perempuan dalam berurusan dengan standar kecantikan yaitu menjadi perempuan idenpenden. Saat ini, banyak perempuan yang mengartikan perempuan independen hanya dalam ruang lingkup finansial. Dimana, ia menganggap perempuan independen adalah perempuan yang mampu mencari uang sendiri dan tidak bergantung dengan pendapatan pasangannya. Namun, jika dilihat lebih dalam mengacu pada definisi popular dari perempuan independen adalah sosok perempuan yang tangguh, mandiri serta mengandalkan kemampuan diri dalam menghadapi beragam persoalan hidup. Artinya bukan hanya persoalan finansial saja, tetapi juga persoalan standar kecantikan.
Seseorang yang mandiri dan tangguh tidak akan terpengaruh dengan adanya standar kecantikan. Sebab mereka cenderung percaya diri dengan apa yang ada dalam diri mereka termasuk dalam hal tampilan fisik. Selain itu, perempuan yang independen sudah pasti memiliki prinsip hidup dan nilai diri yang ia pegang dan yakini. Adanya prinsip dan nilai hidup ini membuat mereka mudah mengenali mana yang patut diikuti -- tidak patut diikuti serta yang baik -- tidak baik bagi diri sendiri. Secara otomatis hal ini membuat mereka tidak mudah goyah dengan adanya gemburan iklan dan ajakan untuk mengikuti standard kecantikan.
Dari hal ini, bisa dibilang perempuan belum dikatakan independen jika masih terpengaruh dengan standar kecantikan hanya untuk diterima oleh lingkungan sosial. Sebab perempuan independen memiliki pandangan tersendiri untuk diterima oleh lingkungan sosial bukan hanya sekedar mengikuti standard kecantikan yang ada, tetapi lebih dari pada itu. Mau kulit berwarna sawo matang-kuning langsat-gelap, rambut ikal-lurus-bergelombang, badan tinggi-pendek-langsing-gemuk asal jiwa kita sehat dan bahagia tidak masalah sebab pada dasarnya lingkungan akan cenderung menerima seseorang yang memberikan suasana positif daripada hanya sekedar "enak dipandang".
Saat ini, peran perempuan sangat dinanti dalam berbagai sektor. Menjadi perempuan independen dengan pemaknaan baru membuat perempuan memiliki daya tarik yang lebih variatif, bukan hanya persoalan fisik tetapi juga pembawaan, kemampuan dan keahlian diri. Jadi, sudahkan kamu menjadi perempuan independen?
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H