"Seringkali ketika menulis tugas akhir, mahasiswa diobrak abrik, sehingga terjadi nuasa bukan akademik, malah menggambarkan birokratisasi dan sistem akademik yang kadang-kadang dalam tanda petik menempatkan dosen sebagai figur yang harus di ikuti mahasiswa. Hal ini berdampak cukup serius terhadap proses bimbingan, dan penulisan mahasiswa tingkat akhir," tegasnya.
Sekertaris Umum PP Muhammadiyah itu juga menegaskan bahwa pendidikan itu tetap dijaga kualitasnya dan untuk memenuhi kualitas itu tidak harus berbelit, birokratis malah sering menjadi sebab mahasiswa gagal studinya.
"Terkait Capaian Profil Lulusan (CPL) dibuat saja masing-masing kampus yang mencakup aspek teori pendidikan, kemudian dikaitkan dengan relevansi. Harapannya mahasiswa dapat berperan dan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan latar belakang pendidikannya," tambahnya.
Selain itu, dalam membentuk CPL itu dengan pendekatan standar lulusan yang seperti apa, dan setiap Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan 'Aisyiyah itu mengacu standar Pendidikan Nasional Indonesia disesuaikan dengan akreditasnya. Seperti Universitas Muhammadiyah Surakarta yang sudah unggul, harus standar lebih tinggi dari standar nasional. Ditambah lagi berorientasi global, sehingga standar ini perlu mengacu Perguruan Tinggi mitra di luar negeri. (Fika/Humas)