Informasi adalah data yang telah dirposes/diolah ke dalam bentuk yang sangat berarti untuk penerimanya dan merupakan nilai yang sesungguhnya atau dipahami dalam tindakan atau keputusan yang sekarang atau nantinya (Gordon B.Davis)
Ramainya pemberitaan mengenai “isu” akan dihapuskannya kolom Agama jika salah satu Capres terpilih membawa ingatan saya pada pengalaman pribadi yang tidak akan mungkin saya lupakan. Hal tersebut terjadi ketika suami sakit dan dirawat di sebuah RS Swasta di Bandung.
Suami yang terbaring lemah,saat itu didatangangi oleh seorang suster dan diambil contoh darahnya. Pada hari yang sama, dokter merencanakan dilakukannya transfusi darah guna peningkatan stabilitas kondisi kesehatannya.
Kami sangat gembira atas kecepatan layanan RS tersebut. Setelah sebelumnya kami seringkali kesulitan dalam mencari darah jika salah satu dari kami di rawat di RS. Pelayanan di RS Swasta ini perlu mendapat acungan jempol. Pasien dan keluarga tidak dipusingkan dengan mencari sendiri, misal dengan menghubungi PMI atau mengajak saudara atau teman menyumbangkan darahnya saat itu. Rupanya “Bank Darah” di RS tersebut berfungsi selayaknya Bank Darah yang saya lihat di film-film barat, menyediakan darah dalam jumlah yang cukup.
Tak lama berselang petugas datang membawa kantung darah yang siap di tansfusikan ke dalam tubuh suami.Petugas memperlihatkan pada kami, bahwa kondisi darah sebagaimana tulisan yang dimuat di kantungnya telah lulus screening, bebas penyakit menular dan berbahaya. Pada saat itu petugas menyatakan bahwa kantung darah berisi cairan darah golonga A dengan Rhesus +.Pihak keluarga termasuk suami sebagai pasien saat itu kaget mendengar jenis golongan darah yang akan diberikan adalah A+, sementara seumur hidupnya suami mengaku bahwa dirinya memiliki golongan darah AB.
Proses cek dan ricek data yang dilakukan petugas sebelum melakukan tidakan adalah satu hal yang patut diacungi jempol. Meski di KTP tertera data golongan darah adalah AB, tidak serta merta membuat mereka segera melakukan tindakan hanya berdasarkan informasi yang mereka peroleh dari KTP mengenai golongan darah.Kami yang terheran-heran dengan kenyataan saat itu, menolak untuk dilakukannya transfusi karena perbedaan jenis golongan darah antara yang dicantumkan di KTP dengan kantung darah yang dibawa oleh petugas kesehatan. Kami meminta pemeriksaan ulang untuk lebih memastikan jenis golongan darah yang dimiliki suami.
sumber :ajnn.net
“Suster, saya ini sejak SMA mengetahui bahwa golongan darah saya AB setelah di periksa PMI ” suami menjelaskan.
“Begini Pak,hasil pemeriksaan di lab yang kami lakukan ulang sebanyak 2 kali tetap menunjukkan bahwa golongan darah yang Bapak miliki bukan AB tetapi A+” kata suster sambil memperilhatkan 2 lembar hasil pemeriksaan Lab yang menunjukka hasil yang sama.
Golongan darah suami ternyata adalah A+ bukan AB seperti yang selalu dicantukan selama ini di setiap pertanyaan yang melibatkan kolom golongan darah. Astaghfirulloh... selama 43 tahun lamanya suami menyandang”status palsu” mengaku bergolongan darah AB tetapi sebenarnya kenyataannya beliau bergolongan darah A+.
Dari cerita di atas kita bisa mengambil hikmah bahwa data di KTP hendaknya berisi data-data valid yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.Pencatuman kolom golongan darah jika pihak RS tidak berhati-hati, semula bermaksud menginformasikan golongan darah yang dimiliki pemilik kartu malah bisa mendatangkan petaka jika yang dicatumkan adalah “Status Palsu”
Kiranya perlu analisa lebih dalam lagi mengenai kepentingan pencatuman berbagai kolom yang ditampilkan dalam sebuah KTP. Pemilihan kolom didasarkan atas infomasi apa yang ingin diperoleh saat seseorang menyodorkan KTP.
Kejelian untuk memilah data dan menyajikannya dalam sebuah informasi akan sangat memudahkan banyak fihak yang berkepentingan. Tidak saja di saat kondisi darurat yang menyangkut nyawa seseorang, bahkan untuk “having fun”, memanjakan pengunjung di mall. Kumpulan data yang valid dan useful ,berhasil manyajikan informasi yang tepat dengan bantuan mesin Touchpoint. Pengunjung dengan mudahnya mengetahui posisi barang yang dicari, mengetahui event promosi tanpa direpotkan dengan harus berkeliling di lokasi mall yang sangat luas.Vanya Sunanto menjelaskan, mesin ini dibuat untuk membantu pengunjung menemukan hal-hal menarik yang terdapat di mall tersebut.Touchpoint memiliki 4 fitur utama: mesin pencari untuk pengunjung mall, pemandu arah, informasi promosi dan acara. Kemunculan informasi dalam Touchpoint berdasarkan riset terhadap data-data apa saja yang perlu dikumpulkan.
Pemilihan data dalam KTP tidak semata berdasar suka atau tidak suka, membuat seseorang tersinggung atau tidak --semisal dengan mencatumkan status pernikahan bagi yang masih jomblo atau jodi —atau keterpaksaan mencantumkan jenis kelamin, bagi para waria. Data-data tersebut dikumpulkan sesungguhnya untuk memberikan informasi terkait pemilik KTP tersebut. Terbukti di RS tersebut-- isi dari kolom agama yang dianggap mengundang SARA --justru ditampilkan sebagai bagian dari identitas pasien. Hal tersebut dilakukan bukan untuk memberikan perlakuan diskriminatif, tetapi memberikan pelayanan yang benar terutama jika yang bersangkutan meninggal di RS tersebut. Pengurusan jenazah tentunya perlu dilakukan bersadar ajaran agama yang dianutnya alam KTP. Marilah cerdas memilah data untuk kepentingan bersama.Jadi,Perlukah kolom Agama pada KTP dihapus?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H