Selama satu dekade ini, isu yang paling viral berkembang di dunia Pendidikan Indonesia adalah turunnya atau merosotnya kualitas pendidikan. Pendidikan di negara kita mendapat stempel kalau mutu-nya tidak lebih baik dari pendidikan di luar negeri. Mulai dari SD sampai perguruan tinggi, semua level di cap kurang bermutu jika dibandingkan institusi-institusi di luar negeri, terutama di negara-negara barat. Biasanya dasar yang dipakai adalah statistik peringkat perguruan tinggi, yang pensurvei nya belum tentu kita kenal baik identitas dan motivasinya. Sebenarnya stempel kemerosotan kualitas ini perlu dikaji ulang menggunakan tolak ukur yang lebih holistik. Mengapa demikian? Karena pada akhirnya, yang akan disalahkan adalah guru. Tenaga pengajar di Indonesia, baik itu guru atau dosen dianggap memerosotkan kualitas pendidikan di Indonesia. Alih-alih berusaha meringankan tugas dan mensejahterakan guru, pemerintah selama 1 dekade ini justru menambah beban kerja guru dan menambah program-program yang memperpanjang alur formalitas proses belajar guru.
Kalau dianalisa secara lebih komprehensif dan seimbang, sebenarnya tidak semua guru di Indonesia itu kualitasnya jelek. Banyak guru sekolah yang berprestasi, dicintai oleh murid-muridnya, bahkan banyak juga guru yang berhasil menulis buku-buku yang bisa dijadikan bahan ajar. Â Apabila ada guru yang mutu nya belum baik, ada faktor internal dan eksternal harus dilihat. Faktor eksternal contohnya seperti rendahnya gaji, kesejahteraan yang belum layak, aturan administratif yang mengekang, rendahnya mutu kurikulum pendidikan guru, keterbatasan fasilitas penunjang belajar, kurangnya penyediaan buku-buku di sekolah, dan lain-lain. Faktor internal antara lain lemahnya semangat mengajar karena usia atau tingkat kesejahteraan, kondisi psikologis yang kurang baik, serta kurangnya inisiatif untuk meningkatkan kapasitas pribadi secara mandiri.
Oleh karena guru di Indonesia dianggap banyak belum baik kualitasnya, maka selama satu dekade ini banyak sekali program yang dicanangkan oleh pemerintah yang ditujukan untuk meningkatkan mutu guru di Indonesia. Melalui ditjen GTK, pemerintah mencanangkan program transformasi guru dan tenaga kependidikan. Kemudian ada program guru penggerak bagi yang sudah mengajar di Lembaga Pendidikan. Di kampus-kampus penghasil guru, pemerintah mengadakan program PPG atau Pendidikan Profesi Guru, baik itu PPG prajabatan atau PPG dalam jabatan. PPG Prajabatan adalah program pendidikan yang diselenggarakan setelah program sarjana atau sarjana terapan bagi lulusan Sarjana maupun Diploma IV, baik dari kependidikan maupun nonkependidikan bagi calon guru untuk mendapatkan Sertifikat Pendidik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Program PPG dalam Jabatan membekali para guru dengan kemampuan problem solving, kritis dan kreatif sebagai guru yang profesional dengan model pembelajaran problem-based learning dan project-based learning.
Apakah ada yang salah dengan program-program pemerintah tersebut? Menurut saya pribadi tidak salah 100 persen. Dalam pendapat saya, semua program pemerintah itu hanya menyentuh ranah kompetensi guru, belum sampai pada internalisasi kepribadian yang membentuk karakter guru. Andaikan boleh mengusulkan program yang lebih sederhana kepada pemerintah, saya ingin mengusulkan Program Pendidikan Karakter untuk para guru dan dosen di Indonesia. Itu saja, tidak rumit. Sebelum Pendidikan karakter ditanamkan kepada para guru, pemerintah harus memberikan Pendidikan motivasi yang kuat kepada para guru agar menemukan nila tujuan yang akan menggerakkan dirinya dalam mendidik siswa. Baik Pendidikan motivasi maupun Pendidikan karakter, semua harus dilakukan secara berkala dan terus menerus. Karakter-karakter yang menurut saya perlu untuk dipertahankan dan terus dikembangkan oleh insan yang berprofesi sebagai pendidik adalah:
Kompeten. Maksudnya adalah bahwa seorang guru harus menguasai betul bidang yang diajar, memiliki kompetensi pedagogik, mampu memecahkan masalah-masalah pengajaran yang dihadapi sehari-hari, dan juga profesional. Â
Konsisten. Â Artinya bahwa seorang guru hendaknya mau dan mampu melakukan tugasnya sebagai pendidik secara terfokus, ulet, rajin, sabar, istiqomah, dan tidak putus asa dengan mengambil tindakan-tindakan yang buruk. Apa yang ia ajarkan hendaknya sejalan dengan apa yang ia lakukan.
Komitmen. Ini adalah yang akan memperkuat tekad dan rasa tanggung jawab seorang guru dalam menjalankan tugasnya mendidik anak bangsa. Guru yang kuat komitmennya akan otomatis bekerja dengan sungguh-sungguh sepenuh hati.
Sederhana. Guru hendaknya menjadi contoh bagi anak didiknya dalam menjalankan gaya hidup yang sederhana atau tidak bermewah-mewahan. Gaya hidup sederhana maksudnya adalah tepat guna dan tidak berlebihan. Dengan demikian anak didik akan menghormati guru.
Cerdas emosi. Guru sebaiknya memiliki kemampuan pemahaman yang baik akan anak didiknya dan memiliki kemampuan interaksi yang baik dengan anak-anak didiknya, karena jam sekolah di zaman sekarang yang cenderung lama durasinya. Sikap pengertian dan kemampuan interaksi yang baik oleh guru akan menambah semangat anak didiknya untuk betah belajar selama di sekolah.
Cinta belajar dan cerdas. Artinya adalah bahwa guru wajib memiliki karakter menyukai belajar hal-hal baru, kemudian pandai memberikan makna atau nilai terhadap pekerjaannya, mudah memahami suatu masalah, serta pandai mencari alternatif pilihan-pilihan solusi.
Masih banyak karakter lain yang mungkin bisa ditambahkan nantinya. Dengan mengutamakan pendidikan karakter di atas kompetensi saja, saya meyakini mutu pendidikan di Indonesia di masa depan akan lebih baik lagi. Dengan tidak mengesampingkan faktor-faktor lain untuk memajukan pendidikan kita, semoga kelak pemerintah bisa membuat kebijakan-kebijakan yang lebih baik lagi demi mendidik anak-anak muda penerus bangsa di masa depan. Bagaimana menurut teman-teman pembaca?