Mohon tunggu...
Umsida Menyapa
Umsida Menyapa Mohon Tunggu... Jurnalis - Humas
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Humas Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tanggapi Kasus Rempang, Pakar Hukum Umsida: Mediasi Harus Dioptimalkan

13 September 2023   12:33 Diperbarui: 13 September 2023   12:42 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ramai sejak awal bulan lalu, kerusuhan antara aparat gabungan TNI, Polri, Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam, dan Satpol PP di Rempang, Kepulauan Riau dengan warga setempat memunculkan banyak korban, termasuk anak-anak. Pasalnya, gabungan aparat tersebut menggunakan gas air mata dan water cannon untuk meredakan konflik.

Awal Mula

Bentrok bermula ketika terjadi pengukuran lahan yang akan digunakan untuk pengembangan sektor industri, perdagangan, dan pariwisata yang terintegrasi oleh BP batam di daerah itu. Warga yang mendiami tiga wilayah meliputi pulau Rempang, pulau Galang, dan pulau Galang Baru harus direlokasi. Proyek yang dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha ini telah menyiapkan lahan baru untuk relokasi warga yang mampu menampung warga sekitar 7.000 - 10.000 jiwa. 

Lihat juga: WO Jadi Tersangka Kebakaran Bromo, Dosen Manajemen Event Umsida Beri Tanggapan

Namun saat petugas mendatangi lokasi, warga Rempang meyakini bahwa lahan tersebut adalah bagian dari dalam kampung adat Melayu sehingga mereka menolak penggusuran.

Penolakan tersebut mengakibatkan cekcok antara warga Rempang dan aparat. Diduga sulit mengkondisikan warga, aparat menembakkan gas air mata kepada warga. Akibatnya, tak hanya demonstrans saja yang terkena gas air mata, tapi juga anak-anak di wilayah sekitar juga terkena imbas gas air mata yang terbawa angin. Kebanyakan mereka mengalami luka hingga pingsan. 

"Penembakan gas air mata oleh aparat yang menimbulkan banyak korban, tentu mengingatkan kita pada trauma tragedi Kanjuruhan Malang. Aparat atau pemerintah daerah setempat seolah kurang persiapan dalam menyelenggarakan proyek tersebut. Alih-alih demi keuntungan ekonomi, namun justru menggunakan cara-cara yang kurang manusiawi," ujar pakar hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Noor Fatimah SH MH.

Lihat juga: Soal Judi Online, Aparat Harusnya Gandeng Google

Penggunaan gas air mata, sambung Dr Fatimah,  harus benar-benar berpatokan pada aturan yang berlaku, dalam hal ini Perkapolri No.1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian. Peraturan Kapolri ini bertujuan untuk memberikan panduan untuk anggota Polri dalam pelaksanaan tindakan kepolisian yang membutuhkan penggunaan kekuatan sehingga terhindar dari tindakan yang berlebihan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Pernyataan Komnas HAM

Dampak kerusuhan warga Rempang dengan aparat ini turut menarik atensi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyayangkan tindakan tersebut dan  meminta agar aparat dan warga setempat lebih mengutamakan dengan cara diskusi. Selain itu, warga yang telah tertangkap aparat saat kerusuhan, diminta untuk membebaskannya.

Terkait anak-anak yang juga menjadi korban akibat gas air mata, Komnas HAM meminta pemerintah untuk menangani dan melakukan pemulihan. Sedangan warga Rempang yang terlibat kerusuhan diminta untuk menjaga ketenangan agar tidak memperkeruh konflik. Dr Fatimah juga sependapat dengan pernyataan Komnas HAM.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun