Mohon tunggu...
Ummu Fatimah
Ummu Fatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Do the best

Speak your idea for the better future

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Propaganda di Balik Liberalisasi Media

12 Januari 2025   03:47 Diperbarui: 12 Januari 2025   03:47 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

            Netizen pecinta KDrama tengah jengah akibat snece bernuanasa propaganda SiRiwil yang ada pada epidode terakhir WTPR. Pasalnya, drama ini adalah salah satu drama dengan pencapaian fantastis dan memiliki ranting tinggi pada aplikasi Netflix di akhir tahun 2024 hingga awal 2025. Scene bernarasikan propaganda terlihat dengan narasi adanya penyerangan di sebuah negara Ismail oleh kelompok bersenjata. Meskipun menggunakan nama wilayah yang berbeda, akan tetapi penonton dapat menilai konteks pembicaraan pada scene tersebut mengarah pada pemutarbalikan fakta atas genosida yang terjadi di G4Z4.

            Hakikatnya, adanya scene propaganda pada industri film bukan hanya terjadi pada drama WTPR. Jika dicermati lebih dalam lagi setiap industri hiburan khususnya film baik yang diproduksi oleh Barat, Korea, China dll memiliki propaganda yang ingin ditanamkan kepada penonton. Propaganda ini ditanamkan dalam berbagai industri hiburan yang mereka produksi agar masyarakat terdoktrin tanpa sadar kemudian memgambil nilai atau fakta tersebut sebagai sebuay kebenaran. Hal ini disebut juga sebagai manipulasi media massa.

Liberalisasi Mindset

            Berbicara terkait produksi indutri hiburan yang mempengaruhi cara berpikir masyarakat akan sangat bersinggunangan dengan bagaiaman proses berpikir yang terjadi di dalam diri manusia hingga menghasilkan sebuah pembenaran. Aktivitas berpikir memiliki 4 komponen yaitu objek, alat indra, akal dan informasi sebelumnya tentang objek itu sendiri. Pada dasarnya informasi sebelumnya sebagai penentu bagaimana hasil dari aktivitas berpikir itu sendiri. Karena informasi inilah yang juga digunakan oleh akal sebagai bahan pertimbangan. Bahkan informasi ini mampu menentukan standart benar dan salah. Semakin sering informasi itu hadir dibenak masyarakat maka semakin dia mempercayainya sebagai sebuah kebenaran. Sehingga standart hidup yang dipilih akan berkolerasi dengan hasil berpikir seseorang atas informasi yang didapatkan.

            Jika informasi yang diberikan salah makan Kesimpulan terkait kebenaran, standart hidup dan hal lainnya juga akan salah, termasuk kesimpulan yang benar memandang fakta genosida yang terjadi di G4Z4. Sehingga untuk melahirkan pemahaman yang benar perlu adanya media infirmasi yang benar termasuk yang diproduksi oleh industri hiburan. Masalahnya adalah, produksi industri hiburan dibangun dengan asa liberalism sekuler atau kebebasan berekspresi. Liberalisasi sendiri lahir dari sebuah paham sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan. Artinya seseorang ketika hidup di dunia tidak ada yang berhak mengaturnya bahkan jika itu Tuhan sekalipun. Efeknya aturan tentang bagaimana individu hidup hanya berhak dikembangkan oleh individu itu sendiri. Artinya setiap individu berhak untuk mengatur dirinya sendiri tanpa hegemoni dari pihak manapun. Inilah yang disebut dengan kebebasan atau liberalism, penyebaran ide liberalisme sendiri disebut dengan liberalisasi. Efeknya industri hiburan tidak memiliki standart yang benar dalam memberikan informasi.

Berawal dari Mindset

            Problem hari ini setelah dianalisis ialah akibat dari kesalahan mindset yang diambil oleh individu, masyarakat dan negara. Sehingga media massa bernafas liberal masih tumbuh subur dalam kehidupan, tidak ada jalan lain kecuali merubah mindset liberalism itu sendiri. Sebab individu yang tidak politis dan mudah FOMO serta mementingkan hiburan daripada belajar ilmu ilmu kehidupan menjadi pasar yang empuk bagi industri perfilman. Selaian itu negara yang sekuler juga menjamin kebebasan media dalam mengekspresikan kehendaknya tanpa adanya rambu rambu dari negara. Untuk itu, adanya propaganda melalui industri hiburan hakikatnya tidak bisa diselesaikan secara individu atau cukup dengan boikot film ataupun prosedurnya, akan tetapi perlu adanya negara yang memberikan perhatian berupa standart informasi yang benar dan hukuman yang tegas bagi pelaku propaganda negative.

Hanya saja negara semacam ini tentu bukan negara yang mengemban sekulerisme liberal. Akan tetapi negara yang memiliki ideologi Islam, dengan standart yang baku, jelas dan tegas didalamnya. Berkaca dari bagaimana Islam yang berperan bukan hanya sebagai agama tetapi juga sebagai mindset dalam memandang kehidupan. Artinya dalam memandang kehidupan, Islam mengajarkan untuk mengikuti aturan dari Allah Tuhan semesta alam yang Maha Mengetahui manusia itu sendiri.

            Islam juga melahirkan aturan preventif dan kuratif yang mampu meminimalisir propaganda negative melalui edia. Aturan preventif yang dihadirkan oleh Islam adalah 1) Hadirnya kurikulum pendidikan berbasis Aqidah Islam sehingga setiap individu memiliki standart hidup yang jelas; 2) Adanya batasan aurat dan batasan pihak yang boleh dan tidak boleh melihat, hal ini diedukasi oleh instansi pendidikan, keluarga serta dicontohkan dalam masyarakat; 3) Stabilisasi ekonomi yang memungkinkan setiap industri hiburan fokus pada mengukasi masyarakat dan sanggup menolak investasi asing berkedok propaganda negative; 4) Filter negara terhadap standart konten media yan benar; Sedangkan aturan kuratif meliputi takzir pada pelaku propaganda, hukuman ini disesuaikan dengan Tingkat propaganda yang dibuat sehingga semakin fatal efek yang diberikan hukuman yang diberikan semakin berat.

            Aturan kuratif ini akan berlaku ketika aturan preventif telah dilaksanakan. Sehingga kolaborasi aturan preventif dan kuratif berdampak pada efek jera bagi pelaku dan membuat orang yang akan melakukan hal tersebut berpikir ulang. Aturan preventif yang dijalankan juga mampu meminimalisir adanya media massa sebagai alat propaganda negative. Penerapan aturan ini hanya mampu terealisasi dalam sebuah sistem Islam semata yang memiliki mindset Islam. Bukan pada sebuah sistem yang melegalisasi mindset liberalism dalam kehidupan.

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun