Banyak film dirilis di akhir tahun 2014 yang lalu dengan bermacam genre. Mulai dari film science-fiction Supernova, kisah nyata Merry Riana yang berjudul sama dengan filmnya sampai film kolosal yang digarap di Lombok bertajuk Pendekar Tongkat Emas. Para sineas rupanya ingin menangkap peluang pada saat liburan akhir tahun dimana biasanya orang punya waktu panjang untuk memilih hiburan termasuk menonton film. Tapi tidak dengan saya.Saya tidak punya rencana untuk menonton film di bioskop di akhir tahun lalu walaupun saya termasuk orang yang suka menonton film dengan genre tertentu. Biasanya saya memilih untuk membeli VCD original jika menyukai sebuah film dan sangat jarang pergi ke gedung bioskop. Paling tidak dengan membeli yang original, saya ikut menyumbang laba bagi kru filmnya dengan harapan mereka bisa terus berkarya dengan film-film bermutu yang mencerdaskan masyarakat Indonesia. Resikonya, saya sendiri jadi terlambat tahu dan hanya bisa menikmati trailer berulang-ulang sambil menunggu VCDnya keluar. Hehe, kacian dech…
Saat mengetahui bahwa film Assalamualaikum Beijing (AB) resmi beredar di bioskop tanah air pada tanggal 30 Desember 2014, ada rasa penasaran untuk segera tahu jalan ceritanya. Karena membaca novel karya mbak Asma Nadia dengan judul yang sama rasanya tidak cukup. Selalu ada rasa ingin membandingkan antara novel dan filmnya seperti saat Ketika Cinta Bertasbih atau 99 Cahaya Di Langit Eropa dirilis dulu. Dan untuk memenuhi rasa penasaran itu berarti harus menontonnya di bioskop! Teman-teman kanan-kiri sudah mulai menyebar info dan mengajak ke Mandala 21, salah satu gedung bioskop di kota Malang yang sebenarnya hanya berjarak sekitar sebelas kilometer saja dari rumah saya. Tapi ada keraguan karena mereka mengajaknya pada tanggal 31 Desember yang notabene jadi hari terakhir di tahun 2014. Sudah terbayang macetnya jalanan dan hiruk-pikuk orang yang ingin berpesta akhir tahun. Oh No… Mending nunggu VCD-nya lagi deh. Pun karena ada yang kurang jika harus menonton tanpa suami yang sedang bekerja di luar kota. Beliau sepertinya tidak akan pulang sampai tanggal 4 Januari karena ada tugas penting dan harus overtime. Beginilah nasib pasangan LDR.
Tak disangka suami saya bisa pulang cepat pada malam tanggal 1 Januari, alhamdulillah. Ternyata tugasnya sudah selesai lebih cepat dari perkiraan dan jatah liburnya pada tanggal 1 direplace tanggal 2. Jadilah akhir pekan bisa dihabiskan di rumah bersama keluarga. Ketika saya mencoba mengutarakan maksud untuk menonton film AB, beliau langsung setuju. Ya, karena kami sama-sama penikmat film bergenre religi. Apalagi momen yang satu ini juga hadir di saat yang tepat; saat kami punya waktu lumayan panjang untuk bersama. Sebuah hadiah LDR yang manis di awal tahun yang awalnya tidak direncanakan.
Maka pada hari Jumat tanggal 2 Januari yang lalu kami meluncur ke Mandala 21, mengambil jadwal nonton di jam 15.10 WIB. Cuaca pun seakan ikut mendukung. Biasanya jam segitu hujan deras melanda kota kami, tapi sore itu cerah ceria. Saat di dalam gedung, antrian pun tidak terlalu panjang. Mungkin jika kami memilih menonton pada saat malming,akan lain ceritanya. Sambil mengantri tiket, saya mengamati sekeliling. Banyak gadis-gadis berhijab yang ikut mengantri di situ dan memenuhi bangku sambil menunggu film tayang. Juga beberapa pasangan ummahat dan suami serta anak-anaknya. Banyak juga dari mereka yang riuh berfoto di depan backdrop AB yang diletakkan di pojok ruangan. Setelah tiket seharga tiga puluh ribu sudah di tangan, kami segera menuju mushalla di lantai dasar karena azan Ashar berkumandang tepat jam 15.00 WIB.
Jam 15.11 WIB kami baru bisa masuk ke studio 2 tempat dimana AB diputar. Filmnya sudah dimulai ternyata. Tidak semua bangku terisi dan kami memilih tempat duduk di pojokan nomor dua dari atas. Maka segera saja kami hanyut dalam kisah hidup Asmara dan Zhong Wen yang diperankan dengan sangat baik oleh Revalina S. Temat dan Morgan Oey. Jalan cerita dengan setting tempat di Beijing dengan soundtrack yang pas sanggup membuat kami dan mayoritas penonton menangis dan kadang-kadang tertawa. Kiranya tak perlu saya berpanjang-panjang menceritakan isi filmnya. Testimoni Oki Setiana Dewi pada saat Gala Premiere film ini rasanya cukup mewakili. Pokoknya rekomendid banget deh! Yang jelas, setelah menonton film ini kok rasanya kami berdua lebih romantis ke pasangan ya, hehe.
Saya justru ingin mengambil sedikit hikmah dari film ini dari sudut pandang kami sendiri yang sedang menjalani LDR.
1. Jangan terjebak seperti Dewa
LDR pastinya membuat pasangan saling berjauhan untuk jangka waktu tertentu. Pandai-pandailah memilah ajakan dari rekan kerja yang berlawanan jenis untuk bepergian. Usahakan selalu ada orang ketiga jika ada urusan di luar termasuk urusan kerja yang melibatkan lawan jenis. Jangan berlama-lama dan tutuplah celah sekecil mungkin yang membuat kita terjebak suasana seperti Dewa dan Anita.
2.Tingkatkan ibadah dan kedekatan dengan Allah SWT
Adegan Zhong Wen yang mendapat hidayah dan menjadi muallaf justru terjadi saat ia berjauhan dengan Asma. Maka saat berjauhan, justru adalah waktu untuk lebih banyak beribadah, memperkuat iman dan memperbaiki diri. Ini adalah salah satu bekal agar kita tidak mengalami peristiwa seperti kejadian nomor 1 di atas. Na’udzubillah.
3.Ingat selalu komitmen pernikahan kita
“Let’s slowly grow old together,” kata Zhong Wen saat melamar Asma. “Ashima cahayaku, bersediakah mendampingiku meniti jalan ke surga-Nya?” Ini menjadi pengingat bahwa komitmen pernikahan itu di atas segalanya. Bahwa kita menikah karena Allah SWT, untuk beribadah dan kelak bersama pasangan ingin bersama-sama masuk surga. Maka komitmen ini harus terus dipelihara walaupun jarak sedang memisahkan.
4.Perjumpaan adalah obat rindu yang mujarab
Kondisi Asma yang sedang sakit mulai membaik saat Zhong Wen yang tinggal jauh di negeri seberang menemuinya dan dengan mantap melamarnya. Pengorbanan yang luar biasa karena Zhong Wen sendiri bukan termasuk pemuda yang kaya. Maka setiap kali ada kesempatan untuk pulang, jangan ditunda walaupun mungkin berat diongkos, hehe. Karena ada rindu yang harus terobati. Tuntaskan rindu itu dan bersyukurlah atas rasa rindu itu. Kadang kerinduan pasangan yang LDR itu semakin menguatkan rasa cinta mereka. Ehem.
5.Kualitas kasih sayang untuk anak-anak tak boleh berkurang
Asma menderita penyakit APS sehingga menyebabkan ia kehilangan kemampuan berbicara. Ia kemungkinan besar juga akan sulit hamil dan jika hamil ada kemungkinan besar mengalami keguguran. Namun dengan izin Allah SWT ternyata ia positif hamil. Asma dengan mantap menuliskan kata hatinya di secarik kertas berwarna kuning tentang janin di rahimnya: “Ia akan sekuat cinta ayah dan ibunya.”
Anak-anak dari orang tua yang LDR pastinya memiliki sedikit waktu dengan ayahnya. Tapi ia harus tetap tumbuh sebagai anak yang kuat, yang tidak berkurang dalam hal limpahan kasih sayang dan perhatian. Maka memang sang bunda harus bekerja lebih keras dalam ‘mengawal’ anak-anaknya. Komunikasi dengan anak-anak harus tetap terjaga melalui telepon atau instant messaging yang menjamur. Dan pada saat ayahnya pulang, pastikan mayoritas waktu yang ada menjadi waktu yang berkualitas untuk anak-anak.
Mungkin masih banyak hikmah lain yang tak tertangkap oleh saya. Terima kasih untuk mbak Asma Nadia yang karyanya sangat menginspirasi. Juga untuk seluruh kru film yang sudah bekerja keras menghasilkan film religi yang bermutu. Dan suatu saat jika ada film senada seperti ini, rasanya kami tidak akan keberatan pergi ke bioskop untuk berkontribusi sekaligus sebagai hadiah LDR yang menambah keharmonisan. Boleh ditiru ^_^
"Apa ku bilang, yang penting iman. Romantis bisa nyusul belakangan!" Ridwan's quote
~~~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H