Indonesia tengah memasuki musim penghujan di penghujung tahun . Seiring dengan hal tersebut banyak wilayah yang dinyatakan tanggap darurat bencana . Seperti Sukabumi, Martapura dan Tangerang. Berbagai wilayah tersebut dinyatakan darurat bencana Hidrometeorologi. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), bencana Hidrometeorologi adalah bencana yang disebabkan oleh adanya perubahan musim, seperti terjadinya banjir, tanah longsor dan pergeseran tanah pada musim hujan (BPBN.com, 14/12). Berdasarkan data BMKG per November 2024 lalu, wilayah Indonesia yang terdampak bencana Hidrometeorologi sebanyak 28 provinsi (detik.com, 17/11).
Potensi terjadinya bencana hidrometeorologi semakin besar dengan adanya fakta pendangkalan sungai dan juga pengalih fungsian lahan hutan. Jika ditelaah lebih dalam, Indonesia memiliki potensi bencana Hidrometeorologi yang besar seiring dengan perubahan iklim dunia. Oleh karena itu perlu adanya penangangan preventif dan kuratif untuk meminimalisir terjadinya bencana tersebut atauapun meminimalisir kerugian yang diakibatkan.
Eksploitasi penyebab meningkatnya potensi bencana alam
Maraknya wilayah yang mengalami bencana hidrometeorologi menimbulkan pertanyaan mendasar mengapa Indonesia yang dikenal sebagai paru paru dunia nomor 2 di dunia justru wilayahnya mengalami bencana hidrometeorologi. Apalagi jika ditelaah lebih dalam, penyebab bencana alam ini bukan hanya semata mata karena peningkatan curah hujan dan perubahan iklim ekstrim. Akan tetapi juga didukung oleh berkurangnya daerah resapan air dan daerah penampungan air.
Kurangnya daerah resapan air tidak lepas dari banyaknya pengalihan fungsian lahan hutan yang awalnya sebagai hutan lindung dialih fungsikan menjadi hutan produksi (goodstats.com 28/07). Hutan produksi tentunya lebih menguntungkan secara finansial dibandingkan hutan lindung. Karena hutan produksi memang difokuskan untuk memproduksi komoditas tertentu. Akan tetapi efek domino dari perubahan fungsi hutan ini menyebabkan kontruksi tanah menjadi lemah akibat akar dari pohon pohon besar sudah tidak lagi mengikat tanah bersama dengan air hujan. Hal ini yang berujung pada pergeseran tanah, tanah longsor menjadi lebih sering terjadi. Bagian tanah yang terkikis sedikit demi sedikit menuju hilir sungai, menyebabkan menumpuknya sedimentasi pada sungai sehingga terjadilah pendangkalan sungai.
Sayangnya, eksploitasi hutan terus terjadi di Indonesia dengan adanya deforestasi semakin luas. Deforestasi bukan hanya pengalihan lahan hutan lindung menjadi hutan produksi, tetapi juga akibat aktivitas penambangan yang terus terjadi. Sebagaimana pada tahun 2024, penyebab deforestasi terbesar adalah penambangan nikel (Kompas.com, 13/02)
Liberalisasi Ekonomi Akar Masalah Masifnya Eksploitasi
Aktivitas eksploitasi sumber daya alam tidak terlepas dari mindset ekonomi negara. Nyatanya pemberdayaan eksploitasi lahan yang begitu masif berkaitan erat dengan banyaknya perjanjian pengolahan lahan kepada pihak swasta untuk mendapatkan keuntungan. Masalahnya, ketika SDA ini dikelola oleh industri dengan asas kebebasan atau liberalisme maka tidak akan diperhatikan konsep keberlanjutan SDA tersebut termasuk keberlangsungan atas keamanan dari dampak eksploitasi. Â Hal ini disebabkan oleh adanya mindset matrialistik di atas seluruh kepentingan. Sehingga kepentingan materi menjadi hal pertama dan utama yang harus diperjuangkan, terlepas dari efek samping perubahan lingkungan yang diberikan.
Konsep Pengelolaan SDA dalam Islam.
Islam sebagai agama yang paripurna dan sempurna telah memberikan tuntunan bagaimana manusia seharusnya mengelola sumber daya alam. Sumber daya alam pada hakikatnya dikelola untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik dalam hal memenuhi sandang, pangan, papan, kesehatan dan industri militer. Karena untuk memenuhi kebutuhan hidup maka manusia melakukan pengelolaan SDA secukupnya. Sebab kenutuhan adalah segala hal yang diperlukan oleh manusia sehingga ia mampu menjalani kehidupannya, berbeda dengan konsep sekuler kapitalisme yang menganggap kebutuhan sama dengan keinginan. Jika kebutuhan dianggap keinginan, maka pada dasarnya kebutuhan manusia tidak akan terpenuhi karena keinginan manusia tidak ada batasnya.
Konsep ini pun diadopsi oleh seluruh elemen masyarakat, baik individu hingga negara. Sehingga setiap individu tidak akan melakukan aktivitas pemborosan, hedonisme dalam kehidupannya. Negara dalam Islam dipandang sebagai penjaga kemaslahatan masyarakat bertugas memastikan kelestarian SDA termasuk mengelola lingkungan agar tetap terjaga sehingga tidak menimbulkan berbagai bencana alam. Untuk itu harus ada peta geografis yang jelas terkait daerah resapan air, hutan lindung, daerah industri dan juga daerah hunian. Peta ini menjadi landasan pembangunan dan pengelolaan SDA termasuk hutan.
Berbagai konsep diatas mampu dijalankan oleh negara ketika pemangku kebijakannya memiliki ketaatan kepada Allah. Sehingga tidak akan berani untuk melakukan suap menyuap, pro terhadap asing/aseng sehingga dengan mudah menjual lahan kepada swasta. Kepribadian semacam ini akan terbentuk ketika sistem pendidikan yang dijalankan  juga berfokus pada pembinaan karakter Islam dan menanamkan aqidah Islam kepada peserta didik. Bukan sistem pendidikan sekuler yang hanya berorientasi mencetak pekerja semata.  Hanya saja baik mindset ekonomi ataupun sistem pendidikan tersebut hanya mampu diterapkan oleh kepemimpin Islam semata. Wallahualam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H