Mohon tunggu...
Sri Kuswayati
Sri Kuswayati Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Sekolah Tinggi Teknologi Bandung dan founder www.joeragan-artikel.com

Aktif mengajak Bunda belajar dan berpenghasilan dari menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merdeka Belajar Bagi Dosen, Mungkinkah?

31 Mei 2023   22:50 Diperbarui: 31 Mei 2023   23:06 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kehadiran internet bukan saja mengubah cara belajar Gen Z, tetapi juga saya, seorang ibu dan juga dosen yang lahir tahun 70-an. Kesempatan belajar demikian terbuka lebar. Saya merasakan banjir informasi dan kadang kalap ingin ikut kursus sana-sini. Belajar banyak hal baru.

Apakah ini salah Bunda mengandung? Entahlah he he. Saya lebih tahan tidak belanja baju atau camilan ketimbang harus gigit jari karena melewatkan kesempatan untuk kursus atau tergabung dalam acara yang di dalamnya memberikan informasi atau skill baru. Hal ini memicu celoteh anak bungsu saya : "Ummi sudah tua, kok belajar terus?"

Sebagai seorang dosen, saya merasa bangga dan bahagia saat mendapat kesempatan untuk mendampingi rekan mahasiswa di kegiatan Kampus Mengajar MBKM dan menjadi salah satu fasilitator di kegiatan Sekolah Penggerak Angkatan-3 BBGP Jabar Kemdikbud Ristek. Bagaimana tidak bangga dan bahagia,  jika melalui dua kegiatan tersebut saya bisa bertemu dan berjejaring dengan lebih banyak lagi orang. Melihat langsung permasalahan yang ada di dunia pendidikan dan turut memberikan kontribusi di dalamnya.

Semangat belajar sepanjang hayat bukan hanya semata jadi slogan namun nyata saya lakukan. Dan, tentu saja hal yang sama dilakukan banyak dosen lainnya. Kami merasakan kemerdekaan belajar dalam arti sesungguhnya. Belajar tidak melulu melalui buku. Belajar secara kontekstual yang akan berpengaruh pula pada kualitas materi yang akan kami sampaikan di kelas.

Seorang dosen yang memiliki semangat belajar tinggi, mempunyai jejaring dan pengalaman luas tentu akan membawa mahasiswanya pada banyak pengalaman yang dimilikinya. Kegiatan belajar di dalam kelas tidak hanya berbasis buku tetapi sudah diarahkan untuk memahami implementasinya. Belajar secara kontekstual.

Wawasan dan lingkungan pergaulan yang luas tentu akan mengubah cara pandang dan berpikir termasuk passion dalam belajar. Berbeda dengan saat masih muda, sekarang saya lebih suka belajar mengenai bisnis, manajemen dan kurikulum. Padahal ketiga kajian itu merupakan sesuatu yang abstrak dan tidak menarik untuk saya pelajari. Pernah saat akan memasuki perguruan tinggi, saya disarankan untuk memilih jurusan Manajemen, namun saya menolaknya.

Bagi saya di saat itu, belajar ilmu manajemen sepertinya hanya menghabiskan waktu. Saya merasa tidak paham dengan apa yang dibahas di dalamnya. Semata hanya menghapalkan materinya saja untuk keperluan ujian. Sebatas itu, tidak lebih. Berbeda dengan saat ini, di mana saya mulai merintis usaha penerbitan yang berfokus pada pemberdayaan perempuan. Kami bekerja dari rumah, jauh sebelum pandemi. Kerja dengan sistem Work From Anywhere.

Kegiatan bisnis yang saya tekuni, disamping aktivitas mengajar, menuntut untuk paham ilmu manajemen. Saya mulai paham dengan materi-materi yang pernah diajarkan dosen di kelas saat kuliah S-1. Saya pun mulai melek dengan kurikulum dan nomenklatur di dalamnya semenjak tergabung menjadi salah satu fasilitator di program sekolah penggerak. Terlintas niatan dalam hati ingin melanjutkan studi S-3 dengan mengambil konstentrasi kurikulum, tetapi nampaknya saya harus menahan diri dulu, karena satu dan lain hal.

Ya, saya dan juga rekan-rekan lainnya yang akan melanjutkan kuliah ke jenjang S-3 harus berpikir dua tiga kali jika akan mengambil konsentrasi ilmu yang tidak linear dengan jenjang pendidikan sebelumnya. Ini akan mengancam karir kami dan bahkan bisa dikatakan tidak ada korelasi dengan mata kuliah yang ada di prodi kami.

Lantas, hati kecil saya pun bertanya-tanya. Mengapa seorang dosen wajib mengambil mata kuliah yang linear dengan pendidikan sebelumnya? Bukankah para mahasiswa diizinkan untuk bisa belajar lintas prodi dan kampus dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka? Jika hal serupa diterapkan pada dosen, maka tidak perlu lagi ada larangan dosen belajar hal baru di luar linearitas keilmuannya. Sebenarnya ada banyak dosen yang mengambil studi tidak linear, tetapi  seorang dosen melanjutkan studi S-3  tidak linear dengan pendidikan sebelumnya, bukan saja ia tidak akan bisa memperoleh gelar  Guru Besar, ilmunya pun tidak dapat diimplementasikan dalam kegiatan mengajar lintas prodi.

Semoga saja tulisan sederhana saya ini bisa menggelitik hati para pemangku kebijakan untuk menerapkan Merdeka Belajar bagi para dosen sebagai wujud "Semarak Merdeka Belajar". Dosen yang melanjutkan studi tidak linear keilmuan tetap dapat memperoleh peluang menjadi Guru Besar dan dapat mengamalkan ilmunya dengan diberikan kesempatan mengajar lintas prodi dan diakui dalam Beban Kerja Dosen (BKD).

Bandung, 31-05-2023

Tulisan seorang dosen yang sedang galau memilih studi S-3

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun