Sebenarnya, pelaksanaan UN sudah diimplementasikan sejak lama. Namun pelaksanaannya dihapus setelah ada kasus seorang siswa yang selalu unggul dan berprestasi, namun saat UN dia mendapatkan nilai yang rendah.
Dari kasus itu, Kemil memandang bahwa UN tetap wajib diadakan. Alasannya, UN seperti salah satu harga diri sebuah bangsa.
"Kualitas SDM itu terlihat di UN. Kalau misalnya ada satu atau dua kasus yang menyebutkan siswa unggulan gagal di UN, berarti hal tersebut patut dipertanyakan," ucapnya.
Menurutnya, mungkin saja anak tersebut menyepelekan, Kemil menyebut itu hal yang kurang bijak.
Beberapa kritikus berargumen bahwa UN seringkali hanya menekankan kemampuan akademis kognitif yang bersifat sementara tanpa memperhatikan keterampilan kritis, kreativitas, atau kemampuan praktis yang dibutuhkan di kehidupan nyata.
"Seolah-olah UN itu bersifat menghafal demi mendapatkan nilai yang bagus daripada memahami materi secara mendalam," tutur Kemil.
Tapi baginya, keberhasilan penerapan keberhasilan maupun kegagalan penerapan kembali UN sangat bergantung pada reformasi yang dilakukan.
Jadi, menteri pendidikan harus mengkaji ulang sekalig tentang kembali diberlakukannya kembali UN. Apabila UN diberlakukan kembali, maka reformasi atau standar pelaksanaannya harus bisa menjadi tolak ukur keberhasilan sebuah bangsa dalam ranah akademis.
"Termasuk bagaimana UN diintegrasikan dengan penilaian yang lebih komprehensif. Jadi mungkin UN tak hanya berbicara tentang kognitif, tapi juga aspek non akademis serta perbaikan dalam distribusi kualitas pendidikan,".
Penerapan Sistem Zonasi
Kemil bercermin pada beberapa negara yang menerapkan sistem zonasi. Tapi negara tersebut tidak ada ketimpangan sekolah. Semua kualitas di sana sama rata, jadi mau dimanapun siswa disekolahkan, mereka mendapat kualitas pendidikan yang setara.