Siang itu kami menyiapkan makanan untuk kami makan bersama. Aku dan suamiku memang kerap memasak bersama sejak awal kami menikah. Jika suamiku tidak ke kampus, maka dia luangkan waktunya untuk membantuku di dapur. Disela-sela memasak yang penuh canda. Entah berawal dari mana....
"Abi, kok tidak pernah mengirimi Umi bunga sih? teman-teman Umi, suaminya rajin mengirimi istrinya bunga." tiba-tiba pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulutku.
"Kenapa Mi? ingin dikasih bunga ya...?" suamiku balik tanya sambil tersenyum simpul...
"Hmmm….engga juga sih, tapi…Abi engga romantis sih..." sungutku. Pura-pura marah.
"Apa iya Abi engga romantis? romantis itu tidak hanya mengirimi bunga lho Mi, itu klise...apa hanya orang yang memberi bunga pada kekasihnya itu saja disebut romantis...?, apa Abi kelihatan kurang romantis… begitu yah...?" dia menggodaku.
"He eh..." sahutku pendek. Kubolak-balik ayam goreng di wajan didepanku yang sebetulnya sudah siap diangkat.
"Umi sayang..., pernah mendengar kisah ini tidak...?" dia mulai bercerita. Diambilnya hashi[1] dari tanganku, dan mulai mengangkat ayam goreng itu satu persatu kedalam wadah. Dia teruskan ceritanya.
"Ada seorang laki-lak, dia tertarik pada seorang wanita. Kebetulan mereka adalah dua orang teman bisnis. Pada suatu ketika, mereka bertemu untuk pertemuan bisnis. Karena ada misi yang lain, laki-laki ini menggunakan waktunya tidak hanya untuk urusan bisnis saja tetapi juga untuk menarik perhatian si wanita. Dia sengaja bersiasat. Yaitu dengan sengaja menjatuhkan kancing bajunya dihadapan wanita itu. sekali berhasil. Wanita itu mengambilkan kancing itu untuk diberikan kepada laki-laki tersebut."
Dia hentikan sejenak ceritanya. Menuang ayam goreng ke piring dan meletakkannya di meja kotatsu[2] dan langsung disambut tangan mungil kedua anakku. Kuperhatikan dengan penuh takjub. Suamiku memang telaten dalam hal ini. Bagiku dia chef rumah yang selalu aku nantikan bantuannya di dapur. Masakannyapun lebih enak dibandingkan dengan masakanku. Aku tersenyum pada kedua putriku.
"Mada atsui da yo...ki wo tsukete ne[3].." pesannya. Diapun kembali ke dapur.
"Lalu…?" tanyaku ketika dia sudah berdiri dihadapanku.
"Nah...pertemuan kedua pun berlanjut. Kejadiannya sama persis dengan kejadian yang pertama, kemudian berikutnya, berikutnya, berikutnya, sampai pertemuan yang kesekian. Suatu saat si laki-laki tidak menjatuhkan kancing lagi di hadapan wanita itu, dan ini membuat si wanita penasaran. Akhirnya diamenanyakan kenapa si laki-laki itu selalu menjatuhkan kancing bajunya didepannya".
Diambilnya hashi dan membolak-balik ayam goreng kemudian mengangkatnya seraya mematikan kompor. Kuambil wadah berisi salad didepanku dan mengikutinya dari belakang. Berjalan menuju kotatsu dan duduk melingkar disana. Siap menyantap makan siang. Anak-anakku sudah menyisakan beberapa potong tulang sementara kami di dapur.
"Diteruskan dong ceritanya." pintaku penasaran. Kusendok nasi kedalam piring dan menyerahkan pada suamiku.
" Hehehe penasaran ya...." liriknya lucu. Dia terkekeh.
"Sampai mana tadi ya?...oh iya...dengan pertanyaan itu akhirnya terbuka pintu untuk mereka berdua, bukan sebagai teman bisnis lagi, tetapi hubungan yang lain, yang lebih spesial. Akhirnya wanita itu tahu bahwa si laki-laki jatuh hati padanya. Dan si wanita itu merasakan kehilangan sesuatu yaitu mengambilkan kancing yang jatuh, ketika si laki-laki tidak melakukannya lagi untuknya."
"Kesimpulannyasi wanita jatuh hati hanya gara-gara si laki-laki bersiasat untuk diambilkan kancing bajunya! simple banget kan?" diakhirinya cerita itu. Dan mulai berdoa seraya menyuapkan nasi kedalam mulutnya.
Kucoba mencerna apa yang diceritakannya padaku barusan. Pikiranku berusaha keras untuk mencoba untuk menyimpulkan kisah itu. Tapi aku tetap belum mengerti dan minta suamiku untuk menceritakannya kembali kepadaku. Yah…apa hubungannya dengan romantis yang sedang mereka diskusikan….
Suamikupun dengan sabar menceritakan dari awal dengan lebih pelan-pelan. Dan akupun mulai mengerti dan tersenyum simpul.
"Ya… cerita itu kan ceritanya orang bule, kalau kita kan beda dengan mereka. Ingat waktu kita pertama kali bertemu...?" dia mulai menggodaku. Lagi.
Kupalingkan wajahku darinya. Pura-pura sibuk mengambilkan nasi untuk anak-anak. Sementara ada yang menjalar hangat dipipiku. Dia memandangku dengan lekat sekali. Aku kikuk.
"Nah...artinya setiap orang itu berbeda dalam hal romantis-romantisan, bisa jadi kata seorang wanita, laki-laki itu engga romantis karena tidak memberi setangkai bunga, tidak memberi hadiah, tidak memberi coklat....atau apa saja simbol-simbol romantis yang klise itu...padahal banyak yang bisa dikatagorikan romantis loh....." katanya sambil mengambil minum.
"Mulai mengerti kan, Mi..? tanyanya lagi. memastikan.
"Nah..jadi..yang namanya romantis itu, bisa jadi sesuatu yang sering diterima dari pasangan kita, tetapi tiba-tiba hilang…tidak pernah dilakukan lagi. Misalnya saja, kayak Abi sekarang kan bantuin masak nih...kalau tiba-tiba abi engga bantu masak...dikangenin kannnnnn..." tawanya melebar.
Hhhhmmmm…memang benar juga sih...kadang kalau suami sedang sibuk jiken[4] atau sedang tidak sempat membantu masak bersama kangen juga. Karena masakan suamiku saiko[5] banget deh...oishiikatta[6]." Batinku membenarkan penjelasannya. Diam-diam aku bersyukur bersuamikan dia.
Ya Allah, akhirnya aku diingatkan akan satu hal, begitu berartinya suamiku. Tidak perlu romantis berbunga-bunga atau bercoklat-coklat, tetapi perhatiannya memasak yang enak untuk keluarga, menyuapi anak-anak dan menjaganya ketika aku tidak bisa, membuang sampah, membantu mencuci piring kotor, membantu menjemur pakaian, terkadang juga memberi hadiah yang tidak kuinginkan, dan masihhh…banyak lagi yang dia lakukan untukku, terutama kalau aku mulai pegal-pegal karena urusan rumah tangga yang 24 jam nonstop suamiku dengan tanpa diminta akan memijitku sampai aku merasa bugar kembali. Ah…betapa aku tidak bersyukur ya Allah…
"Jadi kesimpulannya romantis itu hal yang biasanya dilakukan oleh pasangan kita, tiba-tiba menghilang. Sudah pasti akan dikenang terus tuh dan saat itu romantisme kita pasti muncul." Jelasnya lagi menutup diskusi kami tentang romantis-romantisan.
Kusimpan pelajaran siang itu dalam memoriku yang paling dalam. Suatu saat pasti aku akan memerlukan kata-kata ajaib itu. Kami saling berpandangan. Aura cinta kami saling berpancaran dari kedua kelopak mata kami. Kami saling beradu pandang dan saling melemparkan senyuman penuh arti. Ada yang mengalir hangat dalam dadaku. Dalam hatiku. Berdesir rasanya. Perasaanku kembali seperti 5 tahun yang lalu ketika pertama kali dia datang kepada ayahku untuk melamarku. Indahnya jatuh cinta…
"Abi, nambah bi, ". Kutambah nasi kedalam piring suamiku sepenuh cinta.
Kulihat keluar jendela. Salju mulai turun dengan lembut seperti kapas. Menambah nuansa romantisme kami berdua. Hawa yang dingin diluar dihangatkan dengan perasaan cinta yang makin memuncak diantara kami. Kamipun makan siang dengan nikmat dan penuh kehangatan. Dengan Ayam goreng romantis dan Salad penuh cinta.
*Memories at Utsunomiya-japan, Fuyu[7] 2006
[1] sumpit
[2] Meja segiempat japaness style dan dibawahnya ada pemanas untuk menghangatkan kaki dimusim dingin.
[3] Masih panas, hati-hati ya…
[4] Penelitian di lab
[5] Tidak ada duanya
[6] enak
[7] Musim dingin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H