Mohon tunggu...
Umi Lestari
Umi Lestari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Susahnya Menjadi Petani Saat Ini

18 Mei 2023   21:23 Diperbarui: 18 Mei 2023   21:37 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saya dilahirkan di keluarga petani. Bapak saya PNS namun juga seorang petani. Pada jaman saya masih sekolah, sawah-sawah masih murah. Sehingga bagi yang mempunyai uang dengan mudah membeli sawah. Bagi yang sawahnya luas sudah bisa dipastikan bahwa mereka orang kaya. Hasil padi melimpah dan masih mudah menanam serta memelihara tanaman padi hingga panen tiba.

Namun saat ini nasib petani jauh berbeda. Mereka mengalami kesulitan dalam menggarap sawahnya. Ini paling tidak yang kami rasakan didaerah kami Madiun dan sekitarnya. Ada banyak faktor yang menjadi penyebab sulitnya bertani sekarang.

Pertama, petani merasa kesulitan mencari tenaga kerja yang mau bekerja di sawah. Jaman dahulu banyak lelaki yang bekerja di sawah. Saat ini beda, yang mau bekerja disawah adalah orang-orang tua. Anak-anak muda lebih memilih bekerja di proyek sebagai kuli bangunan. Atau merantau ke kota untuk mencari pekerjaan yang lebih bergensi dan upah yang lebih besar daripada bekerja di sawah.

Kedua, kebijakan pemerintah yang membatasi subsidi pupuk juga menambah beratnya petani. Sebelumnya pemerintah memberi subsidi 5 jenis pupuk yaitu ZA, Urea, NPK, SP-36, dan pupuk organik Petroganik. Namun untuk tahun 2023 ini subsidinya dikurangi menjadi dua jenis yaitu Urea dan NPK. Tentu hal ini menambah beban para petani dalam menggarap padinya.

Selanjutnya yang saat ini sedang melanda adalah hama yang menjadi musuh besar petani. Karena diserang hama maka hasil panennya menurun. Bahkan ada yang tidak panen atau gagal panen.   

Hama yang menyerang padi bermacam-macam, berganti-ganti setiap musim. Misalnya keong emas, penggerek batang atau potong leher, wereng dan tikus. Dan tikus yang paling banyak menghabiskan tanaman disawah, entah itu padi, kacang tanah, jagung, kedelei dan tanaman lainnya. Semua yang ditanam petani, dimakan oleh tikus. Tikus yang dahulu bermusuhan dengan kucing, kayaknya kini memilih musuh baru yaitu petani.

Mengenai hama tikus, masyarakat di daerah kami sudah melakukan berbagai upaya untuk membasminya. Mulai memberi makan tikus dengan diberi obat pembasmi tikus, penggropyokan ramai-ramai oleh para warga sampai dengan memasang setrum di sawah. 

Untuk obat pembasmi tikus, sepertinya tikus sekarang lebih tahan banting.  Tidak mempan dengan umpan atau memang mereka sudah faham kalau makanan yang diberikan mengandung racun, akhirnya tidak disentuh sedikitpun.

Penggropyokan sering dilakukan. Banyak tikus yang terjaring. Jumlahnya bisa ratusan. Namun yang masih hidup juga masih banyak, terbukti hasil bumi ludes dimakannya. 

Usaha yang ekstrim dan berbahaya juga sudah dilakukan yaitu memasang setrum dipinggir sawah. Tentu dipasang lampu penanda bila sawah tersebut dipasang setrum. Namun, ternyata sudah beberapa kali memakan korban.  Beberapa warga meninggal karena kesetrum di sawah.  

Tikus bukan saja musuh petani di sawah, namun juga di rumah. Sering memakan lauk, mengerat baju dilemari serta berkeliaran didalam kamar ataupun dapur. Berbagai upaya juga sudah dilakukan. Namun sering terjadi bila ada tikus yang mati maka tikus yang lainnya akan beraksi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun