Sekian tahun yang lalu Ma'e menabur benih kurma di belakang rumah. Setiap hari Ma'e menyiramnya. Dan pada waktu-waktu tertentu memupuknya.
Hari demi hari. Bulan demi bulan. Benih-benih  kurma yang Ma'e sebar bertunas. Juga biji-biji tanaman  di sekitarnya.
Seiring dengan berjalannya waktu pohon kurma Ma'e tumbuh besar. Daunnya rimbun dan pecah. Â
Setelah lima tahun biasanya pohon  kurma berbuah. Tetapi ternyata pohon kurma Ma'e belum berbuah. Mungkin penyebabnya curah hujan  dan kelembaban udara yang cukup tinggi di daerah tempat tinggal Ma'e. Atau karena pohon kurma tersebut pernah nyaris mati sebagai akibat lama ditinggal pergi. Atau karena Ma'e menanamnya di "plant bag." Sehingga pohon kurma Ma'e tak mau berbuah.  Atau karena memang  area kebun bukan habitatnya. Sehingga pohon  kurma tidak mau berbuah.  Meskipun demikian, Ma'e tidak peduli. Yang penting pohon kurma Ma'e tumbuh sehat.
Sore itu, setelah menyantap sepotong  tempe mendoan yang  hangat dan lezat, Ma'e berjalan selangkah demi selangkah mengitari kebun mininya. Ma'e tak mengambil gembor untuk menyiram tanaman karena tadi siang hujan turun deras sekali. Ma'e hanya ingin melihat wajah-wajah para penghuni kebunnya, antara lain cincau, stroberi, kelor, cabe, pegagan, tebu, buah naga, temu lawak,  lemon, tien, siwak, delima merah, habbatusauda.
Sampai di depan pohon kurma, Ma'e mengerem kakinya. Setelah berhenti di depan pohon kurma, Ma'e menatap pohon kurmanya lama-lama tanpa tersenyum manis seperti biasanya. Bahkan muka Ma'e kelihatan agak masam.
Â
Ma'e membelai daun pohon kurma. Tiba-tiba pikiran Mae melayang ke Baitullah Mekah. "Ya Allah, Zat yang bersemayam  jauh di atas langit di Arasy'!  Berilah aku kemudahan untuk pergi ke Baitullah. Lalu dalam benak Ma'e terlintas bayangan lelaki  terbaik sepanjang zaman. Â
"Qodarullah" Ma'e  pernah bertemu Baginda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dalam mimpi, itu pun dalam hitungan detik. Meskipun demikian Ma'e tidak bisa melupakannya. Bahkan setiap melihat pohon kurmanya, Mae selalu teringat  sosok lelaki yang luar biasa itu. Lelaki terbaik sepanjang zaman. Ya  Rasulullah shalallahu'alaihi wasallam. Wajahnya  bersih bercahaya. Rambutnya hitam berkilau. Senyumnya yang menawan  menimbulkan perasaan yang sulit Ma'e lukiskan.
"Ya Allah! Kapankah aku bisa berziarah ke makam Baginda? Kapankah aku bisa pergi ke Baitullah? Hanya kepada-Mu  aku berserah!" Ucap Ma'e dalam hati.Â
Lalu  Ma'e menulis puisi di udara.
Hari merangkak malam
Burung hantu uluk salam
Puan berjilbab hitam
Berwajah  muram
Mendekap Baitullah
Dari kejauhan biarkan
Rindu membuncah
Terbang ke awan
Tak lama kemudian pikiran Ma'e melayang jauh ke Baitullah. Seolah-olah baitullah ada di depan matanya.