Karena itu, bagi pasangan suami-isteri yang diberi bonus berupa kehamilan sehingga mampu memperoleh anak keturunan, wajiblah bersyukur dengan cara melaksanakan hak dan kewajibannya secara optimal, sebagai orang tua.
Dan bagi pasangan suami-isteri yang belum mendapatkan anak keturunan, walaupun sudah ditempuh banyak jalan yang halal untuk memperolehnya, maka wajiblah bersabar, terus senantiasa berusaha dan berdoa sesuai tuntunan syariat, sebab tak ada yang sia-sia dihadapan Allah SWT, semuanya pasti akan bernilai pahala jika dilakukan sesuai tuntunan syariat.
Jangan pernah mengikuti hawa nafsu, hanya untuk mendapatkan anak keturunan, misalkan dengan melakukan aktivitas sewa rahim. Sebab sewa rahim adalah perbuatan yang menyelisihi syariat, hanya akan memberikan kesengsaraan bagi para pelakunya. Baik bagi para penyewa ataupun pihak perempuan yang disewakan rahimnya.
Sewa rahim berimplikasi pada kesemrawutan nasab. Ketidakjelasan nasab manusia. Sebab ibu sewa yang melahirkan bayi yang lahir dari rahim yang disewakan tidak bisa disebut sebagai ibunya dan bayinyapun tidak bisa disebut sebagai anaknya, walaupun ia tumbuh dirahimnya.
Pun kedua orang tua yang menyewa rahim wanita lain untuk dijadikan tempat pertumbuhan janinnya, juga tidak bisa dikatakan sebagai orang tua bayi yang kelak dilahirkan dari rahim perempuan yang disewa. Sebab kelahirannya terjadi dari pihak wanita yang tidak pernah dinikahi atau dari rahim wanita yang bukan pemilik bibitnya (bukan pemilik sel telurnya).
Maka bayi yang lahir dari aktivitas sewa rahim akan menjadi bayi yang tidak memiliki orang tua. Bayi yang tidak memiliki nasab yang disyariatkan.Â
Sebab itu akan hilanglah berbagai macam implikasi hukum terkait keberadaannya didunia. Sang bayi akan kehilangan hak asuh, hak perwalian, hak nafkah, hak waris dan berbagai macam hak yang sebetulnya wajib diperolehnya. Sebab ketidakjelasan jalur nasab ini.
Bayi yang dilahirkan dari aktivitas sewa rahim adalah bayi yang tersakiti dan terzalimi sebab kebodohan, kejahilan, kerakusan dan ketamakan manusia.
Karena itu, wajiblah manusia, mengetahui seluruh hukum syariat terkait kehidupannya. Sebab perbuatan manusia  harus terikat dengan hukum syariat.Â
Sebab manusia dan tubuhnya tidak sama dengan barang yang bisa disewa dan diperjualbelikan sesuka hati. Â Manusia adalah makhluk mulia yang berbeda dengan hewan.Â
Manusia memiliki akal, yang dengannya mampu menjangkau hakikat kebenaran yang sesuai dengan fitrah penciptaan manusia, memuaskan akal dan menentramkan jiwa.Â