Dalam tulisan Gus Dur "Tiga Pendekar dari Chicago," yang dimuat Media Nasional pada Maret 1993, adalah Nurcholish Madjid, Muhammad Amien Rais, dan Ahmad Syafi'i Ma'arif. Jika dilihat dari orientasi ideologi keagamaan, Nurcholish Madjid berasal dari keluarga Nahdliyin, sedang dua nama yang disebut belakangan dari keluarga Muhammadiyah. Ketiganya dinilai sebagai generasi pertama cendekiawan Muslim dari Universitas Chicago.Â
Hingga saat Gus Dur masih hidup, ketiga tokoh Muhammadiyah inilah yang dianggap mewakili angkatan pertama cendekiawan Muslim. Berbeda dengan tiga tokoh di atas, tokoh yang disebut dalam tulisan ini: Muhammad Amien Rais, Ahmad Syafi'i Ma'arif dan Din Syamsuddin berasal dari keluarga Muhammadiyah.Â
Bagaimana ketiganya dikaitkan dengan dasar filosofis Muhammadiyah yang menjunjung tinggi nilai keterbukaan, pluralitas, dan toleransi; bagaimana nilai-nilai ini membentuk sikap dan perilaku ketiga tokoh Muhammadiyah itu. Mereka adalah tokoh Muhammadiyah yang tetap mengamalkan nilai-nilai Kemuhammadiyahan dalam kehidupan setelah tidak lagi duduk di struktur Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.Â
Tiga Tokoh MuhammadiyahÂ
Amien Rais (Master dari University of Notre Dame dan Doktor diperoleh dari University of Chicago), sampai sekarang, tidak bisa melepaskan diri sebagai aktivis politik. Tokoh Muhammadiyah mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) pada 23 Agustus 1998, tatkala masih sebagai Ketua PP Muhammadiyah periode 1995-2000.Â
Tetapi pada 1998, ia mundur dari kepemimpinan Muhammadiyah karena aktif di dunia politik. Ia juga dikenal sebagai pendiri Partai Ummat (28 April 2021). Puncak karir politiknya sebagai Ketua MPR 1999-2004, dikenal sebagai lokomotif Reformasi/Bapak Reformasi.Â
Nilai keterbukaan dan pluralis ia tunjukkan pada partai yang didirikannya, terbuka untuk kalangan berlatar belakang berbeda. Ia bisa dikatakan mewakili sebagian anggota warga Muhammadiyah yang memandang bahwa perjuangan melalui politik praktis sama pentingnya dengan gerakan sosial keagamaan. Sewaktu aktif di kepemimpinan Muhammadiyah, Amien Rais berjuang melalui high politics (politik adiluhung).Â
Lihat juga: Milad Ke 111, dari Kontribusi Sampai Tantangan Persyarikatan Muhammadiyah
Sejak aktif di partai politik perjuangan lebih dominan dilakukan melalui partai politik (low politics). Sikap politis tokoh Muhammadiyah ini dalam merespon kebijakan yang dinilai tidak adil, tidak demokratis, tidak sesuai dengan aturan dan undang-undang sudah dilakukannya sejak ia berada dalam struktur pimpinan Muhammadiyah. Karena itu, kritiknya terhadap rezim sejak zaman Soeharto hingga pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) bisa dimaklumi.Â
Kritik sebenarnya bukan pada pemerintah, tetapi kepada perilaku sebagian rezim penguasa atas sikap dan kebijakan yang dikeluarkannya. Meskipun atas perjuangannya, tokoh Muhammadiyah ini mendapatkan cemoohan dari para pendukung pejabat tertentu. Jiwa reformasi yang ada pada dirinya tidak luntur hanya karena cemoohan dari para buzzer dan influencer yang menjadi elemen penting dari rezim penguasa era sekarang.Â
Mundurnya Amien Rais dari Ketua PP Muhammadiyah pada 1998, dilanjutkan sisa periode kepemimpinannya oleh tokoh Muhammadiyah selanjutnya yakni Ahmad Syafi'i Ma'arif (Buya Syafi'i) sampai tahun 2000. Nama yang disebut belakang ini dipercaya kembali memimpin PP Muhammadiyah pada 2000-2005.Â