Setelah menyampaikan pesan dari teman sejawat Prof Syafiq, acara bedah buku dilanjutkan dengan keynote speech yang disampaikan oleh ketua umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Dr Haedar Nashir MSi.
Baca juga: 3 Poin Penting untuk Menghadapi Teknologi Menurut Sekjen PP Pemuda Muhammadiyah
"Hari ini saya memperoleh kehormatan bersama bapak/ibu sekalian, untuk hadir dan meluncurkan buku Cendekiawan Melintas Batas, 70 Tahun Perjalanan Prof Syafiq A Mughni. Mengapa saya sebut kebanggaan dan kehormatan? karena kita menjadi saksi perjalanan hidup dan pemikiran tokoh kita, yang sangat representatif jika buku ini memang disebut cendekiawan melintas batas seperti kesaksian sahabat terdekat tadi," ucapnya.
Pertama-tama, Prof Haedar menceritakan pengalamannya mengenal Prof Syafiq. Mereka saling kenal pada momen Muktamar Muhammadiyah Asas Tunggal tahun 1986 yang saat itu mereka masih menjadi PP IPM. Setelah tahun 2000, Prof Haedar terpilih menjadi 13 anggota PP di Jakarta dan Prof Syafiq menjadi ketua PWM Jatim yang membuat mereka lebih sering berinteraksi.Â
Prof Syafiq, sosok yang langka di Muhammadiyah
Prof Haedar mengatakan, "Kesimpulannya, beliau adalah sosok yang langka di Muhamamdiyah karena kecendekiawanannya yang spesifik, seperti yang dikatakan oleh Prof Jainuri. Kalau kita runut pada konsep ulul albab itu, beliau adalah sosok yang intelegensi, atau ulul albab yang levelnya sudah Ar-Arroshikuna fil'ilmi,".
Merujuk dari kata Aj-Jurjani, ia menggambarkan Prof Syafiq sebagai orang yang mampu mengungkap isi dari kulit, yang tersirat dari yang tersurat, dan yang tidak semua orang bisa. Dan karena kecendekiawanannya ini, katanya, Muhammadiyah juga mendapat khasanah yang luar bisa. Maka, ketika 70 tahun Prof Syafiq yang ditandai dengan penulisan buku tersebut merupakan warisan yang penting, terutama bagi anak-anak muda yang ada di persyarikatan Muhammadiyah.
Yang kedua, dengan posisi dan kualitas kecendekiawanannya, membuat Muhammadiyah merasa banyak diringankan. Ia menceritakan pengalamannya di PP Muhammadiyah ketika masa kepemimpinan Prof Din yang membuat Prof Haedar sering berurusan dengan penulisan dan pemikiran resmi Muhammadiyah.
Seperti pada tahun 2000, beliau menjadi koordinator penyusunan pedoman hidup Islami warga Muhammadiyah. Kemudian Dakwah Kultural tahun 2002, Khittah Denpasar 2002, dan saat ini, Risalah Islam Berkemajuan.Â
"Setelah saya  diamanati oleh 13 PP untuk menjadi ketum, yang mengambil alih tugas-tugas itu ya Prof Syafiq. Saya tidak tahu ini memang sudah jalannya atau bagaimana. Di momen beliau yang berusia 70 tahun, ternyata puncak terakhir karya yang monumental di Muhammadiyah itu adalah Risalah Islam Berkemajuan yang sepenuhnya dikoordinatori dan sentuhan substansinya dari Prof Syafiq. Jadi kami juga terima kasih sekali dan sangat-sangat diuntungkan Muhammadiyah dengan kehadiran beliau," terangnya.