Perempuan kerap kali terlihat sebagai orang yang menetap di rumah dan menjaga anak. Menunggu suami pulang ke rumah dan menyiapkan, namun bagaimana dengan perempuan yang memutuskan untuk tetap bekerja meskipun sudah memiliki anak? Hal ini yang terjadi pada Ulu Baqiah, seorang guru Bahasa Inggris di SMP Al-Hikmah.Â
Pada Januari 2009, Ulu Baqiah memutuskan untuk menikah dengan Bahruddin. Perempuan yang akrab dipanggil Lulu itu melahirkan anak pertamanya di 2012. Awal mula hadirnya anak pertamanya yang berjenis kelamin perempuan itu, ia begitu sulit membagi waktunya untuk bekerja dan mengurus anak. Ia bersama suaminya, Bahruddin, dibantu oleh orangtuanya mengurus anak hingga anak pertamanya sudah bisa lepas dari ASI.Â
"Awalnya sulit untuk meninggalkan anak pertama saya, namun setelah berdiskusi dengan suami dan orangtua. Saya memutuskan untuk tetap bekerja," ujar perempuan kelahiran 1985 itu. Sehari-hari Lulu bekerja meninggalkan anaknya bersama ibunya, kemudian pulang saat sore hari, disitulah ia menghabiskan waktu bersama anaknya, karena suaminya juga bekerja.
Dirinya kembali diuji saat kelahiran anak keduanya yang berjenis kelamin laki-laki dua tahun setelahnya, Lulu semakin bimbang untuk tetap mempertahankan pekerjaanya. Namun suami dan orangtuanya tetap mendukung penuh Lulu untuk tetap bekerja. "Karena anak saya ini sudah bermimpi menjadi seorang guru sejak kecil, bahkan saat kuliah sangat mandiri tanpa menyusahkan orangtua. Sehingga kami biarkan saja untuk tetap bekerja." ujar Hayati, ibu dari Lulu.
Seringkali ia mendapat omongan dari orang sekitar tentang ia yang tetap bekerja saat memiliki dua anak kecil di rumah. "Kadang dari saudara, dari tetangga juga suka bilang kenapa saya masih tetap bekerja. Saya sendiri juga nggak enak ngerepotin orangtua harus menjaga dua anak saya yang kala itu masih rewel." kata Lulu. Beruntung suami dan keluarganya mendukung, karena ia masih tinggal bersama ibunya, sehingga kedua adiknya turut menjaga anaknya.
Setahun kemudian, Lulu kembali melahirkan anak laki-laki, kala itu anak keduanya saat ia hendak melahirkan masih suka menangis mencarinya. "Saya semakin bimbang saat itu, anak saya masih kecil-kecil. Saya juga memikirkan kedepannya bagaimana saat anak saya tumbuh besar, mereka berumur jarak sedikit pasti akan sering bertengkar." ujar perempuan berhijab tersebut.Â
Terlebih posisinya di sekolah adalah seorang pembina OSIS yang memiliki banyak kegiatan di sekolah, namun beruntungnya anak-anaknya walaupun masih kecil sudah mengerti akan kesibukannya. "Yang perempuan paling tua sudah paham jaga adik-adiknya, nggak rewel lagi karena sudah tau posisinya sebagai kakak." kata Lulu. Berkat dukungan keluarga, Lulu semakin mantap untuk tetap bekerja. Ia merasa ilmu yang ia dapatkan semasa kuliah akan lebih bermakna apabila disalurkan, baik di sekolah maupun dengan anak-anaknya. "Begitulah mulianya seorang guru, manisnya ilmu bisa dirasakan apabila bisa berguna untuk orang lain."
Meskipun begitu, Lulu tetap tidak lupa akan posisinya sebagai seorang ibu. Setelah sepulang mengajar ia rutin sholat berjamaah dengan anak-anaknya, sehingga dapat memberikan ilmu agama secara langsung. "Karena sejatinya seorang ibu adalah madrasah pertaama bagi anak-anaknya." Ia juga percaya bahwa kecerdasan perempuan yang akan menurun kepada anaknya.
Kini, anak-anaknya telah tumbuh besar. Ketiganya bersekolah di sekolah yang sama dengan tempat Lulu bekerja, sehingga ia masih bisa memantau anaknya selagi bekerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H