Mohon tunggu...
Ummu Rahayu
Ummu Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Engineer sekaligus Penulis

Praktisi Perencanaan Wilayah dan Kota, penyuka sastra dan sains, penulis, kontributor di http://kotasampit.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kuluk-Kuluk Hujan, Teriak Doa Kalimantan

28 Februari 2015   19:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:21 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14251005911736708320

Kalau hujan begini saya jadi teringat apa yang biasanya diteriakkan orang-orang di Kalimantan. Hujan di sini biasanya sangat deras, disertai angin kencang, dan kilat-kilat sudut langit. Kadang, guntur menggemuruh, petir pecah. Bayangkan, curah hujan di Kotawaringin Timur bisa mencapai 2.343,3 Mm dengan jumlah hari hujan rata-rata 170 (data Kabupaten Kotawaringin Timur dalam Angka Tahun 2014 diterbitkan oleh Badan Pusat Statisik).

Hujan di sini sering menenggelamkan halaman rumah bahkan satu gang penuh. Kalau sudah hujan deras, orang-orang biasanya senang lalu menerikakkan “Kuluk kuluk kuluk hujjaaannnnn!” dengan nyaring dan diakhiri suara melengking, atau “Kuluk kuluk kuluk kullluuukkkkkkk!”.

Bagi Anda yang berada di Sampit, jangan heran kalau banyak orang di sekitar yang akan berteriak begitu. Masyarakat setempat memandang hujan deras merupakan anugerah. Kata-kata itu berisi doa agar hujan semakin deras, deras, dan deras. Mereka berteriak dengan ekspresi senang atau sambil dibawa bercanda. Serius, ini betulan.

Saya menengok masa lalu. Hujan sepertinya memang tempat bergantung masyarakat Kalimantan, selain sungai. Jaman dulu, di rumah nenek tidak ada PDAM. Beliau sering menampung air dengan drum-drum. Air dialirkan dengan pipa seadanya dari atap. Kalau sudah hujan, nenek, kakek, dan saya akan rempong basah-basahan mengarahkan pipa ke drum.

Dulu, sebelum ada PDAM, masyarakat Kalimantan menimba air dari sungai untuk keperluan mencuci dan mandi. Sedangkan untuk memasak atau minum, mereka perlu air bersih sehingga hujan deras menjadi harapan. Tentu, hujan ini juga menjadi kebahagiaan bagi para petani. Sekarang, air hujan dimanfaatkan untuk menyikat halaman, kain pel, dan sebagainya. Kata-kata itu pun juga masih sering diteriakkan. Kiranya begitulah asal mula teriakkan Kuluk-Kuluk Hujan.

*Silahkan mengutip asal menyebutkan sumber

[caption id="attachment_370863" align="aligncenter" width="301" caption="Menampung air hujan."][/caption]

Mau tahu budaya, kuliner, pernak-pernik tradisional dan tempat-tempat menarik di Sampit? Kunjungi kotasampit.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun