Saat ini, menjadi seorang atlet sudah memiliki banyak dukungan dan jaminan akan prestasinya. Oleh karena itu, tak sedikit anak muda bahkan saat masih usia belia banyak yang diarahkan untuk menekuni bidang olahraga.
Perkembangan prestasi olahraga di Indonesia semakin maju dari waktu ke waktu. Namun bagi seorang perempuan yang menekuni bidang olahraga, masih sering menerima ejekan akibat stereotip yang masih melekat di benak awam. Stereotip yang paling sering dialami oleh seorang atlet perempuan adalah mereka dianggap lebih lemah dan kurang atletis dibandingkan laki-laki.
Lihat juga: Tim Umsida Sampaikan Hasil Kajian Pelimpahan Kewenangan Kabupaten Banggai Pada Kecamatan
Selain itu, mereka juga menganggap bidang olahraga pada perempuan tidaklah cocok karena suatu saat perempuan akan mengalami perubahan fisik yang cukup drastis, seperti hamil dan melahirkan. Situasi seperti ini juga dirasakan oleh dua mahasiswi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) yang merupakan seorang mahasiswa berprestasi (Mapres) atlet beladiri dengan segudang prestasinya baik nasional maupun internasional. Mereka adalah Shinta Anastasia Putri dan Ratika Ayu Sumanti.
Sampai saat ini pun mereka berdua kerap menerima perkataan yang berhubungan dengan stereotip bahwa belan diri lebih cocok disandang oleh kaum laki-laki daripada perempuan. Dan yang mengatakan hal tersebut mereka dapatkan dari seseorang yang masih muda (yang seharusnya melek teknologi dan paham emansipasi wanita).
Awal mengenal dunia beladiri
"Kalau saya memang dari kecil tertarik dari dengan dunia bela diri dan ibu mendukungnya. Namun berbeda dengan ayah saya yang sebenarnya peduli dengan saya. Ia tidak mau melihat putrinya dipukuli. Tapi berhubung saya sering mendapatkan juara, jadi kedua orang tua saya mendukung hingga sekarang," ujar Shinta.
Hal serupa juga dirasakan oleh Ratika, seorang mahasiswi yang juga atlet Jujitsu yang mengenal dunia bela diri dari sang kakak yang menenekuni karate. Dari situlah ia tertarik di bidang tersebut dan menekuninya hingga sekarang.
Stereotip yang dirasakan
Baik Shinta maupun Ratika sampai sekarang masih menerima perspektif orang yang masih menganggap bahwa seorang perempuan tidak pantas menjadi atlet. Mereka menganggap bahwa dunia atlet terlalu keras bagi seorang perempuan.
"Perempuan kok ikut karate? Dunia bela diri itu keras, butuh fisik yang kuat. Bahaya perempuan kalau kenapa-napa fisiknya. Kalau misal organ vital kena tendangan, itu kan fatal. Kenapa harus ikut karate?," ucap Shinta menirukan ucapan seseorang tentang atlet perempuan.