Mohon tunggu...
Umratul Munawaroh
Umratul Munawaroh Mohon Tunggu... Desainer - Mahasiswa

Manusia yang mencoba menekuni bidang perdesainan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Implementasi Produk Musyarakah Mutanaqishah (MMQ) pada Perbankan Syariah di Indonesia

14 Desember 2020   06:47 Diperbarui: 14 Desember 2020   07:19 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pembiayaan berbasis syariah pada lembaga perbankan syariah dituntut untuk selalu mengembangkan produk dan layanan guna memenuhi kebutuhan masyarakat terutama pada akad berbasis kemitraan. Salah satu produk berbasis kemitraan yang ada pada bank syariah adalah akad musyarakah termasuk didalamnya akad musyarakah mutanaqisah (MMQ). 

Akad musyarakah diartikan sebagai akad perikatan kerja sama antara dua pihak (individu atau kelompok) atau lebih pada aktivitas tertentu (Pradja, 2012). Sedangkan akad MMQ yakni kerjasama yang terjadi dengan dua akad yang dijalankan secara paralel. Pertama nasabah dan bank menjalankan akad musyarakah sebagai penyertaan modal, selanjutnya nasabah membeli barang modal milik bank secara berangsur sehingga modal bank berangsur-angsur berkurang (mutanaqishah) (Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan, 2016).

Di Indonesia, implementasi produk MMQ diterapkan pada sektor konsumtif juga produktif untuk tujuan modal kerja usaha, investasi mauapun konsumsi. Kedua sektor ini tentu saja memberikan peluang pasar yang cukup besar untuk produk MMQ agar terus berkembang. Penerapan produk MMQ diuraikan oleh OJK (2016) dalam bentuk pembelian properti baru, lama, take over, dan refinancing dengan jangka pembiayaan menengah dan panjang. 

Sifat pembiayaan MMQ adalah revolving atau non revolving. Adapun properti yang dimaksud yakni rumah tinggal, rumah susun (rusun), rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), apartemen dan kondominium.  Pada implementasinya, pengembangan produk pembiayaan MMQ masih terhambat oleh jenis produk yang lebih diminati yakni murabahah. 

OJK (2016) memaparkan bahwa porsi pembiayaan dengan akad musyarakah berkontribusi sebesar 22%, sedangkan murabahah sekitar 60%. Dasar skema kedua akad pembiayaan ini tentu saja berbeda dimana murabahah merupakan akad jual beli (pembiayaan berjenis hutang), sedangkan MMQ merupakan akad kerjasama untuk memiliki properti. Musyarakah mutanaqishah memiliki karakteristik yang berbeda dari pembiyaan lain yakni dimana modal usaha setiap pihak harus dinyatakan dalam bentuk hishshah (porsi modal) yang disepakati diawal dan nilainya tidak berubah selama proses pembiayaan. 

Selain itu, pengembangan produk MMQ sendiri memiliki tantangan terkait isu syraiah, isu legal, dan isu operasional. Seperti adanya isu syariah terkait dua akad dalam satu barang yakni sewa dan beli, dimana sistemnya seperti sewa dulu baru diakhir akad setelah terjadi pelunasan baru terjadi perpindahan atas nama. 

Dalam hal ini pemisahan kontrak (syrikah dan ijarah) sebaiknya dilakukan oleh bank syariah, sehingga tidak menimbulkan persepsi bahwa ada penggabungan dua akad dalam konsep MMQ. Muculnya ta'alluq (connecting aqad) jika ijarah dilaksanakan setelah akad musyarakah dikondisikan. Dalam hal ini, tantangan untuk bank syariah yakni tidak menjadikan akad kedua sebagai syarat terjadinya akad pertama.

OJK (2016) memaparkan bahwa produk MMQ dibuat ssecara multiakad (hybrid) yakni selain akad musyarakah, juga terdiri dari akad ijarah (sewa), ijarah mawsufah fi zimmah (forward lease), bai al musawamah (penjualan) ataupun istishna (manufaktur). Dua akad dalam satu transaksi (multiakad/hybrid) dalam kajian fiqh disebut al-uqud al-mutaqabilah yakni multi akad yang diterapkan dalam bentuk akad kedua merespon akad pertama. Hal ini menimbulkan masuknya akad kedua dalam akad pertama, sehingga akad kedua menjadi penyempurna akad pertama. 

Dalam kajian fiqh adanya dua akad juga disebut dengan mengunmpulkan dua akad atau al-uqud al-mujtami'ah. Biasnaya akad ini memiliki dua objek akad namun dikemas dalam satu paket perakadan. Pada dasarnya menggabungkan dua kaad dalam satu akad dengan objek akad berbeda hukumnya sah dengan catatan memisahkan masing-masing akad dan rincian harga di masing-masing akad sesuai dengan kondisi barang masing-masing.

Begitu juga seperti adanya isu legal terkait lemahnya posisi hukum bank syariah tidak dapat menggunakan surat pengakuan hutang ataupun APHT (hak tanggungan) atas pengalihan kepemilikan. Dalam hal ini, posisi antara bank dan nasabah adalah perjanjian kerjasama kepemilikan atas suatu objek dan tidak mengandung konsep hutang/qard. Kewajiban nasabah untuk membeli keseluruhan objek ketika terjadi event of default telah menyimpang dari prinsip profit loss sharing musyarakah. 

Konsep yang terkandung dari MMQ merupakan syirkah, dimana jika terjadi rugi dan untung akan dibagi sesuai porsi modal masing-masing pihak. Serta seperti adanya isu operasional terkait adanya independensi harga ketika pembiayaan musyarakah yang disertai pengalihan kepemilikan. Dalam hal ini, harga telah disepakati sejak awal penandatangan akad, sehingga harga dari awal akad sampai akad berkahir tetap sama nilainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun