Terjerat Tali Pusat
Desa Kabuaran. Sekian tahun silam. Pagi. Burung-burung yang bertengger di atas pohon jambu merah di depan rumah  Ana berkicau riang. Saat itulah Ana--seorang perempuan berusia tiga puluh tahunan--merasakan tanda-tanda menjelang persalinan. Syukurlah belum sampai membuatnya tegang. Sehingga  Ana bisa  melakukan beberapa aktivitas rutin sehari-hari  seperti menyiram tanaman,  mengisi tempayan sampai airnya penuh, membersihkan rumah dan memasak. Setelah itu Ana menyiapkan kain panjang untuk persalinan dan perlengkapan bayi sambil mengemil Kurma. Lalu  menyapu halaman dengan santai agar tetangga yang melihat Ana tak curiga bahwa  Ana akan melahirkan. Jika ada yang tahu maka para tetangga akan berdatangan dan hal itu tentu mengusik privasinya.
Malam itu , seusai menidurkan anak pertama  Ana  yang bernama Dani  di balai-balai, Ana  menemani suami Ana  menemui tamunya yang baru pulang dari Jepang. Mereka  mengobrol sampai larut malam.
Usai tamu pulang, Ana  mengambil uang tabungan Ana yang sudah  terkumpul sebanyak Rp.35.000. Uang itu cukup untuk biaya persalinan Ana  di desanya. Setelah menaruhnya di amplop, Ana  merebahkan tubuh lelahnya di ranjang tua rumahmya.
Ingin rasanya Ana tidur. Namun kontraksi otot "uterin" menghalanginya untuk tidur. Ketika jam di dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, Ana  mengalami nyeri  akibat kejang di perut. Mungkin hal itu merupakan indikasi awal persalinan. Â
Dugaan Ana  tak meleset. Tak lama kemudian hal itu terjadi secara berkala. Ana meminta suaminya untuk menghubungi bidan. Suami Ana pun segera pergi ke rumah bidan naik ojek. Lokasi rumah bidan ada  di desa sebelah.
Setengah jam kemudian suami Ana pulang. Begitu memasuki rumah, suami Ana  berkata: "Bu Bidan menyusul. Diantar suaminya."
"Iya, Â mas. Â Tak mengapa !" sahut Ana.
"Apa kupanggilkan adikku?" tanya suami Ana  sambil berdiri dekat pintu.
"Nanti saja. Tolong sekarang pijat  punggungku, ya mas !"  pinta Ana sambil  meringis  menahan sakit.
Suami Ana  pun mendekati ranjang Ana. Memijat lembut  punggung Ana yang terasa nyeri akibat kontraksi. "Duh, nikmat sekali!" seru Ana.  Namun,  Ana tak bisa berlama- lama menikmati pijatan suaminya karena dikejar "dead line" melahirkan. Artinya, sebelum waktu persalinan tiba, Ana  harus meminta tolong suaminya merebus air untuk keperluan persalinan. Dan suami Ana  pun segera menyalakan tungku, merebus air di panci besar.