Mohon tunggu...
Ummi Berbagi
Ummi Berbagi Mohon Tunggu... -

menuliskan dunia dari kacamata seorang istri dan ibu.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Yuk...Bermain Hujan !

15 Januari 2012   13:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:51 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan…Hujan….!

Begitu hujan mengguyurderas, ibu-ibuberhamburan keluar. Ada yang menyelamatkan jemuran, adayangmenarik anaknyaagarbermain di dalam rumah saja. Para pengguna jalan banyak yang berteduh karena hujan. Jalanan sunyi sepi. Begitu juga komplek rumah saya. Kriiikk….kriiik…hanyasuara katak yang bersembunyidi balik dedaunan. Semua mendadak sunyi senyap.

Tiba-tiba sayarindusuasana penghujandahuluketikadi kampung halaman, saatsayamenghabiskan masa kecil disana. Bagi saya pada saatitu, besertateman-teman sebaya, hujan adalah sahabat. Ketika hujan turunsama dengansaat-saat bermain yang menyenangkan . Anak-anak berhamburan keluar.Berlarian.Berteriak.Memainkanbulir-bulir hujan, seakanmenyambutdatangnyasahabatsepermainan.Baju-baju kamikecokelatandan transparan, terkenacipratan air tanahdanhujan.Tapitak peduli. Hanyabermainyangmenari-naridi otak kami.Saat sang penghujanpamitke bersemayam, anak-anak mengantarkannya dengan riang. Pulanglah kami kerumah masing-masingdenganwajahpenuhkegembiraan. Dan ibu-ibu menyambutanak-anaknyakala itu denganhandukdan air hangat. “Segeramandi !” itu kata beliau. Selepas membersihkan badan, ibu denganseksamamendengarkan anak-anaknyaberceritaapasajayang tadimerekalakukan, sembarimembuatkan susuhangatuntuk sang anak, dan menyapukanminyakkayuputih hangatdi seluruhbadananaknya.

Ahh…sayarindu. Sungguh rindu dengan masa-masa silam.Masadimanaanak anak ramaimenyambut datangnyahujan. Sungguh berbedajauh di sini, di tempat saya kini, yangkataorang daerah perkotaan.Dimana semua anak sembunyi di bawah selimut hangat ketika hujan datang. Akhirnyasayamenarik kesimpulan, antara hujan dan persepsiyang bangunkan, terutama untuk anak-anak kita. Duluanak-anak(dan tentuibunya)memandang positiftentanghujan. Hujan adalah karunia Tuhan, itu kata mereka. Sehinggatak ada larangan ketika anak-anaknya bermain hujan. Akhirnya persepsiyangmerekabangunberkorelasipositifdenganapa yang merekadapatkan, anak-anakpada saat itu jarang sekaliterdengarsakitkarenahujan.

Ketika hujan datang, tak peduliakan banyaknyarutukan ibu-ibuyang mengeluhtak keringnyacucian, ataurutukan bapak-bapak yang mengeluhkarena tak lancarnya jalanan, karenatugas hujan adalah menyuburkan tumbuhan, manusia lah yang tak mampu kendalikan jalanan.Ketikabanyak gerutuanakandaratan yangmenggenang, hujan tak peduli, karena tugasnyahanyalahmengisikembali sungai, danau, dan lautan, manusia saja yang tak bijakmengelola alam.Ketikabanyak yang mengeluh akibatsejutapenyakityangbermunculan, itu akibatmanusiayang tak bertanggungjawabmenjaga kesehatan, karena tugas hujan mengembalikan sikluskesegaran.

Begitulah, apayang kitadapatkan sesuaidenganpersepsiyang kita bangunkan.Ketikakitamemandangnegatif terhadap sesuatu, makayang kitadapatkan pun tak mengenakkan.Dari hujankitaberlatih kesabaran. Pun ketikaujianhidup datang, keepsmile , karenakitamemandang positifujian hidupsebagai bentukkasih sayangdariNya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun