Mohon tunggu...
Tatiek Purwanti
Tatiek Purwanti Mohon Tunggu... Ibu rumah tangga -

Ibu rumah tangga dengan dua orang amanah, blogger, dan penulis. Sedang terus belajar dari sekitar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mari Menjadi Ibu Ideal

23 Desember 2014   13:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:39 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kita hidup pada zaman dimana para ibu umumnya dibagi menjadi 'dua golongan besar' yaitu Stay at Home Mom (SHM) dan Working Mom (WM). Suatu ketika ada seorang teman yang mengaku minder karena statusnya sebagai SHM dengan dua anak. Sementara saudara kandungnya yang lain begitu cemerlang dalam studi dan karirnya. Di kesempatan lain, ada seorang WM yang sebenarnya sangat ingin berhenti bekerja dan fokus mendampingi tiga buah hatinya. Rasa bersalah kerap hinggap jika salah seorang anaknya kambuh sakitnya atau jika pulang kerjanya menjelang petang. Kisah di atas adalah tentang para ibu yang mempunyai keinginan untuk berada dalam posisi yang lainnya, ingin bertukar nasib mungkin.

Pada kisah yang lain, banyak ibu yang sangat menikmati posisinya sebagai SHM atau pun WM tapi sampai pada taraf membanggakan posisi masing-masing dan memandang sebelah mata posisi yang lainnya. Jika hanya sekedar melihat pada 'label' SHM atau WM yang memang berbeda 'jalur perjuangan', niscaya akan menjadi perdebatan berkepanjangan. Ada banyak alasan dan latar belakang mengapa kedua golongan ibu itu memilih posisi yang sekarang mereka jalani. Jadi, lebih baik menghentikaperdebatan  dan marilah fokus pada tujuan yang harus sama-sama dicapai keduanya.

Saya sendiri berpendapat bahwa dalam posisi sebagai Stay at Home Mom atau pun Working Mom,  tujuan perjuangan seorang ibu itu adalah menjadi ibu yang ideal. Mengutip pernyataan dari salah seorang ibu hebat, Almh. Yoyoh Yusroh bahwa ibu yang ideal adalah ibu yang selalu bisa meningkatkan kualitas dirinya, kualitas anaknya, kualitas rumah tangganya, tetapi dia juga bisa memberikan kontribusi pada masyarakat. Ibu yang ideal adalah ibu yang mulia. Dan kemuliaan seorang ibu memang membutuhkan pembuktian berupa peningkatan kualitas yang tersebut di atas.

Sebelum membicarakan tentang seluk beluk peningkatan kualitas, sebagai muslimah saya juga berpendapat bahwa tugas utama seorang ibu itu adalah di rumah tangganya. Jika ia memilih untuk bekerja di luar rumah, maka hal-hal seperti: mendapat izin dari suami,  menutup aurat secara sempurna dan tidak berikhtilat/bercampur-baur dengan non mahram dalam pekerjaannya,  harus sudah final terpenuhi syaratnya. Bagaimana dengan yang memilih berkarya di rumah? Sebenarnya aturannya pun sama; pergi ke luar rumah harus seizin suami, menutup auratnya saat di luar rumah dan tidak memasukkan lelaki yang bukan mahram ke dalam rumah saat suami tidak ada. Aturan bagi keduanya yang sejatinya sama itu agar proses sebagai SHM atau pun WM yang akan dijalani benar-benar bernilai ibadah dan berbuah berkah.

1. Meningkatkan Kualitas Diri

Dulu ada anggapan -dan mungkin tetap ada sampai sekarang di sebagian masyarakat kita- bahwa Working Mom itu lebih berkualitas dari Stay at Home Mom. Anggapan itu muncul dari mayoritas penampilan fisik yang necis para WM yang umumnya berpendidikan tinggi. Sedangkan SHM,  hanya dengan pendidikan dasar atau menengah saja pun bisa menjalani profesinya. Seiring berkembangnya waktu, tidak sedikit SHM yang berpendidikan tinggi namun pada akhirnya memilih berkarya di rumah tangganya.

Sebenarnya mengukur kualitas seorang ibu tidak cukup dari segi pendidikan formal saja. Itu adalah hal penting tapi bisa jadi bukan yang terpenting. Berkualitas yang dimaksudkan adalah penguasaan wawasan agama sebagai ilmu dasar menjalani kehidupan, wawasan tumbuh kembang anak dan pengetahuan umum. Dan peningkatan kualitasnya diwujudkan dengan kemauan para ibu untuk terus belajar, mulai dari ibu-ibu tamatan pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.

Menjamurnya media sosial bisa menjadi sarana belajar yang praktis. Misalnya, ada sebuah grup di facebook yang membahas tentang pentingnya pemberian ASI eksklusif. Yang ada di dalamnya adalah dua golongan SHM dan WM yang dengan kondisi masing-masing berusaha memberikan hak untuk bayinya. Mereka saling menyemangati dan mereka adalah pembelajar. Atau grup whatsapp yang dibentuk untuk mendalami ilmu agama yang kini banyak sekali pilihannya. Pendiri dan anggotanya pun terdiri dari dua golongan ibu itu. Mereka saling menyemangati dan mereka pun adalah pembelajar.

Itu sekedar contoh kecil tentang peningkatan kualitas diri yang bisa didapat dari sarana online. Di kehidupan nyata pastinya lebih banyak lagi. Dimulai dari kesadaran pribadi untuk rajin membaca, mengikuti kajian agama, seminar,  workshop dan berbagai macam kursus. Ada seorang rekan Working Mom yang sangat ingin mengikuti kursus menjahit. Sementara itu ada juga rekan SHM yang terus belajar tentang menjalankan bisnis dari rumah. Maka menjadikan diri berkualitas adalah capaian yang tak kenal henti.

2. Meningkatkan Kualitas Anak

Seorang ibu baik SHM atau pun WM mempunyai tugas yang sama dalam hal meningkatkan kualitas anaknya. Ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya sebelum memasuki sekolah formal. Dan saat si anak sudah bersekolah pun,  sebenarnya tanggung jawab ibu tidak berkurang. Tidak bijak jika menyerahkan bulat-bulat masalah pendidikan anak ke sekolah saja. Pendidikan anak tidak sekedar tentang capaian akademis karena tiap anak memiliki multiple intelligence yang berbeda. Maka para ibu bertugas untuk mengawal dan membantu mengembangkannya. Juga tentang pendidikan karakter atau akhlak yang seharusnya sudah didapat terlebih dahulu di rumah. Di sinilah pentingnya peningkatan kualitas diri seorang ibu seperti yang tersebut di atas. Seorang ibu pembelajar akan lebih mudah meningkatkan kualitas anaknya juga.

Permasalahan yang timbul untuk para WM dalam hal mendampingi anak adalah terbatasnya waktu untuk membersamai buah hatinya. Maka para WM hendaknya selalu punya 'quality time' setiap hari untuk anak-anaknya di sela kesibukan bekerja dan rasa lelahnya seharian. Jika si anak diasuh asisten rumah tangga atau pihak keluarga yang lain,  pastikan bahwa sang ibu tetap nomor satu di mata anaknya. Penting untuk sebisa mungkin tidak membawa tugas dari tempat bekerja ke rumah dan berusaha tidak memegang gadget jika berada di sisi anak.

Bagaimana dengan para SHM? Mereka yang punya lebih banyak waktu dengan anak-anaknya akan lebih luar biasa jika menjadikan seluruh waktunya di rumah sebagai 'quality time'. Maka sebenarnya bagi SHM tidak ada waktu untuk ngerumpi dan menjadi pecinta tayangan TV yang kurang bermutu. Sekedar tahu itu boleh,  tapi tidak untuk menjadi pecinta. Selain karena tugas SHM yang seakan tiada habisnya, -dari sebelum terbit matahari sampai terbenam mata suami- membersamai anak bisa menjadi obat di kala lelah dan jenuh melanda. Celoteh mereka,  rasa ingin tahunya,  keceriaan mereka adalah hadiah sepanjang hari yang patut disyukuri.

3. Meningkatkan Kualitas Keluarga

Keluarga sakinah mawaddah wa rahmah,  keluarga harmonis yang penuh kasih sayang di dalamnya pastinya adalah cita-cita semua pasangan sejak awal menikah. Keluarga seperti itu adalah cikal bakal keluarga berkualitas menuju bangsa yang berkualitas pula, sesuai dengan semangat Hari Keluarga Nasional yang diperingati setiap tahunnya pada tanggal 29 Juni. Pun mengutip tagline Komunitas Ayah Edi: Indonesian Strong From Home, bahwa kekuatan bangsa Indonesia dimulai dari rumah/keluarga.

Menuju capaian itu memerlukan kerja sama dan komunikasi yang baik di antara ayah dan ibu dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Kecermerlangan sang ibu dalam peningkatan kualitas diri dan kualitas anak-anaknya akan sangat membawa dampak positif bagi ayah. Ayah yang bertugas sebagai pencari nafkah utama bisa nyaman bekerja karena ibu dan anak senantiasa berada dalam kondisi terbaiknya. Jika ada masalah yang datang dalam keluarga, hampir selalu bisa dipecahkan dengan cara-cara terbaik karena masing-masing tahu ilmunya. Kesempatan SHM atau WM mendampingi kepemimpinan sang ayah menuju cita-cita mulia itu sama besarnya walau pun dengan bentuk pengorbanan yang berbeda.

4. Memberi Kontribusi kepada Masyarakat

Keluarga berkualitas sebenarnya bisa menginspirasi masyarakat di sekitarnya walau pun tanpa disertai ajakan. Umumnya orang akan kagum dan memuji sebuah keluarga yang terlihat harmonis, merasa nyaman jika berkunjung ke rumah keluarga tersebut dan menjadikannya sebagai tempat sharing yang tepat.

Efeknya lebih dahsyat lagi jika keluarga berkualitas tersebut turun ke masyarakat dan memberikan kontribusinya. Orang-orang akan lebih mudah mempercayai ajakan dan himbauan yang diberikan karena mengetahui track record keluarga tersebut. Pada saat pemilihan ketua RT atau RW, biasanya yang terpilih adalah para ayah yang aktif di lingkungannya ditambah dengan kualitas keluarganya yang mantap.

Peran para ibu sendiri dalam kegiatan sosial kemasyarakatan bisa sebagai wakil dari keluarganya atau pun sebagai pribadi yang mengamalkan ilmu dan kecakapan yang dikuasainya. Amanah sebagai istri dari Pak RT, Pak RW, perangkat desa, kepala desa  sampai pemimpin level di atasnya adalah kesempatan besar untuk berkontribusi. Menjadi teladan, menyumbangkan pemikiran dan tenaga,  mengulurkan bantuan dan mencetuskan kegiatan-kegiatan bermanfaat di masyarakat adalah sebagian wujudnya. Bahkan jika suami tidak memiliki kedudukan penting di dalam masyarakat pun, tetap masih ada peluang mengabdi. Misalnya menjadi ustadzah di TPA, kader posyandu,  aktifis PKK, pionir penghijauan kampung, aktifis pengajian dan sebagainya.

Peran Working Mom dengan keahlian tertentu seperti bidan,  guru,  dokter atau pun penyuluh pertanian akan terasa di sini. Masyarakat membutuhkan ilmu dan pengabdian mereka. Dan inilah saat yang tepat untuk menjadi pribadi bermanfaat bagi orang lain di sela kesibukan bekerja.

So, marilah  berusaha menjadi ibu ideal dalam posisi sebagai SHM atau pun WM. Mungkin terasa berat tapi kehidupan penuh berkah dan akhirat yang indah memang memerlukan perjuangan nyata. Mari saling menghormati,  bekerja sama dan memahami kondisi para ibu yang posisinya berbeda dengan kita.

~~~~

Terinspirasi majalah Ummi edisi lawas no. 8/XIII/2001

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun