Mohon tunggu...
Abdisita Sandhyasosi
Abdisita Sandhyasosi Mohon Tunggu... Psikolog - Penulis buku solo "5 Kunci Sukses Hidup" dan sekitar 25 buku antologi

Alumni psikologi Unair Surabaya. Ibu lima anak. Tinggal di Bondowoso. Pernah menjadi guru di Pesantren Al Ishlah, konsultan psikologi dan terapis bekam di Bondowoso. Hobi membaca dan menulis dengan konten motivasi Islam, kesehatan dan tanaman serta psikologi terutama psikologi pendidikan dan perkembangan. Juga hobi berkebun seperti alpukat, pisang, jambu kristal, kacang tanah, jagung manis dan aneka jenis buah dan sayur yang lain. Motto: Rumahku Mihrabku Kantorku. Quote: "Sesungguhnya hidup di dunia ini adalah kesibukan untuk memantaskan diri menjadi hamba yang dicintai-Nya".

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kisah Persalinan Induksi

27 November 2022   15:00 Diperbarui: 27 November 2022   14:59 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Beberapa jam  setelah itu terjadi  pembukaan  satu. Tetapi  kemudian  tak terjadi pembukaan lagi alias  macet. Sementara itu air ketuban  terus-menerus  merembes.

Kamis  17 Agustus. Sore. Saya mengalami  pembukaan dua dan kemudian macet.

Di sela-sela kesibukan menunggu pembukaan sempurna, saya mengemil kurma.  

Jumat 18 Agustus. Sore. Saya mengalami pembukaan tiga. Seharusnya saya dirujuk ke Rumah Sakit  karena air ketuban merembes sudah lebih dari  dua hari  224 jam. Kepala bayi masih  belum turun ke jalan lahir. Tetapi saya tak mau ke rumah sakit. Karena saya tak mau  operasi caesar. Selain karena biayanya mahal juga efek pasca operasi caesar.

Sabtu 18 Agustus. Pagi. Kata bidan desa, saya sudah pembukaan 4 dan ketuban di rahim saya hampir kering. Mendengar hal itu suami saya panik dan  meminta saya segera berangkat ke RS. Maka  demi taat pada suami, saya pun berangkat ke RS. Tentu  sambil tetap berdoa dan  dzikirullah, sholawat serta istighfar dalam hati..

Di Rumah sakit saya diberi dua pilihan yaitu menjalani operasi Caesar atau persalinan induksi--persalinan paksa  dengan cara induksi yaitu dirangsang dengan hormon oxytocin lewat infus.


Persalinan induksi ternyata  level rasa sakitnya empat kali lebih sakit dari persalinan normal tanpa dirangsang.  
Meskipun demikian saya tetap memilih persalinan induksi. Konsekuensinya saya harus   menahan rasa sakitnya yang luar biasa dan  terus-menerus. Tulang paha saya seperti dibetot-betot, dipatahkan perlahan-lahan. Otot-otot rahim  bagai ditarik-tarik dengan kekuatan penuh.  Jiwa seperti hendak melayang. Saya  berusaha berserah diri kepada-Nya dengan kesabaran yang indah.

Setiap timbul rasa sakit yang menyengat  saya fokus membayangkan sebuah taman dengan aneka tanaman berbunga yang indah dan harum baunya. Saya menikmati keindahannya yang eksotis dan aromanya yang semerbak sambil tetap berdzikir dalam hati. Sehingga perhatian saya beralih pada bunga-bunga tersebut.

Terkadang dalam benak saya membayangkan  bunda-bunda hebat pemantik semangat seperti  Maryam binti Imran yang pernah melahirkan bayinya --nabi Isa Alaihisallam--sendirian atau Khadijah binti Khuwailid isteri Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang pernah melahirkan bayinya pada usia di atas 40 tahun.  Hingga tak terasa terjadi pembukaan sempurna.

Qodarullah kepala bayi belum turun ke jalan lahir. Sehingga saya harus menunggunya turun sedikit demi sedikit dalam  kondisi air ketuban sudah kering.

Kematian seolah-olah di depan mata Ma'e.  Mati syahid akan menjadi  pilihan saya.  Namun saya tak boleh berputus asa dari rahmat Nya. Sehingga setelah memuji-muji-Nya saya pun berdoa di dalam hati..  " Ya Allah berilah aku waktu... anak-anakku masih butuh bimbinganku dan aku ingin melihat mereka tumbuh besar dan sholeh..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun