Dunia saat ini dalam situasi genting dan berimplikasi pada keadaan yang hening. Menjadi hal yang baru saat ini sebab masyarakat pada mulanya dikenal sebagai makhluk sosial, kini diperhadapkan dengan suasana pembatasan sosial secara fisik. Pembatasan yang dimaksud adalah physical distancing. Segala aktivitas masyarakat yang berbaur sosial secara fisik benar-benar dibatasi.
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, ribuan jiwa penduduk Indonesia pun mengalami hal sama yang dirasakan umat global secara umum. Ini bukan persoalan solidaritas, yang katanya "satu rasa semua rasa" tetapi ini persoalan wabah yang sulit untuk ditangkis. Indonesia dan negara lain sedang menangis tanpa air mata.
Bersedih dengan keadaan seperti ini adalah hal wajar dan manusiawi. Segala hal yang dilakukan saat ini dipenuhi dengan kehati-hatian. Tidak sedikit dari mereka yang merasa menyesal atas kebiasaan hidup sebelum wabah ini menyerang. Bukankah wabah ini adalah hadiah atas apa yang telah kita lakukan?
Dalam menyikapi persoalan ini banyak yang perlu direnungkan. Keheningan tidak hanya dinikmati tetapi butuh perenungan. Sayangnya, tidak banyak dari kita yang hanya merasa takut dan tidak merenungkan dengan baik kehadiran wabah ini.
Perenungan ini dapat dilakukan dengan cara yang sederhana. Untuk merespon kehadiran Covid-19 tidak hanya membutuhkan akal dalam mencari tahu bahaya serta dampak dari wabah ini. Sebagai makhluk yang memiliki hati, rasa ketakutan akibat kerja akal dapat dipadamkan dengan kerja hati.
Hati yang dimiliki oleh kita dituntut untuk menjadi penenang dan peredup atas rasa takut. Hal ini tentu dapat menjadi semangat bagi kita walaupun diharuskan hidup dalam keadaan yang hening.
Sebagaimana yang telah diketahui sebagian manusia pemeluk agama. Para manusia penganut agama, sudah menjadi hal wajib dalam menyikapi berbagai masalah dengan senantiasa menghadirkan Tuhan dalam dirinya melalui keyakinan di hati. Â Demikian pula dengan ajaran Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai keIslaman.
Umat Islam di seluruh penjuru dunia dianjurkan untuk melakukan ritual keagamaannya disesuaikan dengan kondisi saat ini. Termasuk dalam hal beribadah. Sebagian telah menerapkan beribadah dari rumah demi keselamatan umat secara bersama.
Sebagai agama, Islam adalah dering dalam hening. Menjadi pengingat saat banyak kebisuan di dunia ini. Jika semua diam di rumah, ada masjid yang tetap mengumandangkan adzan sebagai tanda masuknya waktu shalat.
Jika ada yang berlindung dengan meminum obat, maka Islam hadir dengan ajaran the power of bismillah. Adapula yang mendewakan akal untuk mencari kebenaran Ilmiah, ada Islam yang berdering di hati dan mengingatkan bahwa Allah bersama orang yang sabar.
Lantas, masih besedihkah umat Islam?. Jika kita melangsungkan kehidupan yang sesuai dengan ajarannya maka mustahil kalau kita akan terjebak dalam suatu masalah.