Penulis : Yauma Bunga Yusyananda
KPAI menganalisis tren kasus trafficking dan eksploitasi anak di awal tahun 2018, mencatat 8 kasus anak yang menjadi korban trafficking, 13 kasus korban eksploitasi seksual komersial, 9 kasus prostitusi anak, dan 2 kasus eksploitasi ekonomi. Angka-angka ini menunjukkan masalah serius yang terus berkembang, terutama jika dibandingkan dengan data akumulatif Bareskrim POLRI dari 2011 hingga 2017, yang mencatat 422 kasus anak korban kejahatan trafficking, dengan modus terbanyak berupa eksploitasi seksual. Data dari IOM (International Organization for Migration) juga menyoroti besarnya masalah ini, menunjukkan bahwa antara 2005 dan 2017 terdapat 8.876 korban trafficking, di mana 15%-nya atau sekitar 1.155 korban adalah anak. ( www.kpai.go.id 03/04/2018 )
Di tengah fenomena ini, isu eksploitasi tenaga terdidik melalui program magang dan PKL (Praktik Kerja Lapangan) menjadi semakin relevan. Meskipun dirancang untuk meningkatkan keterampilan siswa, banyak pelajar terjebak dalam sistem yang seharusnya menguntungkan tetapi justru menjadi alat eksploitasi bagi industri. Banyak laporan menunjukkan bahwa pelajar seringkali menghadapi beban kerja yang berlebihan, jam kerja yang tidak manusiawi, dan imbalan yang tidak memadai. KPAI memperingatkan bahwa kondisi ini bisa berujung pada eksploitasi pekerja anak, di mana pelajar terpaksa bekerja dalam kondisi yang merugikan.
Kasus yang berkaitan dengan hal tersebut lainnya adalah kasus dugaan penyimpangan dalam program kerja paruh waktu (ferienjob) di Jerman, yang melibatkan 1.047 mahasiswa Indonesia. Kasus ini dianggap mencerminkan krisis ketenagakerjaan pasca-pandemi Covid-19. Banyak mahasiswa yang diiming-imingi lowongan kerja, tetapi sering kali dengan upah di bawah standar dan dalam kondisi yang tidak sesuai. Kasus ini menjadi sorotan, menunjukkan perlunya perlindungan yang lebih baik bagi pekerja muda dalam program internasional. Â ( nasional.kompas.com 03/04/2024 )
Sistem kapitalisme yang fokus pada keuntungan sering kali mengabaikan kesejahteraan pekerja muda. Hubungan antara lembaga pendidikan dan perusahaan cenderung lebih menguntungkan industri, sementara pelajar menjadi korban, kehilangan hak-hak dasar seperti perlindungan keselamatan dan kesehatan.
Penerapan syariat Islam dalam konteks ini dapat memberikan solusi yang lebih baik. Dalam Islam, negara bertanggung jawab untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkepribadian baik, terampil, dan mampu membangun peradaban yang lebih baik. Pendidikan harus menjadi prioritas untuk menghasilkan individu yang tidak hanya terampil tetapi juga memiliki akhlak yang baik. Negara perlu menyediakan pendidikan yang berkualitas tanpa bergantung pada sektor swasta, sehingga pelajar tidak terjebak dalam eksploitasi.
Syariat Islam juga menekankan perlindungan hak-hak pekerja, termasuk pelajar yang menjalani program magang jika dibutuhkan. Regulasi yang ketat perlu diterapkan untuk menjamin kesejahteraan mereka. Sistem ekonomi Islam dapat berfungsi sebagai pedoman dalam pengaturan sumber daya dan tenaga kerja, di mana kerja sama dengan industri harus dilakukan dengan cara yang adil tanpa merugikan peserta didik dan bukan ke arah sistem manfaat namun ke arah keterampilan serta memberikan tunjangan dan kesejahteraan bagi para peserta didik agar merasakan pengalaman yang professional untuk menerapkan ilmu mereka.
Dalam konteks penyediaan lapangan kerja, Nabi Muhammad SAW memberikan contoh penting mengenai mandiri dan kerja keras. Dalam sebuah hadis, diceritakan bahwa Nabi membeli sebuah kapak dan berkata, "Ambillah kapak ini, pergi ke hutan, dan cari kayu untuk dijual." Hal ini menunjukkan bahwa Rasulullah mendorong umatnya untuk bekerja dan tidak meminta-minta, serta memberikan peluang bagi diri sendiri untuk menghasilkan pendapatan dengan cara yang halal dan produktif. Prinsip ini sangat relevan dalam menciptakan lapangan kerja yang adil dan berkualitas.
Meningkatkan kesadaran umum untuk melindungi hak-hak anak, pelajar dan  pekerja muda adalah langkah yang sangat penting. Edukasi mengenai dampak negatif eksploitasi perlu dilakukan agar semua pihak memahami esensi keadilan dalam dunia kerja. Menerapkan sistem yang secara menyeluruh mengedepankan Islam, baik dalam pendidikan maupun dunia kerja, dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi masalah eksploitasi tenaga terdidik.
Dengan mengatur pendidikan untuk kepentingan umat, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil dan sejahtera. Keadilan sesuai syariat Islam harus menjadi prioritas, sehingga setiap individu dapat berkontribusi secara maksimal tanpa rasa takut akan di eksploitasi oleh negara. Dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) menawarkan harapan baru bagi pelajar dan mahasiswa, membentuk generasi yang terampil, berintegritas, dan bertanggung jawab. Semoga kita lebih memahami Islam sebagai jalan perjuangan untuk menegakkan perlindungan bagi seluruh ummat.