Mohon tunggu...
Ummu Fatimah
Ummu Fatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Do the best

Speak your idea for the better future

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Idul Adha Berbeda, Persatuan Umat Urgent

15 Juni 2024   23:13 Diperbarui: 15 Juni 2024   23:16 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Hari raya idul adha sebagai hari raya kaum muslimin, kembali berbeda dikalangan kaum muslimin sendiri. Kaum muslimin negeri ini merayakan hari besar qurban pada Senin 17 Juni 2024, sedangkan kaum muslimin yang ada di Mekkah merayakannya pada Ahad, 16 Juni 2024. Perbedaan hari raya idul adha faktanya sering terjadi di negeri ini. Pertanyaan yang pantas direnungkan dengan seksama, alamiahkah hal ini terus terjadi pada kaum muslimin.

            Hari raya Qurban atau hari raya Idul Adha pada dasarnya dilakukan setelah wukuf di Arafah sebagai puncak ibadah haji di Mekkah dilakukan. Ibadah Wukuf sendiri sesuai syariat dilakukan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Ketika kaum muslimin yang ada di Mekkah tengah berwukuf maka kaum muslimin yang tidak melaksanakan ibadah haji disunnahkan untuk menjalankan puasa Arafah. Sehingga berdasarkan hal ini, tampak jelas kesesuaian keterkaitan penentuan hari raya Qurban dengan rangkaian ibadah haji yang ada di Mekkah. Selain itu dalil syar'i telah menjelaskan bahwa ketetapan 1 Dzulhijjah menyesuaikan penentuan yang dilakukan oleh penguasa atau Amir Mekkah. Jika Amir Mekkah tidak mampu melihat hilal sebagai tanda masuknya bulan baru, maka penguasa daerah lain bisa melakukan ruqyah hilal. Hal ini disepakati oleh 4 imam madzab.

            Sayangnya, saat ini penentuan hari raya Idul Adha tidak dilakukan sebagaimana hukum syariat. Setiap negara menentukan secara mandiri tanpa mengikuti rangkaian ibadah haji yang ada di Mekkah. Hal ini disebabkan oleh tertanamnya mindset di kalangan kaum muslimin bahwa setiap negara memiliki hak untuk menentukan hari rayanya masing masing. Mindset ini berkembang seiring dengan adanya pemahaman negara bangsa yang memisahkan kaum muslimin yang ada pada satu bangsa dengan muslimin yang ada pada bangsa lainnya.

            Pemahaman kebangsaan atau nasionalisme kesukuan ini mengakibatkan kaum muslimin yang seharusnya umat yang satu menjadi umat yang terpecah belah. Bahkan akibat keterpecah belahan ini jugalah, 2 milyar kaum muslimin tidak mampu memberikan pertolongan kepada saudara saudari muslim yang ada di P4l3stin4. Padahal, Rasulullah Muhammad SAW telah menghapuskan fanatisme kesukuan dan kebangsaan ketika beliau membawa risalah Islam. Rasulullah mengajarkan bahwa sejatinya umat Islam adalah umat yang satu, tidak dibedakan berdasarkan suku, bangsa, dan ras. Umat ini disatukan oleh aqidah yang sama, dimanapun dan kapanpun. Konsep inilah yang mampu menyatukan kaum muslimin dan membuat kaum muslimin kuat bahkan mampu mengusir penjajahan di Al Quds.

            Berdasarkan hal tersebut, maka menjadi hal yang penting dan prioritas untuk menyatukan kembali kaum muslimin menjadi umat yang satu. Umat Islam sebagai umat satu aqidah, satu panji, satu visi dalam satu naungan Daulah Islamiyah. Hal ini hanya mampu terwujud ketika kaum muslimin memahami betul makna ikatan aqidah sebagai ikatan yang shahih serta mencampakkan nasionalisme, kesukuan, dan kebangsaan sebagai sebuah pengikat sebab ikatan inilah yang menyebabkan perpecahan di tengah tubuh kaum muslimin. Wallahualam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun